Kenapa bukan Presiden?

Saur M Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
10/8/2021 05:00
Kenapa bukan Presiden?
Saur M Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SADIS dan kurang ajar kiranya itulah korona. Sadis karena dia, tanpa banyak cingcong, tak lama kemudian mencabut nyawa orang yang terpapar. Tidak banyak cingcong, yakni dalam makna yang terinfeksi dibikinnya bahkan bisa menderita tanpa gejala.

Dia juga kurang ajar terhadap presiden. Bayangkan presiden dipaksanya untuk mengambil keputusan kepublikan yang umurnya hanya enam hari.

Di hari keenam itu, pada pukul 7 malam, orang mulai menanti keputusan kepublikan yang separuh mengandung rasa ingin tahu, separuh lagi mengandung kecemasan. Itulah yang juga terjadi tadi malam.

'Menanti keputusan Jokowi soal PPKM level 4' disuarakan sebuah media online 10 jam sebelum pukul 7 malam itu. 'Nasib PPKM level 4 diputuskan malam ini', dilansir 29 menit sebelum pukul 7 malam. Namun, perkiraan meleset karena pukul 7 tadi malam ditengarai rapat kabinet baru selesai.

Terjadi perubahan. Yang mengumumkan keputusan bukan pula Presiden Jokowi, melainkan tiga menteri Luhut B Pandjaitan, Airlangga Hartarto, dan Budi Gunadi Sadikin. Menteri yang pertama komandan Jawa-Bali, yang kedua komandan luar Jawa-Bali, yang ketiga menteri kesehatan.

Pemerintah kembali memperpanjang kebijakan PPKM level 4. Berita gembira, 26 kota/kabupaten turun dari level 4 ke level 3. Berita seksi, mal di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya dibuka, tapi hanya 25% kapasitas. Hanya yang sudah divaksin yang boleh ke mal dan mematuhi dengan ketat protokol kesehatan. Umur di bawah 12 tahun dan 70 tahun ke atas dilarang ke mal. Saya 68, sudah divaksin, boleh ngopi-ngopi cantik di mal. Akan tetapi, saya batalkan niat itu karena tidak boleh bawa cucu. Mereka 'belum cukup umur'.

Selebihnya ialah kembali penekanan disiplin menjalankan protokol kesehatan. Sebuah perkara besar karena sejujurnya kebanyakan dari kita baru belajar berdisiplin dipaksa korona yang sadis dan kurang ajar itu. Umur pembelajaran itu baru 15 bulan, dimulai awal Maret 2020, sejak kasus covid-19 pertama ditemukan di negeri ini. Padahal, inilah belajar 'seumur hidup', tak hanya sepanjang umur pandemi korona. Bila di masa depan yang tidak terduga terjadi malapetaka pandemi, kita sebagai bangsa tidak lagi kembali ke titik nol yang harus lagi belajar pentingnya mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.

Disiplin ialah sikap. Kiranya perlu dicanangkan bahwa di masa pandemi ini, sikap ialah segalanya. Attitude is everything.

Yang rada aneh dari penjelasan pemerintah semalam ialah perihal kematian. Jenderal Luhut membahasakannya mengeluarkan indikator kematian karena menimbulkan distorsi dalam penilaian.

Angka kematian kiranya ukuran paling valid tentang keberhasilan sebuah kebijakan kepublikan menghadapi pandemi. Timbulnya distorsi penilaian disebabkan data 'kemarin' mengenai kematian kiranya cukuplah kali ini menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan indikator kematian.

Tingkat kematian di dunia terdata pada 9 Agustus 2021, pukul 14.18 GMT, ialah 2,12%. Tingkat kematian di Britania Raya (UK), negara penganut kebijakan lockdown, ialah 2,15%. Dia berada di sekitar angka kedukaan dunia.

Namun, di Swedia, penganut tercapainya kekebalan komunal secara alami, tingkat kematiannya 1,32%, jauh di bawah tingkat kematian di dunia.

Pada hari dan jam yang sama Worldometers mencatat tingkat kematian Indonesia 2,94%. Bukan hal yang menggembirakan karena di atas tingkat kematian di dunia, tetapi juga bukan kenyataan yang buruk bagi suatu negara yang mengambil kebijakan di tengah-tengah, di antara Swedia dan Britania Raya, yang serentak melaksanakan kebijakan prokesehatan publik dan prokesehatan ekonomi.

Bandingkanlah dengan Meksiko; kendati jumlah kasus lebih rendah, tingkat kematian 8,22%, hampir empat kali tingkat kematian dunia.

Pertimbangan manusia ialah pertimbangan yang mudah terkena dua perkara, yaitu bias dan noise. Prasangka dan gaduh. Itu kata ahli. Tidak mudah bagi pemerintah untuk menarik keputusan mereka. Juga tidak mudah untuk mengumumkan keputusan yang kemajuannya terbatas. Kendati sebuah keputusan diambil setelah melalui pengkajian kepublikan 360 derajat, keputusan itu kiranya tetap mudah kena kegaduhan.

Suatu hari di masa pandemi, Presiden Meksiko Manuel Lopez Obrador dikritik. Di dalam kunjungan kerjanya dia tetap cipika cipiki, seakan tiada pandemi di negerinya. Sikap ialah segalanya tak ditunjukkan sang presiden. Dia patut menuai kegaduhan. Sebaliknya, kita di sini. Prokes tak lekang dari Presiden Jokowi. Orang menunggu dia sendiri berbaju batik mengumumkan keadaan bertambah baik ataupun bertambah buruk akibat ulah kita yang tidak berdisiplin dan ulah korona yang sadis dan kurang ajar. Namun, kenapa bukan Presiden yang tampil semalam?



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima