Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Lihatlah Jauh ke Depan Bangsa Ini

Dero Iqbal Mahendra
25/5/2019 08:45
Lihatlah Jauh ke Depan Bangsa Ini
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie.(MI/ADAM DWI)

IKATAN Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) mengajak seluruh masyarakat untuk mewaspadai pecah-belah bangsa, dan mendukung inisiatif para tokoh bangsa untuk meredakan ketegangan dan rujuk nasional. Upaya itu mencari solusi terbaik demi keutuhan bangsa dan Negara Kesatuaan Republik Indonesia.

“Pemilu ialah rutinitas per lima tahun. Kita harus melihat jauh ke de pan bahwa kepentingan bangsa dan negara, serta persatuan dan kesatuan, jauh lebih penting daripa da urusan perebutan jabatan dan kekuasaan sesaat,” kata Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie dalam siaran persnya, kemarin.

Soal kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019 atas penetapan hasil pemilu 2019, ICMI mengajak seluruh masyarakat menjaga persatuan, kedamaian, dan ketertiban sesudah penetapan hasil pemilu, baik pemilihan presiden dan wakil presiden maupun pemilihan legislatif.

Setelah melihat perkembangan politik nasional pasca-Pemilu 2019, ICMI mendorong agar MK dapat me mutuskan secara independen, jujur, dan adil terhadap berbagai pengajuan perkara pemilu, baik pil pres maupun pileg.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengapresiasi pernyataan capres Prabowo Subianto yang meminta para pendukungnya untuk menghindari kekerasan, bertindak sabar, dan arif ketika menyampaikan aspirasi di ruang publik.

Ia mengaku akan memberikan hormat kepada Prabowo apabila imbauan yang diberikan itu dipa tuhi seluruh pendukungnya.

“Pak Prabowo bisa tercatat dalam demokrasi Indonesia. Namun, kita lihat nanti kalau seandainya masih ada niatan dari para pendukungnya untuk melakukan aksi-aksi yang anarkistis seperti kemarin, yang paling bertanggung jawab menghentikan hanya pemimpin, Pak Prabowo sendiri,” ujar Wiranto.

 

Takut berpolitik

Terkait kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019, dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof Koentjoro, mengatakan hal itu dapat memunculkan trauma dan takut berpolitik. “Kerusuhan kemarin dapat membikin trauma bagi yang mengalami dan bisa membuat orang takut berpolitik,” kata dia di Balairung Ge dung Pusat UGM, Yogyakarta, ke marin.

Menurut dia, negeri ini punya atur an yang harus ditegakkan. Ke rusuhan yang terjadi membuat orang semakin bingung dengan istilah kedaulatan rakyat. “Ini kedaulatan rakyat atau membuat kerusuhan,” ujarnya.

Pernyataan sejumlah tokoh di media pun, kata dia, membuat masyarakat bingung, pelaku kerusuhan ialah perusuh atau pahlawan demokrasi. “Kasihan polisinya kalau seperti ini (rusuh),” kata dia.

Amien Rais, katanya, terobsesi usahanya yang berhasil pada 1998 ketika menggulingkan rezim Soeharto. “Pak Amien Rais terobsesi usa ha yang berhasil pada 1998. Ada proses transfer of learning,” ung kapnya.

Namun, kata dia, situasi saat ini berbeda dengan 1998. Kerusuhan beredar ramai di media sosial, tetapi nyatanya tidak semua daerah se perti itu. Kerusuhan yang terjadi pada 22 Mei, agresivitas masyarakat bukan karena frustrasi, tapi karena dibayar.

Polisi telah menemukan bukti, perusuh dibayar. “Ada dua motivasi demonstrasi di sana, yang satu berbau politik, sedangkan yang lain ekonomi sesaat,” pungkas dia. (AT/ Ant/X-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya