Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KETIDAKJELASAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kini telah mendapat perhatian dari para tokoh agama. Dukungan berbondong-bondong datang agar para pemangku kepentingan segera mengesahkan RUU PPRT menjadi UU.
Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Martin mengatakan bahwa RUU PPRT ini menjadi concern dan kepedulian dari semua pihak, termasuk lembaga keagamaan gereja katolik di Indonesia.
“Saya dalam hal ini mewakili KWI sebagai representasi gereja katolik di Indonesia ingin memperlihatkan sikap kami sebagai bentuk kepedulian dan concern terhadap upaya dan semangat mencari, termasuk mengkondisikan PRT mendapatkan perlindungan yang komprehensif,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Pemuka Agama Atas Situasi Darurat RUU PPRT, Selasa (19/3).
Baca juga : 20 Tahun Digantung, DPR RI Didesak Segera Sahkan RUU PPRT
Lebih lanjut, Romo Martin juga memberikan apresiasi kepada kelompok yang telah berusaha untuk merumuskan apa yang menjadi hak para PRT yang harus mendapatkan perlindungan dari negara.
Menurutnya, ada banyak orang yang telah memilih menjadikan profesi PRT sebagai mata pencaharian untuk kehidupan keluarganya termasuk sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan.
Ketika mereka memilih menjadi PRT, suka tidak suka mereka masuk dalam skema relasi kekuasaan dengan majikannya atau pemberi kerja. Relasi kuasa ini yang memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Karena tidak ada jaminan hak dari para PRT.
Baca juga : Dorong Pengesahan RUU PPRT, Komnas HAM bakal Temui DPR RI
“Lalu PRT juga menjadi suatu kelompok rentan terhadap tindakan diskriminatif, bahaya kekerasan, kesewenang-wenangan, dan juga minimnya jaminan sosial yang mereka dapatkan dari pemberi kerja,” tegas Romo Martin.
Dia menekankan bahwa saat ini jutaan PRT sedang menunggu sikap politik dan sebuah putusan politik yang bermartabat serta pro kepada perlindungan PRT.
“Karena itu tidak ada alasan baik itu politik, moral, dan ajaran kebenaran iman bagi DPR untuk tidak atau menunda pengesahan RUU PPRT menjadi sebuah UU,” tuturnya.
Baca juga : Jelang Berakhirnya Masa Jabatan Legislatif, RUU PPRT dan KIA Dipastikan Tereliminir
Di tempat yang sama, Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Wahid berharap kita semua sebagai bangsa menunjukkan keberpihakan kepada salah satu kelompok paling lemah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu PRT.
“UU PPRT ini menurutnya dibutuhkan bukan hanya bagi teman-teman aktivis dan PRT, tetapi ini salah satu indikator kita untuk membangun kemaslahatan bersama,” ujar Alissa.
Dalam islam, lanjutnya, tujuan dalam kehidupan bersama adalah membangun kemaslahatan. Jadi sebuah masyarakat yang belum maslahat atau belum mampu membawa kebaikan untuk semua orang yang ada di dalam lingkungan tersebut, jika belum terwujud kemaslahatan, belum selesai pekerjaan mereka.
Baca juga : Nasib RUU PPRT Kembali tidak Jelas
“Jadi panggilan untuk mewujudkan masyarakat yang maslahat inilah yang sangat perlu kita wujudkan bersama sehingga UU PPRT sendiri jangan hanya dilihat sebagai kepentingan para PRT tapi untuk membangun bangsa yang benar-benar membawa kebaikan untuk semua warga bangsanya,” ucapnya.
Di lain pihak, Ketua Umum Persekutuan Gereja gereja Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom menambahkan pada sedikit ada 5 juta warga yang berprofesi sebagai PRT hak-haknya tidak terlindungi.
Mereka tidak mendapatkan perlindungan dari negara sekalipun tujuan dibentuknya negara Indonesia untuk melindungi segenap tumpah darah dan melindungi seluruh masyarakat, termasuk mensejahterakan masyarakat.
Baca juga : Nasib RUU PPRT Stagnan dan Digantung Hingga Jelang Akhir Periode DPR Pimpinan Puan
“Tetapi para PRT ini terlunta-lunta kehidupannya. Karena mereka 24 jam per hari dan 7 hari per minggu mereka bekerja hampir tidak ada jam istirahat. Segudang kewajiban tapi nyaris tanpa hak. Aturan yang ada tidak melindungi mereka termasuk dalam pengupahan misalnya. Jadi hidup mereka sangat bergantung pada kemurahan hati para majikannya,” kata Pdt Gomar.
“Tidak ada kewajiban yang diatur oleh hukum kepada para majikan ini memperlakukan para PRT padahal peran mereka sangat luar biasa. Kehidupan para PRT ini nggak beda jauh dengan perbudakan di zaman modern. Ini membawa pertanyaan mendasar, masih kah kita peduli pada sesama kita?,” lanjutnya.
Pdt Gomar mengatakan bahwa pihaknya tentu ikut merasa tersakiti dengan keadaan ini. Karena dalam perspektif kristen manusia itu sebagai gambaran Allah.
Baca juga : Perlindungan terhadap PRT dan PHP oleh DPR
“Jadi memperlakukan orang lain ini sama dengan memperlakukan Allah. Bahkan dalam tradisi kristen itu hubungan kita dengan Allah diukur dengan hubungan kita sesama manusia. Sebab Allah mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang yang ada di sekitar kita,” ujar Pdt Gomar.
Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengatakan bahwa semua kehidupan manusia berasal dari perempuan. Manusia lahir dari perjuangan setengah mati kaum ibu dan sudah menjadi kewajiban untuk melindungi kaum perempuan.
“Orang yang melahirkan itu satu kakinya di kuburan dan satu di dunia. Begitu susahnya melahirkan. Jadi tidak ada yang berhak menolak pemberdayaan perempuan sebab seperti memperjuangkan ibu kandung sendiri. Inilah spirit emosionalnya. Manusia sejati itu kewajibannya membela kaum ibu dan kaum perempuan karena kita semua berasal darinya,” pungkas Prof. Nasaruddin. (Z-8)
RUU PPRT didesak untuk disahkan sebagai wujud komitmen pemerintah dan DPR dalam melindungi pekerja rumah tangga dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Payung hukum RUU Pemuseuman menjadi hal penting
PEMERINTAH silih berganti namun selama hampir 20 tahun sejak awal diajukan ke DPR pada 2004, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)
Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah menuturkan Komnas Perempuan bisa menemui pimpinan DPR untuk memastikan RUU PPRT
May Day diharapkan menjadi momentum meningkatkan komitmen penuntasan pembahasan RUU PPRT.
PERINGATAN Hari Buruh harus menjadi momentum untuk para pemangku kepentingan meningkatkan komitmen mereka menuntaskan pembahasan RUU PPRT menjadi undang-undang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved