Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DALAM ilmu komunikasi terkenal ungkapan we cannot not communicate (kita tidak bisa tidak berkomunikasi). Hal ini karena berkomunikasi bagi setiap manusia tidak hanya sebuah kebutuhan, namun merupakan keniscayaan. Tindakan komunikasinya tetap akan terus ada sampai kapan pun, namun metode dan medianya bisa berubah.
Dalam beberapa dekade terahir, kegiatan komunikasi jarak jauh telah difasilitasi oleh beberapa fase perkembangan teknologi. Fase komunikasi melalui PC di 1990-an, web di 2000-an, dan seluler di 2010-an. Hari ini, di depan mata kita telah muncul sebuah teknologi baru yang bakal membuat aktivitas komunikasi manusia menjadi sangat berbeda dari sebelumnya.
Metaverse, yang secara bahasa terdiri dari kata meta (melampaui) dan universe (semesta), akan menjadi dunia baru yang memungkinkan semua orang berkomunikasi di berbagai level (Lee et al, 2021). Dari mulai komunikasi intrapersonal, interpersonal, publik, massa hingga lintas budaya. Setiap orang dapat berinteraksi dengan diri mereka sendiri melalui avatar yang dibuat sendiri untuk berpartisipasi atau mereproduksi kehidupan nyata dalam dunia metaforis tanpa batasan temporal dan spasial.
Dengan kemampuan augmented reality (AR), virtual reality (VR) dan artificial intelligence (AI), metaverse memungkinkan para penggunanya berinteraksi dengan orang lain secara real-time dan merasakan pengalaman (experience) seperti di dunia nyata atau bahkan lebih dari itu. (Ramadhan, 2021). Saat ini, telah ada sejumlah perusahaan teknologi yang mengembangkan metaverse, seperti Facebook yang mengganti nama menjadi Meta, Roblox, Minecraft milik Microsoft, Epic Games, Niantic, Decentraland, Nvidia, hingga Apple. (Anam, 2021).
Metaverse bukan hanya isapan jempol belaka. Ia akan benar-benar mengubah budaya komunikasi umat manusia. Imajinasi tentang 'desa global' dari Marshall McLuhan ataupun 'dunia datar' dari Thomas L Friedman akan semakin menemukan manifestasi tercanggihnya di era ini. Setiap orang bisa melakukan beragam aktivitas dari mulai bermain, belajar, rapat, berbisnis, menyelenggarakan pernikahan bahkan melakukan kampanye politik di sini.
Menurut George et al (2021), pengalaman dalam dunia metaverse secara intrinsik bersifat sosial. Masyarakat terhubung secara borderless (tanpa batas) dan sangat terbuka, di mana usia, ras, jenis kelamin, atau agama seseorang tidak menjadi persoalan.
Potensi masalah
Karena dunia sosial di metaverse adalah 'representasi virtual' dari kehidupan nyata, tidak menutup kemungkinan isu komunikasi dalam kehidupan nyata akan terduplikasi di metaverse. Belajar dari kehidupan media sosial seperti di Facebook, Twitter, Instagram dan sejenisnya, persoalan komunikasi interpersonal hingga lintas budaya tetap terjadi, dari mulai pertengkaran antar-pribadi, bullying, hingga konflik politik.
Dalam jagat maya, warganet Indonesia terkenal sangat aktif dan dalam isu perundungan terbilang sangat 'disegani'. Tidak sedikit public figure dan pejabat publik yang menjadi 'korban' hinaan dari para warganet, bahkan dalam kasus komunikasi lintas budaya. Sebutlah seperti kasus perundungan terhadap Dayana, seorang gadis Kazakhstan yang populer setelah berkenalan di Ome TV dengan seorang Youtuber terkenal tanah air, Fiki Naki.
Di media sosial pula, kita memiliki pengalaman pahit berupa konflik politik horizontal. Pada saat Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019, media sosial kita diwarnai dengan beragam hoaks dan ujaran kebenciaan baik antarpribadi maupun antarkelompok. Padahal, akun-akun media sosial dari mereka yang berkonflik juga mewakili profil asli mereka di dunia nyata, meskipun sebagiannya ada pula yang anonim.
Pertanyaannya, apakah isu-isu komunikasi demikian berpeluang terjadi pula di dunia metaverse? Menurut saya ada beberapa faktor yang akan menentukan; pertama, sebagaimana dalam kehidupan nyata, setiap warga negara diatur oleh nilai, norma dan hukum positif. Kita belum tahu bagaimana regulasi yang akan ditetapkan oleh perusahaan metaverse untuk mengatur kehidupan sosial para penghuninya. Yang membuat dilema adalah selama ini justru pengguna internet cenderung menghendaki kebebasan.
Kedua, apakah perilaku pengguna metaverse berkonsekuensi hukum sebagaimana pengguna media sosial dalam Undang-Undang ITE? Ketiga, apakah aplikasi metaverse memberikan ruang kosong untuk eksistensi akun-akun anonim, palsu atau duplikat? Keempat, dan ini yang terpenting, apakah kehidupan di metaverse juga akan menghasilkan kelas-kelas atau 'kasta' sosial sebagaimana dalam dunia nyata?
Jika kita menonton video ilustrasi kehidupan metaverse yang diperkenalkan oleh Facebook (Meta), tampaknya memang mirip dengan kehidupan sehari-hari. Orang bisa membeli sepatu, baju dan kendaraan branded berharga mahal untuk menunjukkan eksistensinya. Alat transaksi yang digunakan konon bakal menggunakan mata uang kripto, dengan teknologi blockchain.
Jika demikian tampaknya dapat diprediksi kehidupan virtual di sana tidak lepas dari kehidupan berkelompok (in-group) sesuai dengan kelas sosialnya masing-masing. Para artis dan pejabat publik tetap menjadi artis dan pejabat, mereka tetap populer, dan belum tentu diakses oleh semua orang dengan mudah.
Memang, sisi positifnya, diprediksi akan semakin banyak muncul orang-orang 'sukses' karena metaverse. Orang-orang miskin bisa tiba-tiba kaya, entah karena cerdas memanfaatkan teknologi, atau karena hoki. Teknologi ini mungkin memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang. Namun, peluang problem komunikasi yang ditimbulkan harus mulai kita fikirkan bersama solusinya.
Pada setiap kelasnya, peserta juga diajak peduli kepada isu-isu sosial kemanusiaan, serta melakukan langkah nyata melalui kerja sama dengan platform formal.
Komunikasi asertif juga dapat mendorong untuk menyelesaikan konflik secara damai dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
LLDikti Wilayah III bersama Universitas Esa Unggul menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Transformasi Kehumasan di Era Digital: Strategi dan Kolaborasi Masa Depan.
Dinas Komunikasi dan Informatika Kalsel mengungkapkan 316 desa di Kalimantan Selatan masih blank spot dan ditargetkan 2026 masalah ini dapat diselesaikan.
TENTARA Nasional Indonesia (TNI) tengah mengkaji perubahan nama Pusat Penerangan (Puspen) TNI menjadi Pusat Komunikasi dan Informasi (Puskominfo) TNI.
Perhatian publik tertuju pada kebijakan Tapera saat ini.
POLISI akan memanggi AD, anak perempuan dari musisi ternama Indonesia terkait kasus penyebaran video syur.
PEMAIN muda berdarah Indonesia-Australia Mathew Baker mendapat panggilan untuk tim U-17 Australia. PSSI merespons Mathew tetap akan bersama Indonesia untuk tim U-17
Facebook, baru-baru ini, mengumumkan visi menuju era baru yang berfokus pada pembangunan media sosial generasi berikutnya bagi pengguna dewasa muda.
Strategi komunikasi dan branding untuk mempromosikan kawasan wisata di daerah seperti Banyumas, Jawa Tengah, menjadi isu krusial yang memerlukan tindakan konkret.
Pemilik dan pencinta anjing, jangan lewatkan hari fotografi anjing nasional. Yuks foto hewan peliharaanmu dan bagikan di media sosial.
Pemerintah lakukan monitoring isu media sosial untuk susun strategi komunikasi publik
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved