Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Banggar Ungkap Serapan Rendah Hingga Kenakalan RS soal Covid-19

M Ilham Ramadhan Avisena
15/7/2020 14:31
Banggar Ungkap Serapan Rendah Hingga Kenakalan RS soal Covid-19
Petugas kesehatan melakukan swab test kepada warga(AFP/Adek Berry)

KETUA Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah mencecar pemerintah terkait penanganan pandemi covid-19. Itu diutarakan dalam rapat kerja bersama pemerintah, Rabu (15/7).

Dalam rapat kerja tersebut pemerintah diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo.

Awalnya Said menyampaikan ihwal rendahnya serapan belanja penanganan covid-19 di bidang kesehatan. Berdasarkan laporan dari anggota Komisi IX, kata Said, disinyalir koordinasi yang lemah antara Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan menjadi sebab rendahnya serapan belanja.

"Tentang penanganan covid-19. Diumumkan dengan ramainya berita soal serapan anggaran yang rendah. Pada saat yang sama muncul dari kawan-kawan di Komisi IX yang disinyalir, kurangnya, tidak adanya koordinasi antara gugus tugas dan kemenkes," ujarnya.

Baca juga:  Pemerintah Tetap Fokus ke Kesehatan dan Ekonomi

Said lantas menambahkan temuan adanya kecurangan yang dilakukan rumah sakit di beberapa daerah dalam penanganan covid-19. Tujuannya, untuk mendapatkan keuntungan dari pandemi lantaran dana yang diterima rumah sakit dari pemerintah akan lebih besar bila menangani pasien covid-19.

"Orang di Surabaya punya penyakit diabetes 3 tahun. Kemudian karena covid dia tidak ke rumah sakit. Cuci darahnya di rumah. Tapi ketika dia menemui titik anfal. Dia datang ke rumah sakit, meninggal, langsung dinyatakan covid. Keluarga tidak terima. Sampai 2 minggu mau masuk ke pengadilan, akhirnya rumah sakit menyerah dan mengatakan 'iya pak itu bukan covid'," ungkapnya.

Hal serupa, lanjut Said, juga terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia.

"Klisenya, ternyata anggaran kalau dinyatakan mati covid lebih besar. Jadi ini memang ujian betul saat ini. Ada yang nyebut kalau orang kena covid masuk rumah sakit kemudian dia meninggal, anggarannya sampai 90, ada yang bilang Rp45 juta. Saya tidak tahu. Tapi kira-kira ada kenakalannya juga rumah sakit di situ. Tidak covid dibilang covid," urainya.

Kemudian pada bidang sosial, pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial diminta untuk memiliki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang lebih mutakhir. Itu bertujuan untuk meningkatkan ketepatan bantuan sosial yang diberi pemerintah, tidak saja saat pandemi melainkan di kemudian hari.

Said menyatakan, DTKS akan terus berubah setiap waktu dan tidak akan selalu sama jumlahnya. Oleh karena itu, ia meminta agar Kementerian Sosial dapat membuat DTKS bersifat aktual.

"Bagaimana caranya memperbarui data DTKS itu agar up to date, valid, aktual dan real time. Kalau jam 8 ada 20 juta penerima bansos, jam 12 nya bukan lagi 20 juta tapi sudah 19 juta. Karena sisanya meninggal. Sore berubah lagi data itu, karena sudah naik klasternya. Diharapkan Kemensos bekerja sama dengan Kemendagri, termasuk ESDM urusan subsidi listrik dan elpiji. Kalau ada salah mari kita perbaiki bersama," pungkasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya