PPN 12% dan Janji Prabowo

29/11/2024 05:00
PPN 12% dan Janji Prabowo
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

VIDEO pendek ini saya lihat hari-hari ini di beberapa grup WA yang saya ikuti. Narasinya tentang sumpah dan janji Prabowo Subianto untuk berkomitmen membantu rakyat, membela rakyat, dan melindungi rakyat.

Video itu menarasikan kisah 14 Februari 2024 di kediaman Prabowo, Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Setelah mencoblos gambarnya sendiri di bilik suara pilpres, Prabowo menerima wartawan. Suasana sungguh santai. Prabowo berada di kolam renang, bertelanjang dada dengan kacamata renang di kepalanya. Kata Prabowo, renang ialah menu wajib. Rerata 1 jam setiap hari ia mengolah raga di kolam tertutup miliknya itu. Ia tak bisa lagi berolahraga keras seperti lari akibat masalah di kaki.

Kepada wartawan yang mewawancarainya dari pinggir kolam renang, Prabowo menegaskan akan menerima apa pun keputusan Tuhan. Kalau harus hattrick kekalahan, ia pasrah. Kalau akhirnya menang tentu bungah. Ia hanya ingin berbakti kepada bangsa dan negara, mengabdi kepada rakyat Indonesia.

''Yang penting rakyat. Saya ingin melihat rakyat sejahtera, saya ingin rakyat saya tidak lapar, saya tidak ingin ada orang usia 70 tahun masih narik becak. Saya tidak perlu apa-apa lagi, saya hanya ingin membela kebenaran,'' begitu ia bilang kala itu.

Itulah janji Prabowo. Janji yang bisa jadi sesuatu yang basi karena semua elite piawai mengucapkannya acap kali berkompetisi. Setelah menang? Tidak sedikit yang bak lagu Dingin karangan Rinto Harahap yang dipopulerkan Ratih Purwasih. 'Tapi janji tinggal janji... Di bibirmu...'. Bagaimana dengan Prabowo?

Saat memberikan arahan dan pesan bagi kader Partai Gerindra yang lolos ke DPR periode 2024-2029 di kediamannya, 23 September lalu, Prabowo menegaskan bahwa dia ingin mati di atas kebenaran. Prabowo ialah Ketua Umum Gerindra dan berstatus presiden terpilih ketika itu. ''Hidup saya, sumpah saya, saya ingin mati membela rakyat saya. Saya ingin mati membela orang miskin, saya ingin mati membela kehormatan bangsa Indonesia, saya tidak ragu-ragu,'' begitu serunya.

Sumpah sesuatu yang mudah, hal yang lumrah diucap kepada rakyat oleh empunya kuasa. Namun, teramat banyak yang lantas seperti lagunya Didi Kempot, Janji Palsu. Bagaimana dengan Prabowo?

Ketika Prabowo mengatakan dirinya tidak perlu apa-apa lagi, banyak orang termasuk saya yang mengamini. Prabowo semestinya memang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Kekayaannya berlimpah. Soal keluarga yang oleh sebagian pemimpin terkadang menjerumuskannya ke jurang penyimpangan, Prabowo kiranya juga tak punya persoalan. Anaknya cuma satu, itu pun sudah mandiri, berprestasi di bidangnya sendiri. Jadi, kalau kemudian Prabowo berjanji, bersumpah, untuk mewakafkan diri bagi kepentingan negeri, semoga tak cuma basa-basi.

Akan tetapi, apakah Prabowo memang berbakti kepada rakyat, benar-benar membela rakyat, tak ingin rakyatnya miskin, kita lihat saja kenyataannya, bukan apa katanya. Arena pembuktian janji Prabowo kini terpampang di depan mata. Salah satunya ialah ihwal pajak pertambahan nilai alias PPN yang mulai 1 Januari tahun depan akan menjadi 12% dari saat ini 11%. Penaikan PPN itu memang bukan produk Prabowo. Ia ada sesuai dengan mandat UU No 7 Tahun 2021.

Meski hanya 1%, jangan dikira dampaknya biasa-biasa saja. Hampir semua pengamat menilai penaikan itu akan berimbas buruk pada rakyat. Daya beli akan makin lemah karena harga barang-barang menguat. Masyarakat kelas menengah paling terdampak. Beda dengan kelompok miskin yang mendapat beragam bantuan, mereka amsiong.

Posisi mereka yang terjepit akan kian terimpit. Terlebih di tengah sulitnya mencari pekerjaan dan mengganasnya badai PHK. Sudah jatuh tertimpa tangga, tertusuk paku pula.

Penaikan PPN meski cuma 1% diyakini akan membuat orang miskin berbiak, bertambah banyak. Tak hanya akan mengurangi belanja, kelas menengah terpaksa juga makin dalam bermantab, makan tabungan. Jika tabungan habis terkuras, tetapi harus tetap belanja untuk tetap hidup, mereka dikhawatirkan turun status menjadi orang miskin baru.

Kalangan pengusaha juga berteriak. Bagi mereka, pada saat kondisi daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih, penaikan PPN hanya akan memperburuk konsumsi domestik, menekan kinerja sektor formal, dan meningatkan risiko sektor informal. Buruh pun tak kalah galak menolak. Seperti yang sudah-sudah, mereka mengancam akan mogok kerja jika penaikan PPN dipaksakan.

Selain orang-orang pemerintah atau yang propemerintah, nyaris tidak ada yang setuju dengan penaikan PPN. Semua kontra. Kalau mudaratnya berlipat-lipat, buat apa sebenarnya penaikan PPN dipaksakan? Kalau risikonya tak main-main, elok nian kalau penaikannya dibatalkan atau paling tidak ditunda pemberlakuannya. Begitu kira-kira.

Suara penolakan PPN pun terus menggema, termasuk di media sosial. Peringatan dengan lambang Garuda Biru mendapat sambutan luar biasa. Itu mengingatkan ketika rakyat yang berakal sehat kompak menolak DPR menganulir putusan MK membatalkan putusan MA soal syarat usia calon kepala daerah. Garuda Biru berhasil saat itu. Bagaimana sekarang?

Pak Prabowo yang terhormat, rakyat tidak antipajak. Rakyat hanya ingin pemerintah bijak. Pajak memang penting dan perlu, tapi tak boleh mempersempit jalan napas rakyat. Jadi-tidaknya penaikan PPN ada di tangan Anda, Bapak Presiden.

Rakyat, termasuk saya, mengapresiasi komitmen Bapak untuk berbakti kepada rakyat, membela rakyat. Itu perjuangan suci dan mulia. Namun, kata WS Rendra dalam puisinya, Paman Doblang, perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Pak Prabowo, kita menunggu pelaksanaan kata-kata Bapak.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima