Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
AHLI hematologi dan onkologi anak RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Murti Andriastuti, mengatakan bayi yang mengalami anemia defisensi besi (ADB) dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasannya dalam jangka panjang.
"Yang paling menjadi perhatian utama dampak jangka panjangnya ternyata bisa mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak. Apalagi pada bayi, ADB jangka panjang bisa memengaruhi kecerdasannya," ucap Murti, dikutip Senin (16/10).
Ia mengatakan anak yang terkena ADB pada masa pertumbuhan, terutama saat bayi, akan berdampak pada susunan saraf di otak, sehingga tahapan tumbuh kembangnya akan tertinggal dan tidak bisa normal kembali meskipun sudah dilakukan stimulasi.
Baca juga: Anemia pada Ibu Hamil Bisa Pengaruhi Kecerdasan Anak
Masa kritis anak mengalami ADB adalah mulai dari bayi baru lahir hingga usia 3 tahun, saat pertumbuhan fungsi otak sedang berkembang dengan sangat cepat, sehingga diharapkan anak akan tumbuh dan berkembang sesuai usianya dan bisa menghasilkan generasi yang berkualitas.
Anemia sendiri secara umum adalah berkurangnya nilai sel darah merah yang berfungsi mengalirkan darah keseluruh tubuh. Dalam sel darah merah tersebut terdapat zat besi untuk mengikat oksigen yang diperlukan sel darah merah, sehingga metabolisme tubuh dapat berfungsi dengan baik.
Murti mengatakan angka kejadian anemia di Indonesia paling tinggi disebabkan karena kekurangan kadar besi yaitu sekitar 30%-50%. Hal ini akan memengaruhi juga kualitas sumber daya manusia suatu negara di kemudian hari. Sehingga sangat penting memperhatikan anak tidak mengalami anemia defisiensi besi atau ADB.
Baca juga: Anemia Defisiensi Besi Bisa Jadi Gejala Tunggal Alergi Susu Sapi
Penyebab paling utama ADB adalah masalah pada kekurangan nutrisi, yang banyak terjadi saat bayi mulai mendapatkan makanan pendamping ASI atau MPASI.
Pada masa itu, penting untuk memberikan asupan MPASI yang mengandung besi karena sampai setahun pertama pertumbuhan, bayi akan mengalami peningkatan zat besi untuk mengejar tahapan usia pertumbuhan.
"Ada masa transisi pada bayi dari mulai minum ASI dia harus mulai belajar makanan pendamping. Kita (orangtua) harus selalu bisa bagaimana caranya memberikan makanan MPASI yang sesuai dengan kebutuhan bayi dan usianya," kata Murti.
Murti mengatakan masih banyak ibu yang tidak tahu pentingnya memberikan MPASI bernutrisi, sehingga sering kali setelah selesai ASI, cadangan besi menurun dan anak mulai terlihat pucat.
Ia menambahkan, dalam menyediakan MPASI untuk anak, harus memenuhi semua nutrisi yang mencakup makronutrien seperti zat besi, yang bisa di dapat dalam daging merah.
Tidak hanya pada saat bayi, risiko ADB juga harus diperhatikan pada kelompok paling rentan yaitu remaja putri, karena secara fisiologis akan mengalami menstruasi setiap bulan.
Dokter yang menamatkan pendidikan S3 di Universitas Indonesia itu mengatakan pada remaja putri harus diperhatikan jika menstruasi terjadi dalam periode lebih dari dua minggu, harus dilakukan terapi dengan suplemen penambah darah.
"Harus hati-hati kalau menstruasinya panjang dan lama itu bisa mengakibatkan anemia defisiensi besi, jika terjadi harus monitor cari tahu penyebabnya," ucap Murti.
Suplementasi zat besi penting diberikan pada kelompok remaja putri yang rentan dengan konsumsi selama 3 bulan berturut-turut dalam setahun.
Pemberian suplemen penambah darah juga sangat penting agar remaja putri yang nantinya akan hamil dapat melahirkan anak yang sehat dan tidak mengalami ADB.
Muti menjelaskan pada saat peremouan hamil, akan ada transfer zat besi pada janin yang dikandungnya. Jika selama kehamilan mengalami kekurangan zat besi, akan terjadi komplikasi saat persalinan dan bayi bisa lahir kurang bulan (prematur).
"Kalau ada pasien berat lahir kurang dari 2.500 gram hati-hati anak ini berisiko ADB, pastikan lagi nutrisi dan tumbuh kembangnya apakah bayi tersebut perlu dilakukan pemeriksaan darah di usia tertentu," tambahnya.
Selain diagnosis dengan pemeriksaan fisik, ADB bisa dideteksi dengan pemeriksaan darah atau hematologi rutin untuk memeriksa hemoglobin, hematokrit, trombosit dan lainnya.
Jika kadar hemoglobin turun biasanya anak akan terlihat pucat dan terjadi gejala sesak karena jantung gagal memompa darah keseluruh tubuh.
Jika terdiagnosa ADB akan dilakukan terapi selama 2-4 minggu, termasuk evaluasi dengan perbaikan nutrisi. (Ant/Z-1)
Ada 1.009 kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, di sepanjang Januari hingga akhir Juli 2024. Dari jumlah itu, angka kematian mencapai 31 orang.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis, termasuk Indonesia.
Memasuki musim pancaroba, daya tahan tubuh anak kerap menurun. Hal ini perlu diwaspadai karena pancaroba identik dengan penyakit demam berdarah.
Namun, kabar baiknya ialah ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan otak dan mencegah demensia.
KEBIASAAN anak sekarang yang sering mengonsumsi makanan dan minuman manis hingga sebabkan penyakit ginjal menjadi perhatian serius pemerintah.
Salah satu upaya mengatasi kanker yaitu PET sebagai pemeriksaan noninvasif yang membantu menggambarkan fungsi metabolisme molekuler tubuh pasien secara tiga dimensi.
Tablet penambah darah tidak hanya ampuh mengatasi anemia, efek lainnya adalah dapat membuat kulit nampak lebih cerah
Anemia pada anak dapat mengganggu tumbuh kembangnya baik secara kognitif, fisik, maupun sosial. Anemia disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain kekurangan zat besi.
Terjadi peningkatan pengetahuan akan pentingnya ASI eksklusif pada kelompok ibu dengan anak kurang dari dua tahun dari 61,7% menjadi 81,2%.
Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan, 1 dari 4 anak balita Indonesia mengalami risiko anemia. Cegah dengan kecukupan asupan zat besi.
Pernahkah anda mendengar penyakit anemia aplastik? penyakit ini ternyata bisa menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita dan dapat meyerang segala usia, mulai dari anak-anak hingga lansia.
Sebelum meninggal dunia, Babe Cabita mengaku terserang penyakit anemia aplastik yang mengharuskan dirinya menjalani perawatan intensif.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved