Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DI mana kita menemukan Indonesia? Di politik, ekonomi, seni, olahraga, kebudayaan, atau di sudut mana? Pertanyaan itu menarik diapungkan karena hari-hari ini banyak orang merasa 'kehilangan' Indonesia, khususnya di bidang politik dan lapangan ekonomi.
Di dua lahan itu, Indonesia seperti amat sumir. Sebagian bahkan menyebutnya buram. Malah ada yang mengatakan hilang. Seolah tak berlaku lagi pujian Alfred Russel Wallace, seorang penjelajah dan antropolog asal Inggris, yang pernah meneliti soal Indonesia.
'Pulau Jawa juga tepat sebagai contoh bagi para moralis dan politikus yang mau memecahkan masalah tentang bagaimana manusia bisa diatur dan dikelola dengan cara terbaik dalam segala kebaruan dan keragaman kondisi', tulis Alfred.
Namun, itu dulu, pada awal abad ke-19, saat Alfred Wallace menjelajah Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Kini, di abad ke-21, di dunia politik dan ekonomi, moralitas luruh. Politikus banyak yang mengejar kekuasaan dengan membeli suara. Perekonomian dianggap hanya memakmurkan segelintir orang.
Contoh keteladanan elite yang di masa awal-awal kemerdekaan melimpah kini seperti jarum dalam tumpukan jerami. Negarawan hanya riuh di panggung-panggung dan hidup di alam harapan, tapi sulit ditemukan di alam kenyataan.
Tidak ada lagi pepatah een leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden (jalan memimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin itu menderita). Pepatah kuno Belanda itu dulu diucapkan Kasman Singodimedjo saat dirinya bersama Mohammad Roem dan Soeparno berkunjung ke rumah Haji Agus Salim di Gang Tanah Tinggi, Jakarta, pada 1925.
Yang terjadi kini justru sebaliknya, een leider te worden is eenvoudig. Leiden is genieten. Artinya, jalan memimpin itu mudah. Memimpin itu menikmati. Tidak perlu bersusah payah, apalagi sampai menderita.
Di lapangan politik dan ekonomi, siapa yang 'memimpin' dan punya kekuasaan berarti meraih segalanya. Mereguk kenikmatan. Jalan menjadi pemimpin bisa dilakukan dengan menerabas, membeli, dan mengakali. Itulah mengapa banyak yang merasa kehilangan Indonesia, terutama di bidang politik dan ekonomi.
Namun, kita beruntung punya Saridjah Niung, atau yang lebih dikenal dengan Ibu Sud, punya Wage Rudolf Soepratman, punya tim nasional sepak bola Indonesia. Lagu ciptaan Ibu Sud yang berjudul Tanah Airku dan lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan WR Soepratman membuat jutaan orang menemukan kembali Indonesia, bukan di ranah politik maupun ekonomi, melainkan di lapangan, di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Timnas Indonesia tengah menjadi pembicaraan di berbagai belahan dunia. Di Jepang, Australia, Belanda, Amerika, Inggris, Arab Saudi, Tiongkok, Bahrain, Vietnam, juga Malaysia, timnas berkali-kali diulas, dibahas, dianalisis. Lebih dari 60 negara menyiarkan pertandingan kandang timnas di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
Momen sakral saat lantunan Indonesia Raya sebelum laga dimulai dan Tanah Airku saat laga usai (baik saat seri, kalah, maupun menang) membuat merinding dan mata berkaca-kaca. Seluruh semesta menyaksikan bagaimana puluhan ribu pasang mata menyanyi secara serempak, menyihir dunia, mengharukan semesta.
Juga, perilaku sebagai tuan rumah yang ramah membuat Indonesia dikenali lagi. Berbagai media Jepang memuji setinggi langit keramahan suporter Indonesia. Kata media Jepang itu, "Indonesia menunjukkan karakter aslinya sebagai bangsa yang sangat ramah dan murah hati."
Di media sosial milik beberapa akun suporter Arab Saudi, juga berseliweran pujian keramahan itu. Kata asalamualaikum terus-menerus meluncur dari mulut suporter Indonesia. Beberapa di antaranya penonton bertukar jersei, kaus, kebanggaan timnas masing-masing.
Karena itu, di lapangan sepak bola itu, banyak orang menemukan kembali Indonesia. Mereka menemukan dengan kebanggaan, dengan keramahan, dengan cinta. Dalam ketulusan itu semua, citra Indonesia sebagai bangsa yang ramah, heroik, dan cinta Tanah Air kembali diakui dunia.
Para politikus, pelaku ekonomi, dan pembuat kebijakan kiranya perlu merenungkan itu semua. Saya membayangkan saat timnas Indonesia berlaga di Piala Dunia 2026. Di berbagai tempat di Tanah Air, orang-orang serempak menyayikan Indonesia Raya dan Tanah Airku dengan rasa bangga, baik timnya seri, kalah, maupun menang.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved