Kabinet Gemblengan Lembah Tidar

28/10/2024 05:00

SETIAP presiden negeri ini memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Demikian pula ketika mengawali masa jabatan sebagai kepala negara.

Presiden ke-7 RI Joko Widodo, ketika baru pertama kali membentuk kabinet, tampak sangat ingin menunjukkan pentingnya kebersahajaan agar pejabat publik lebih dapat melebur dengan rakyat. Pakaian kemeja putih tanpa jas atau blazer menjadi dress code para anggota kabinet.

Blusukan juga menjadi ciri khas kepemimpinan Jokowi yang tentunya sekaligus untuk mendorong para menteri menirunya. Para pembantu Jokowi tersebut memang mencoba mempraktikkan sampai ada yang dianggap terlalu berlebihan. Seperti aksi Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri yang melompat pagar saat inspeksi mendadak ke sebuah perusahaan pengerah tenaga kerja.

Di tahun-tahun berikutnya, pola kerja blusukan pupus dari aktivitas para menteri. Hanya satu-dua yang masih sesekali melakukannya karena tidak pernah menjadi kebiasaan dan mungkin pula bukan berasal dari keinginan di lubuk hati.

Presiden Prabowo Subianto mengawali kerja kabinetnya dengan penggemblengan di Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, yang juga tempat pendidikan para taruna Akademi Militer (Akmil). Prabowo yang berlatar belakang militer sekaligus lulusan Akmil menegaskan ia bukan hendak menjadikan kabinet militeristis, tetapi banyak semangat kemiliteran yang patut diadopsi.

Semangat patriotisme, kedisiplinan, dan kekompakan diharapkan menjadi landasan bagi para anggota kabinet dalam kerja melayani rakyat. Memang, tidak ada jaminan semua pembantu Presiden Prabowo yang digembleng selama dua hari kemarin bakal menyerap semangat tersebut dengan penuh.

Apalagi kita tahu, kedisiplinan, misalnya, bukan sesuatu yang bisa ditumbuhkan dalam tempo dua hari. Taruna Akmil pun menjalani pendidikan yang memupuk kedisiplinan selama empat tahun, bukan hanya sepekan, dua pekan, apalagi sehari-dua hari.

Tentu saja, kembali lagi, kabinet seperti yang ditegaskan Presiden Prabowo, bukan untuk menjadi militeristis. Jadi mungkin sekecap saja merasakan pola aktivitas yang penuh kedisiplinan dengan aura patriotisme serta menempa soliditas, sudah cukup.

Terlalu lama di sana juga nanti tidak kerja-kerja. Para anggota kabinet bukan anak sekolahan. Kerja mereka dinantikan segera untuk membantu Kepala Negara mengatasi berbagai persoalan berat bangsa.

Totalitas Presiden Prabowo untuk menggembleng para pembantunya belum pernah dilakukan oleh presiden-presiden terdahulu. Maka, efektivitasnya pun belum bisa kita ketahui karena baru kali ini dilakukan.

Bila kemudian, saat evaluasi kabinet pada 6 bulan sampai 1 tahun mendatang, ternyata Presiden Prabowo melakukan perombakan besar-besaran, bagaimana? Rasanya tidak berlebihan jika kita ambil kesimpulan penggemblengan itu belum mampu mengubah kebiasaan.

Terutama, jika perombakan kabinet mengikuti perubahan peta politik. Ujung-ujungnya malah mengafirmasi bahwa kabinet pada hakikatnya mengacu pada bagi-bagi kursi kekuasaan.

Agak berbeda bila hanya satu-dua anggota kabinet yang diganti karena dianggap tidak memenuhi standar kinerja Kabinet Merah Putih. Buah dengan penyakit busuk memang harus segera disingkirkan agar tidak menulari buah yang lain.

Semua itu masih berupa andai-andai dan prediksi. Kita perlu dan wajib memberikan kesempatan bagi Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunjukkan kinerja.

Kita dorong agar setelah digembleng, para menteri menjadi makin disiplin, punya energi tambahan untuk negeri ini, serta bersikap negarawan sejati yang mementingkan rakyat ketimbang kepentingan lain-lain di luar itu. Dan, yang paling mendesak, kabinet harus segera bekerja serta berlari kencang karena tenggat Indonesia Emas 2045 sudah kian dekat.

 



Berita Lainnya