Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
SETIDAKNYA ada dua kata yang lagi populer akhir-akhir ini. Pertama ialah cekik, kedua tampar. Keduanya mewakili tindak kekerasan yang kalau dipaksa dihubung-hubungkan dapat pula untuk menstigma karakter seseorang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cekik berarti ‘memegang dan mencekam leher (merih) sehingga yang dipegang dan dicekam tidak dapat bernapas’. Mencekik bisa mematikan.
Dalam kamus yang sama, tampar dapat ‘berarti memukul dengan telapak tangan’. Menampar bisa menyakitkan. Oleh karena itu, sama dengan cekik, ia tak boleh serta-merta dilakukan, terlebih oleh mereka yang sedang menyandang sabuk kekuasaan.
Cekik dan tampar, itulah isu yang mencuat di ruang publik belakangan ini. Isunya, ada seorang menteri yang juga bakal calon presiden mencekik dan menampar seorang wakil menteri. Dari situ saja kita sudah geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa menteri berlaku bak preman terminal terhadap wakil menteri?
Lebih gilanya lagi, locus delicti, tempat kejadiannya, tak sembarangan. Pak menteri itu disebutkan mencekik dan menampar wakil menteri dalam Rapat Kabinet di Istana Negara. Menampar dan mencekik di tempat biasa saja sudah keterlaluan, apalagi di Istana, di tempat Presiden mengendalikan kuasanya.
Sinting, edan, benar menteri itu. Sudah gila dia rupanya. Dengan karakter seperti itu, apa yang bisa kita harap darinya sebagai bacapres? Mana mungkin masa depan kita sandarkan pada orang yang gampang mengobral kekerasan?
Tidak disebutkan jati diri menteri tersebut. Namun, publik sangat mudah menebak bahwa dia ialah Prabowo Subianto. Bukankah menteri yang juga bacapres hanyalah Prabowo, tidak ada yang lain? Adapun wakil menteri, sang korban cekikan dan tamparan, dispekulasikan sebagai Wamen Pertanian Harvick Hasnul Qolbi.
Namun, tunggu dulu. Kejadian itu hanya isu liar. Yang namanya liar, sumbernya juga asal. Muasalnya tidak jelas, yang memberikan informasi pun sulit dipertanggungjawabkan. Yang jelas, isu itu diangkat dan ditebarkan oleh mereka yang merupakan die hard bacapres tertentu. Ada yang menyebut mereka influencer, ada pula yang lebih suka melabelinya sebagai buzzer. Buzzer Rp malah.
Benarkah Prabowo mencekik dan menampar Harvick? Presiden Jokowi, sang empunya Istana saat ini, membantah. "Setahu saya tidak ada peristiwa seperti itu. Masak nyekik?" katanya seusai meninjau Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (19/9).
Pihak Kementan menepis. Mereka bilang sudah mengecek agenda Wamentan dalam 10 hari terakhir dan yang bersangkutan tidak ada acara mengikuti rapat di Istana mewakili Mentan. Prabowo juga menyangkal. Dia mengaku belum pernah berjumpa dengan Harvick. "Saya ketemu saja belum dengan wamennya," cetusnya, santai.
Saya tidak tahu apakah Prabowo sekadar membela diri dari tudingan negatif itu. Tudingan yang seolah ingin membawa memori rakyat kembali ke masal silam yang mana dia distigmakan sebagai sosok pemarah. Saya juga tak tahu apakah Pak Jokowi sengaja melindungi anak buahnya. Atau, apakah Kementan tak enak hati kalau berterus terang perihal kejadian sebenarnya.
Yang pasti, mereka boleh memberikan klarifikasi. Prabowo punya hak untuk itu. Soal benar tidaknya dia mencekik dan menampar, biarkan yang menuduh yang membuktikan. Actori in cumbit onus probandi.
Untuk mas-mas yang menyebarkan isu tersebut, saatnya Anda memperlihatkan jiwa kesatria jika memang masih ada. Buktikan bahwa Prabowo memang mencekik dan menampar Wamen Harvick seperti yang Anda narasikan dengan sangat meyakinkan.
Inilah kesempatan terbaik bagi Anda untuk memberikan petunjuk kepada rakyat siapa sebenarnya bacapres yang ada agar tak salah pilih nantinya. Inilah peluang bagi Anda untuk menjadi pahlawan yang menuntun rakyat untuk bijak dan tepat menggunakan hak suaranya.
Atau, jangan-jangan sampeyan sebenarnya para pecundang? Saking bencinya kepada rival sang junjungan, saking bernafsunya agar yang didukung menjadi pemenang, atau saking takutnya kepada kandidat lain, sampeyan menempuh segala cara dengan menyebar dergama semaunya. Persis yang Socrates bilang bahwa ketika kalah dalam debat, fitnah menjadi alat bagi loser.
Saya bukan pendukung Prabowo. Namun, bolehlah saya berpendapat bahwa merusak karakter seseorang dengan cara-cara kotor, dengan defamasi, merupakan tindakan yang tak cuma memalukan, tapi juga menjijikkan. Tak peduli siapa korbannya, apakah Prabowo, Anies, atau Ganjar, model berkompetisi seperti itu ialah rendahan. Kiranya tangan hukum tak boleh lagi diam agar pelaku tak tuman.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved