Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Bukan Capres Seolah-olah

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
26/5/2023 05:00
Bukan Capres  Seolah-olah
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DELAPAN bulan lebih jelang Pilpres 2024 kiranya rivalitas kian seru, tapi juga menggembirakan. Menggembirakan karena upaya calon presiden untuk menarik hati rakyat tak lagi semata tebar pesona, tapi mulai menjual gagasan bagaimana mengelola negara jika terpilih kelak.

Kita tahu, hingga detik ini, sudah ada tiga bakal capres. Mereka ialah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Diperkirakan sekaligus diyakini, hanya tiga calon itulah yang bakal berkompetisi meski dari hitung-hitungan presidential threshold bisa empat pasangan.

Kita pun paham, dari ketiga kandidat, baru Ganjar yang dipastikan punya tiket karena PDIP bisa mengusungnya sendirian, terlebih ada PPP yang bergabung kemudian. Adapun nasib Prabowo dan Anies masih menunggu akad resmi di antara koalisi partai-partai pengusung.

Bahkan, jadi tidaknya Anies nyalon juga bergantung pada berhasil tidaknya pihak-pihak tertentu menjegalnya dengan rupa-rupa cara. Kita, setidaknya saya, tentu berharap para begundal demokrasi itu gagal total. Kita, seenggaknya saya, tentu ingin demokrasi di negeri tercinta ini kian berkualitas, kian tahan dari godaan dan gangguan mereka yang mengaku pejuang tapi sebenarnya musuh demokrasi.

Dengan lebih dari dua pasangan, rakyat punya lebih banyak pilihan. Biarkan mereka meyakinkan rakyat sebagai yang terbaik untuk memimpin rakyat. Biarkan mereka melakukan beragam kiat untuk memikat hati rakyat. Akan tetapi, sudah saatnya pula mereka naik kelas. Tak lagi cuma menebar citra, waktunya mereka menawarkan ide dan gagasan membangun bangsa.

Saya senang, jualan ide dan gagasan itu mulai kerap dilakukan. Adalah Anies Baswedan yang mengawalinya. Dia, misalnya, membandingkan pembangunan jalan berbayar alias jalan tol dan jalan gratis yang dilakukan pemerintahan SBY dan Jokowi. Kata Anies mengutip data Katadata yang bersumber dari BPS, Jokowi sangat masif membangun jalan berbayar, tetapi tertinggal jauh dari SBY soal jalan gratis.

Anies juga menyentil subsidi kendaraan listrik yang menurutnya tak tepat. Hanya orang-orang kaya yang mampu beli mobil listrik. Kendaraan masa depan itu pun bukannya tak laku, indennya bahkan sangat lama. Jadi, tiada alasan memberikan subsidi begitu besar untuk mereka. Lain soal jika subsidi digelontorkan untuk transportasi umum berbasis listrik. Ini yang semestinya dilakukan pemerintah saat ini dan nanti.

Anies hendak menawarkan gagasan soal keadilan dan kesetaraan. Juga ide-ide lain yang dituangkan dalam semangat perubahan, perubahan untuk persatuan. Soal gagasan-gagasan tersebut kemudian disanggah, diperdebatkan, dipersoalkan, itu lain soal.

Soal kritik Anies tentang pembangunan jalan, perihal subsidi kendaraan listrik, mendapat kritik balik, itu hal biasa. Justru itulah yang kita inginkan. Jual beli ide dan gagasan adalah suplemen agar demokrasi lebih sehat, lebih bermanfaat buat rakyat.

Dalam tataran ideal, rakyat di negara mana pun kiranya butuh pemimpin yang isi kepalanya penuh ide dan gagasan untuk perbaikan bangsa. Mereka butuh pemimpin dengan rekam kinerja, track record, yang baik. Bukan pemimpin yang lebih mengandalkan citra untuk berkuasa, bukan pula yang mengedepankan gincu saat berkuasa.

Citra bisa dipermak, apalagi di zaman sekarang ketika teknologi dan media sosial bisa dimanfaatkan secara suka-suka. Ia bisa menjadi alat memoles seseorang yang sejatinya buruk terlihat baik. Atau sebaliknya, membuat seseorang yang sesungguhnya baik tampak buruk.

Bangsa ini tak butuh pemimpin yang seolah-olah. Seolah-olah dekat dengan rakyat, tetapi realitasnya menjadi sahabat oligarki. Seolah-olah mengutamakan kepentingan rakyat, tetapi faktanya lebih memanjakan kepentingan partai dan kelompoknya. Seolah-olah gemar membantu rakyat, tetapi di belakang senang membuat kebijakan-kebijakan yang mempersempit jalan napas rakyat.

Saya sih percaya, memilih pemimpin yang cuma mengandalkan citra adalah awal petaka. Cilaka kata orang Sunda. Bilahi orang Jawa bilang. Sebaliknya, memilih pemimpin berbasiskan rekam jejak, berlandaskan ide dan gagasan yang ditawarkan, adalah langkah yang bijak.

Penulis terkenal kelahiran Austria Peter F Drucker mengingatkan, “Pemimpin yang efektif bukan soal pintar mencitrakan diri agar disukai. Kepemimpinan tergambar dari hasil kerjanya, bukan atribut-atributnya.”

Masih ada waktu untuk 'menelanjangi' para capres, apakah mereka memang punya gagasan besar atau bisanya cuma mengandalkan pencitraan. Mari kita renungkan dan cermati dalam-dalam.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.