Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
KONFLIK terbuka akibat absennya perlindungan terhadap masyarakat adat bukan sekali dua kali terjadi. Padahal, keberadaan mereka sudah ada jauh sebelum Republik ini terbentuk. Penduduk dengan beragam suku, bahasa, ras, agama, adat, dan budaya ini bersepakat hidup bersama dalam payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, mengapa makin ke sini, alih-alih diberi tempat, hak-hak masyarakat adat malah kerap diabaikan sehingga memunculkan kesan tak ada niat perlindungan dari negara. Padahal, konstitusi jelas mengakui hak-hak masyarakat adat.
Mandeknya Rancangan Undang Undang (RUU) Masyarakat Adat atau Masyarakat Hukum Adat menjadi bukti tidak dianggap pentingnya masyarakat adat. RUU ini sudah tiga kali masuk prolegnas, tapi nyatanya terus terbantarkan sejak 2010. Nihil, tak membuahkan hasil.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Hal itu jelas menabrak eksistensi masyarakat adat yang diakui konstitusi yakni Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 181 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Termaktub bahwa Indonesia mengakui dan menghormati eksistensi identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selama mereka hidup sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Indonesia yang sesuai peraturan perundang-undangan.
Konstitusi juga memberikan amanat agar undang-undang yang berlaku mengakui dan menghormati masyarakat adat, melanjutkan eksistensi masyarakat adat serta budayanya.
Selain konstitusi Indonesia, dunia juga mengakui hak masyarakat adat secara khusus dengan adanya Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat atau United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP). Di samping itu, ada pula Konvensi ILO No 169 Tahun 1989 tentang Penduduk Asli dan Suku. Sayangnya, Indonesia belum bersedia meratifikasi, baik deklarasi maupun konvensi tersebut.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Ketiadaan ratifikasi serta jalan legislasi RUU Masyarakat Adat yang terlunta-lunta makin melahirkan diskriminasi hingga kriminalisasi terhadap masyarakat adat. Komunitas adat menjadi kian termarginalkan dengan ketiadaan dasar hukum yang menjadi payung perlindungan.
Bahkan, status tanah adat atau tanah ulayat juga tak jarang bersinggungan dan tumpang tindih dengan konsesi tambang hingga hutan nasional. Negara bahkan tak lagi membiarkan masyarakat adat hidup mandiri.
Kasus-kasus konflik agraria hingga persinggungan hak berujung kekerasan terjadi dari waktu ke waktu. Sebagai contoh konflik yang dialami suku Tobelo Dalam di Hutan Halmahera Utara, Maluku Utara, karena harus berhadapan dengan kepentingan industri nikel. Itu baru satu dari sekian konflik masyarakat adat yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Kepentingan pemodal diduga berada di balik terjalnya pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat. Dalam satu dekade terakhir, menurut data AMAN atau Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, sebanyak 8,5 juta hektare wilayah adat terampas untuk urusan investasi dan 678 anggota masyarakat mengalami kekerasan dan kriminalisasi.
Investasi jelas penting buat perekonomian negara, tidak ada yang menafikan itu. Penanaman modal di berbagai sektor, baik dari pihak asing maupun lokal, bakal menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan mempercepat pembangunan.
Namun, kepentingan investor jangan sampai menginjak kedaulatan anak bangsa di negeri sendiri. Investasi tidak boleh dilakukan dengan cara mengorbankan hak-hak masyarakat, terutama masyarakat adat, yang merupakan bagian dari kekayaan bangsa.
Baca juga : Kolaborasi Atasi Dampak Ekonomi
Ketika kepentingan investor terlalu mendominasi bahkan sampai mengabaikan kedaulatan anak bangsa, ini bisa menyebabkan ketidakadilan sosial, perusakan lingkungan, serta hilangnya identitas budaya yang berharga.
Publik tentu mendorong agar RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat benar-benar dikebut dan segera disahkan. Wakil Ketua DPR 2019-2024 Sufmi Dasco Ahmad memastikan RUU tersebut di-carry over dan masuk Prolegnas 2024-2029.
Kita sudah terlalu lama menunggu pengesahan RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat, dan janji politik ini harus diwujudkan agar tidak menjadi janji kosong. Para wakil rakyat jangan cuma sibuk mengejar guyuran tunjangan rumah dinas di tengah masyarakat adat yang kini tercerabut dari komunitas mereka.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved