Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PEMERINTAH dan DPR tentu bukan sedang berkelakar saat berencana mengampuni para pengemplang pajak pada tahun depan. Dua lembaga yang ditugaskan mengurus negara itu justru tengah serius untuk mencari sumber-sumber pendanaan belanja negara. Salah satunya dengan mengampuni para pendosa pajak, yang sering kali dari kelompok orang kaya dan korporasi besar.
Senin (18/11) lalu, pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan program tax amnesty ke daftar usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025. Banyaknya program pemerintahan baru yang harus dibiayai, di tengah seretnya pendapatan negara, menjadi alasan mengapa beleid itu menjadi prioritas.
Harapannya, tanpa sanksi hukum yang akan dijamin oleh program itu, dapat mendorong para pengemplang pajak secara sukarela melaporkan kekayaan dan kemudian membayar pajak mereka.
Bagi masyarakat luas yang didominasi kelas menengah ke bawah, program itu tentu memantik kemarahan. Keadilan yang menjadi prinsip tertinggi di muka bumi ini tercederai oleh kebijakan diampuninya para wajib pajak yang tidak patuh tersebut.
Memang, program itu jadi cara yang paling mudah bagi negara untuk mendapatkan pemasukan. Akan tetapi, cara tersebut dianggap mengganggu prinsip kepatuhan dan keadilan bagi sebagian besar rakyat.
Untuk apa bersusah payah membuat undang-undang perpajakan dengan beragam sanksi jika di kemudian hari mengobral ampunan bagi pelanggarnya? Ini sama saja dengan membenarkan lelucon klasik bahwa aturan dibuat memang untuk dilanggar.
Program obral ampunan itu jelas menunjukkan negara menyerah terhadap pengemplang pajak. Bendera putih dikibarkan, karpet merah pun dibentangkan oleh negara.
Tentu saja hal itu akan menurunkan kredibilitas negara. Masyarakat tak akan percaya lagi negara mampu menjamin kesamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan. Taatnya masyarakat membayar pajak ‘diapresiasi’ dengan bebasnya pengemplang pajak.
Lebih mengkhawatirkan lagi, kelakuan para pengemplang pajak itu akan diikuti masyarakat luas, karena untuk apa bayar pajak jika suatu saat nanti para pelanggar pajak bakal dimaafkan oleh negara.
Pengampunan pajak bagi orang-orang yang selama ini menyembunyikan nilai harta kekayaan mereka juga terasa menyakitkan hati. Kebijakan itu akan dijalankan di tengah rencana pemerintah tetap menaikkan tarif PPN menjadi 12% mulai awal tahun depan.
Di sini rasa keadilan digugat. Di saat masyarakat luas dituntut membayar pajak yang semakin berat, orang kaya justru sedang menikmati tax amnesty dari negara. Terlebih, penaikan tarif PPN itu hendak dilakukan di tengah daya beli masyarakat menengah ke bawah yang kian pas-pasan.
Karena itu, ketimbang menyulut rasa ketidakadilan yang kian sempurna di masyarakat, rencana pemberian tax amnesty itu batalkan saja. Apalagi, saat Joko Widodo memimpin, sudah dua kali negara menggelar program tax amnesty, yakni pada 2016 dan 2021. Jika program itu kembali dilanjutkan pada 2025, sulit dibayangkan nasib kewibawaan negara ini.
Memang hasil pajak yang diraup negara cukup lumayan dari program itu. Dari program yang digelar pada 2016 dan 2017, negara meraup pajak Rp114 triliun. Adapun dari program serupa di 2021, harta yang diungkap wajib pajak mencapai Rp594,82 triliun, dengan nilai pajak penghasilan yang dibayarkan sebesar Rp61,01 triliun.
Namun, hasil itu didapat dengan melukai rasa keadilan masyarakat. Sebagian besar publik berharap bahwa negara tidak boleh takluk oleh mereka yang memiliki kekuatan uang. Bila takluk, negara akan terjerumus dalam kendali segelintir orang.
Memberikan ampunan pajak secara bertubi-tubi mengindikasikan negara lembek. Masih banyak cara yang bisa negara lakukan untuk memaksimalkan pendapatan dari pajak. Dimulai dari peningkatan kesadaran pajak masyarakat dan diakhiri dengan menerungku para petugas pajak yang selama ini kongkalikong dengan pengemplang pajak.
Lembeknya negara adalah nyenyaknya pengemplang pajak. Sebaliknya, tegasnya negara menjadi ketidaktenangan para pengemplang.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved