Bahaya Penjilat

20/9/2024 05:00
Bahaya Penjilat
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KATA seorang netizen, Indonesia darurat penjilat. Yang lain bilang, penjilatlah sebenarnya yang merusak negeri ini. Istilah penjilat kembali naik daun, ia disebut-sebut lagi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penjilat diartikan sebagai orang yang suka berbuat sesuatu untuk mencari muka (mendapat pujian). Adapun Merriam-Webster merunut kata itu sebagai sycophant yang berasal dari bahasa Latin dengan arti pendarat. Lalu, penutur bahasa Inggris di abad ke-16 meminjamnya sebagai penjilat.

Penjilat disinonimkan pula dengan parasit untuk menggambarkan mereka yang setia buta pada orang kaya, berkuasa, atau berpengaruh. Penjilat berkonotasi buruk, merugikan, merusak, berbahaya.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?

Penjilat ada dan hadir di banyak bidang kehidupan. Di lingkungan kerja, penjilat selalu ada. Di kekuasaan, mereka bertebaran. Bahkan ekosistem kekuasaan dan politik kiranya merupakan habitat paling cocok bagi orang-orang bermental penjilat.

Penjilat tak mengenal masa. Di zaman Mesir kuno ribuan tahun silam, misalnya, dikisahkan seorang tukang sihir Firaun minta upah jika menang melawan Musa. Yang dia minta ialah dekat dengan raja agar mendapat segudang fasilitas dan seabrek prioritas.

Di sini, di negeri ini, penjilat juga sudah ada sejak zaman kerajaan. Ketika Indonesia bersulih menjadi republik, orang-orang seperti itu pun tetap eksis. Dalam dua dekade belakangan, penjilat bahkan telah menjadi pemain politik yang tak bisa begitu saja dikesampingkan. Lidah mereka terlalu licin untuk memuji setinggi bintang pemegang kekuasaan.

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Di lain waktu, mereka menjadi pembela paling gigih ketika penguasa dikritik, dikecam, diserang. Tidak sekadar menjadi pendukung, mereka telah bertransformasi sebagai penyanjung.

Fenomena itulah yang akhir-akhir ini menjadi sorotan. Fenomena yang kembali mengemuka ketika keluarga Presiden Jokowi didera prahara dan terlilit oleh beragam perkara. Awalnya Kaesang Pangarep. Anak ragil Jokowi itu jadi samsak kecaman dan hujatan lantaran bepergian ke Amerika dengan jetpri, jet pribadi. Ia dan istrinya, Erina Gudono, pamer kemewahan, flexing. Tak cuma sekali, keduanya diyakini menggunakan private jet beberapa kali.

Lalu Bobby Nasution. Bersama istrinya yang merupakan putri Jokowi, Kahiyang Ayu, eks Wali Kota Medan yang kini menjadi bakal calon Gubernur Sumatra Utara itu juga kedapatan bepergian dengan jetpri.

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Badai kembali datang. Kali ini menerpa Gibran, anak mbarep Jokowi. Gibran yang juga wakil presiden terpilih dicurigai merupakan pemilik akun Fufufafa di Kaskus. Akun yang sekira 10 tahun lalu kerap menggunggah hinaan dan cemoohan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto dan keluarga. Akun yang nyinyir kepada eks Presiden SBY dan sejumlah politikus, bahkan cabul terhadap sejumlah artis perempuan.

Bermewah-mewah dengan private jet ketika masih banyak rakyat hidup susah jelas sulit untuk diterima. Apalagi ketika itu dipamerkan anak dan menantu presiden. Terlebih lagi ada potensi gratifikasi di situ. Potensi yang kini tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menghina orang lain atau merendahkan perempuan di media sosial sekalipun jelas menjadi soal. Apalagi, ketika yang menghina, yang merendahkan, diduga anak presiden yang tak lama lagi dilantik menjadi wakil presiden. Semoga Fufufafa bukan Gibran. Kalau iya, alangkah apesnya bangsa ini punya pemimpin yang demikian kasar, tak kenal unggah-ungguh, sopan santun, dalam bermedsos. Konon, bertutur, berbahasa, mencerminkan kepribadian seseorang. Kalau benar Fufafafa milik Gibran, kepribadian seperti apa yang dia punya?

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Karena itu, lumrah, sangat lumrah, jika banyak orang merasa akal waras mereka tercabik-cabik oleh apa yang terungkap belakangan ini. Namun, ada hitam ada putih. Ada yang merasa terluka, ada pula yang woles-woles saja. Mereka menganggap perkara Kaesang bersaudara hal biasa. Mereka malah pasang badan membela. Ada relawan, ada pendakwah yang sudah berubah arah, ada akademisi, ada profesor, ada juga menteri.

Saking gigihnya membela, mereka berani malu. Bahkan ada guru besar yang tampak lempeng-lempeng saja mempertontonkan kebodohannya. Seolah tanpa beban. Tak masalah dicap dungu, yang penting dipandang setia, dianggap hebat oleh pemangku kuasa. Begitu mungkin prinsipnya.

Karena itu, sah-sah saja jika netizen ramai-ramai melabeli mereka penjilat. Paham penjilat memang ABS, asal bapak senang, asal bos suka. Mereka menyanjung dan membela dengan dosis berlebih sampai-sampai merendahkan diri sendiri. Soal etika, perihal moral, urusan belakangan. Apa tujuannya? Penyair Amerika Ambrose Bierce mendefinisikan penjilat sebagai seseorang yang mendekati kebesaran di perutnya agar dia tidak disingkirkan. Penjilat berbahaya tak hanya bagi penguasa yang dijilat, tapi juga buat tatanan bernegara.

Dalam lagu Nak 2 karya Iwan Fals ada satire untuk penjilat. Begini penggalan liriknya; 'Sekolah buatmu hanya perlu untuk gengsi...Agar mudah bergaul tentu banyak relasi...Jadi penjilat yang paling tepat...Karirmu cepat uang tentu dapat...Jadilah Dorna jangan jadi Bima...Sebab seorang Dorna punya lidah sejuta....

Kiranya orang yang berakal sehat tak mau menjadi penjilat. Semoga kita tak masuk golongan orang-orang seperti itu.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima