Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Riset KNTI Jelang Pilpres 2024, Nelayan Tradisional Indonesia Masih Kritis

Abdillah M. Marzuqi
07/2/2024 19:30
Riset KNTI Jelang Pilpres 2024, Nelayan Tradisional Indonesia Masih Kritis
Kesatuan nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)(Dok.KNTI)

KESATUAN nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), yang mewakili suara dan aspirasi lebih dari 100.000 nelayan tradisional di seluruh Indonesia, merilis laporan komprehensif memaparkan tantangan kritis yang dihadapi oleh nelayan kecil dan tradisional  dan harapan nelayan untuk pemilu 2024 mendatang.

Menurut Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, riset KNTI menggambarkan data betapa kesulitan sosioekonomi, kurangnya perlindungan hak tenurial, dampak buruk perubahan iklim, dan akses energi yang tidak merata yang mengganggu mata pencaharian para nelayan. 

“Ini mengungkap realitas pahit di mana 97% nelayan Indonesia, yang sebagian besar berskala kecil dan tradisional, memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi negara namun tetap terpinggirkan dan miskin karena hambatan sistemik dan lingkungan,” kata Dani Setiawan dalam Diskusi Publik: Harapan nelayan Pada Pemilu 2024 di kantor KNTI, Pejaten, Jakarta Selatan (7/2).

Baca juga : Upaya Capres Dorong Transisi Energi Terbarukan Bukan Perkara Mudah

Lanjut Dani, KNTI Mengajak para capres untuk jangan berhenti di retorika semata, tapi persoalan konkrit dipenuhi secara langsung dan bersungguh-sungguh memenuhi kesejahteraan nelayan.

“Berdasarkan riset yang dilakukan oleh KNTI terkait sosial ekonomi nelayan, menunjukan potret yang memperkuat kenyataan di lapangan bahwa Nasib nelayan tradisional butuh kebijakan perlindungan yang lebih kuat dan kebijakan anggaran yang lebih banyak sehingga percaya diri dengan profesinya,” Tegas Dani

Selanjutnya, riset yang berkaitan dengan hak tenurial nelayan seperti penggusuran rumah di wilayah pesisir, wilayah tangkap, ancaman kapal asing, serta ancaman kapal besar dengan trawl. KNTI secara khusus menyorot dan menolak Kebijakan ekspor pasir laut karena menguntungkan negara lain dan merugikan negara sendiri.

Baca juga : Guru Jangan Dijadikan Alat Janji Politik untuk Sekadar Dapatkan Suara

KNTI juga menyorot terkait dengan dampak perubahan iklim, akhir tahun 2023 kemarin KNTI sendiri telah melakukan kegiatan Rembuk Iklim Pesisir di 35 Kabupaten/Kota bertepatan dengan Hari Nusantara.

“Faktanya, dampak perubahan iklim semakin nyata seperti cuaca ekstrem dan gelombang tinggi. Ketika terjadi kecelakaan di laut, nelayan tidak mendapat perlindungan dari negara seperti jaminan sosial. Dampak perubahan iklim tidak hanya berdampak kepada nelayan secara individu tapi juga perempuan pesisir karena disaat suaminya melaut makan istrinya yang menjadi tulang punggung,” terang Dani.

Penggunaan Energi Baru Terbarukan

Selanjutnya, Dani sampaikan bahwa nelayan harus mulai didorong menggunakan energi baru terbarukan karena hampir 80% tidak mengetahui tentang EBT. Pemerintah dalam hal ini seharusnya tidak hanya memberikan subsidi bagi motor dan mobil Listrik tetapi juga di sektor kelautan khususnya nelayan.

Baca juga : DJSN: Capres dan Parpol Peserta Pemilu 2024 Minim Pemahaman Jaminan Sosial

Diskusi publik KNTI ini juga menghadirkan narasumber, Dr. Revrisond Baswir (Ketua Dewan Pakar DPP KNTI/ Ekonom Indonesia), Ray Rangkuti (Dewan Penasehat DPP KNTI/Pengamat Politik Indonesia), dan Hening Parlan (Green Faith Coord Indonesia).

Pakar Ekonomi Kerakyatan, Dr. Revrisond Baswir yang hadir sebagai narasumber menyampaikan satu hal terlupakan jika bicara kondisi nelayan adalah bagaimana mendekati keterbelakangan nelayan, apakah dengan pendekatan ekonomi pasar atau pendekatan yang lain. Karena dalam pasal 33 ayat 1 menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam hal ini koperasi.

“Upaya memperbaiki kehidupan nelayan tidak seharusnya dengan ekonomi pasar tapi dengan intervensi negara. Negara belum hadir dalam kehidupan nelayan sehingga adanya praktek pembiaran khususnya dalam sektor kehidupan nelayan,” Terang Dr. Revrisond Baswir yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar DPP KNTI 

Baca juga : Kampanye Akbar Bisa Pengaruhi 10% Undecided Voters

Lanjut Revrisond yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar DPP KNTI, menyampaikan bahwa pendekatan koperasinya bukan kepada nelayan secara personal tetapi terhadap nelayan secara kelompok. 

Revrisond juga berharap adanya perbaikan dalam logika pasar di sektor kelautan perikanan untuk mengubah kehidupan nelayan. Beliau juga menyinggung terkait dengan Pemilu 2024, menginginkan adanya pemimpin yang melakukan intervensi untuk melindungi nelayan.

“Dengan membiarkan logika pasar bekerja dalam kehidupan nelayan maka dampaknya mengerikan karena direduksi sedemikian rupa, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhannya tetapi juga merawat kultur kehidupan nelayan seperti sekolah dan kurikulum yang sesuai dengan masyarakat nelayan,” Jelas Revrisond

Baca juga : Markas Pemenangan Anies-Cak Imin Dipadati Penonton Konser Kawal Perubahan Road to Kampanye Akbar di JIS

Sambung Revrisond, Pertanyaannya sekarang adakah kandidat yang secara jelas memasukan Amanah pasar 33 yang non pasar dalam rancangan kebijakannya terhadap nelayan karena yang dibutuhkan adalah kepemimpinan nasional yang melakukan intervensi untuk melindungi nelayan dan memiliki agenda untuk menumbuhkan koperasi.

“Ini momen (Pemilu 2024) yang sangat bagus bagi KNTI untuk memantapkan gagasan dan kemudian dikemas tidak lagi parsial tetapi perkampungan kampung nelayan sebagai proyek strategi nasional,” Jelas Revrisond

Hadir juga dalam kegiatan tersebut, Ray Rangkuti selaku Pengamat Politik Indonesia dan Hening Parlan dari Green Faith Coord Indonesia. Keduanya menyinggu terkait dengan Pemilu 2024. Menurut Ray, para kontestan politik saat ini tidak memiliki ikatan kuat kepada nelayan berbanding Ketika pilpres 2019 ketika Jokowi menyinggung mengenai tol laut. 

Baca juga : Warga NU Masih Cukup Otonom dalam Menentukan Pilihan Capres-Cawapres

Sementara itu, Hening menyampaikan bahwa nelayan harus dibantu untuk mengurusi kerentanan tenurial (culture to structure) karena ada perbedaan penanganan kerentanan tenurial antara pemerintah dan rakyat sehingga harus disambungkan. Dalam hal ini KNTI dapat mengisi celah sebagai penyambung antara pemerintah dan nelayan.

“Saya mendesak pemimpin baru dan menjadikan KNTI sebagai Lembaga penyambung antara nelayan dan pemerintah. Beliau juga merekomendasikan,” Tutup Hening.

Pengurus KNTI Miftahul Khausar yang mengurai hasil riset KNTI ini di kantor KNTI menjelaskan, realitas kontemporer nelayan kecil dan tradisional Indonesia yang menghadapi gelombang tantangan yang tak hanya datang dari alam. 

Baca juga : Mahfud MD Mundur, Prabowo Subianto Juga Ditunggu Mundur

“Tapi juga dari sistem yang belum sepenuhnya mendukung. Melalui harapan dan rekomendasi ini, harapan kami setelah transisi kepemimpinan tahun 2024, kita dapat melihat Indonesia yang lebih inklusif, di mana suara nelayan didengar, hak-hak nelayan dilindungi, dan kesejahteraan nelayan menjadi prioritas," ujar Miftahul.

Rekomendasi untuk Capres

KNTI menyajikan serangkaian rekomendasi kepada calon pemimpin Indonesia yang terpilih dalam Pilpres 2024 kelak, yang bertujuan untuk mengatasi tantangan di atas. KNTI sering disebut rumah nelayan ini menyerukan intensifikasi program pendidikan dan pelatihan untuk membekali nelayan dengan strategi adaptasi, pengakuan dan perlindungan hukum atas hak tenurial nelayan, pergeseran dari subsidi bahan bakar ke bantuan finansial langsung, pengembangan skema asuransi iklim yang disesuaikan untuk nelayan skala kecil, promosi energi terbarukan dan teknologi bersih, serta penegakan regulasi penangkapan ikan berkelanjutan.

Seiring Indonesia bersiap untuk momen elektoral yang penting, KNTI mendesak pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk memprioritaskan kesejahteraan dan pemberdayaan  nelayan  kecil dan tradisional. Organisasi ini menganjurkan masa depan di mana nelayan tidak hanya sebagai penjaga laut tetapi juga sebagai penerima manfaat kekayaannya, memastikan keberlanjutan sumber daya kelautan Indonesia untuk generasi yang akan datang.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya