Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Putusan Dewas KPK Lembek, Perbuatan Lili Layak Diganjar Pemecatan

Cahya Mulyana
30/8/2021 15:11
Putusan Dewas KPK Lembek, Perbuatan Lili Layak Diganjar Pemecatan
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

PUSAT Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) menyesalkan putusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang hanya menjatuhkan sanksi berat kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berupa pemotongan gaji sebesar 40% selama setahun. Sebab, Lili masih dapat menikmati gaji Rp87 juta setiap bulan.

"Putusan Dewas KPK terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli sangat lembek. Perbuatan Lili yakni berhubungan dengan pihak yang berperkara dengan KPK merupakan pelanggaran berat kode etik KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Huruf b dan a Peraturan Dewas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," kata Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman dalam keterangannya, Senin, (30/8).

Menurut dia, Dewas KPK hanya menjatuhkan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40% selama 12 bulan. Sanksi ini sangat ringan, sebab hanya pemotongan gaji pokok dari Rp.4,6 juta sedangkan THP perbulan sekitar Rp.89 juta.

"Jadi potongan gaji pokok tidak banyak berpengaruh terhadap penghasilan bulanan," terangnya.

Seharusnya, kata Zaenur, sanksi yang laik dijatuhkan kepada Lili dengan mengajukan pengunduran diri sebagai Pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 4 huruf b Perdewas 02/2020. Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara.

Baca juga: MAKI: Jadi Noda yang Menyandera KPK, Lili Pintauli Sebaiknya Mundur

"Bahkan perbuatan ini tidak hanya melanggar kode etik, tetapi merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU 30/2002 jo Uu 19/2019 tentang KPK. Pasal ini melarang pimpinan KPK berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apa pun," tuturnya.

Menurut Pasal 65 UU KPK, lanjut dia, pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal lima tahun penjara. Berhubungan dengan pihak berperkara menjadi perbuatan terlarang di KPK karena dapat menjadi pintu masuk jual-beli perkara atau pemerasan oleh insan KPK.

"Misalnya yang pernah dilakukan eks penyidik KPK Suparman atau eks penyidik KPK Robin. Perkara juga menjadi rawan bocor kepada pihak luar jika ada hubungan antara insan KPK dengan pihak berperkara. Sehingga KPK akan sulit menangani perkara tersebut, bahkan perkara bisa berujung gagal ditangani," paparnya.

Putusan lembek oleh Dewas ini bisa berakibat buruk bagi KPK dengan indikasi pertama akan semakin menggerus kepercayaan publik terhadap KPK. Ternyata nama-nama besar yang duduk di Dewas tidak menjamin akan menerapkan prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran di internal KPK.

Kedua, putusan lembek oleh Dewas ini menunjukkan sikap permisif dan toleran di internal KPK. Ke depan insan KPK tidak akan terlalu takut lagi melakukan pelanggaran, karena Dewas tidak keras terhadap pelanggaran.

"Terakhir, harapannya ada pihak masyarakat yang bersedia melaporkan dugaan pelanggaran pasal 36 UU KPK kepada APH untuk diproses secara pidana," pungkasnya.

Dewas KPK menyatakan Lili terbukti melanggar etik dan pedoman perilaku lantaran menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK dan berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M. Syahrial. Padahal, KPK sedang mengusut dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Tanjungbalai yang menyeret nama Syahrial.

"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatarongan Panggabean saat membacakan amar putusan terhadap Lili, Senin (30/8).

Meski gajinya dipotong 40% selama setahun, Lili masih mengantongi pendapatan lebih dari Rp 87 juta per bulan. Sebab gaji yang dipotong hanya gaji pokok sebagai Wakil Ketua KPK sebesar Rp 4,62 juta berdasarkan Pasal 3 PP Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak keuangan, Kedudukan Protokol, Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK. Dengan demikian, gaji Lili yang dipotong Dewas hanya sekitar Rp 1,84 juta.

Padahal, selain gaji pokok, berdasarkan PP 82/2015, Wakil Ketua KPK mendapat tunjangan jabatan sebesar Rp 20,4 juta; tunjangan kehormatan sebesar Rp 2,1 juta.

Tak hanya itu, Pasal 4 PP yang sama menyebutkan Wakil Ketua KPK juga mendapat tunjangan fasilitas berupa tunjangan perumahan sebesar Rp 34,9 juta, tunjangan transportasi sebesar Rp 29,5 juta, tunjangan asuransi dan jiwa sebesar Rp 16,3 juta serta tunjangan hari tua sebesar Rp 6,8 juta. Pendapatan tersebut belum termasuk biaya perjalanan dinas.

Dengan menghitung gaji pokok, dan berbagai tunjangan, secara total, take home pay yang diterima Wakil Ketua KPK sebesar Rp 89,45 juta per bulan. Sementara yang dipotong Dewas hanya dari gaji pokok atau sekitar Rp 1,8 juta. Dengan demikian, Lili masih menerima sekitar 87,65 juta per bulan. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya