Ngeyel Permanen

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
16/6/2021 05:00
Ngeyel Permanen
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI.Ebet)

BANGSA kita punya julukan yang seimbang. Bung Karno dalam berbagai kesempatan menyebut kita sebagai 'bangsa besar', 'bangsa kuat', yang kalau jatuh segera bangkit lagi atau up and down. Kita, tegas Proklamator itu, bukanlah bangsa Uttara Kuru sebagaimana ditulis dalam epos Mahabarata. Uttara Kuru ialah bangsa yang teramat tenang, tak ada gejolak, tak ada dinamika. 

Tapi, dalam pandangan peraih Nobel ekonomi Karl Gunnar Myrdal, kita masuk bangsa yang lembek, alias soft state. Ciri-cirinya menggampangkan keadaan, korup, tidak disiplin, aturan tidak dijalankan dengan tegas dan keras. Dalam beberapa hal, bangsa lembek itu kerap menjadi epigon, alih-alih menjadi inovator.

Karena lembek tersebut, Louis Kraar, seorang pengamat politik negara-negara industri baru di Asia Timur, pada 1998 sudah meramalkan bahwa Indonesia dalam jangka waktu 20 tahun akan menjadi 'halaman belakang' Asia Timur. Indonesia bakal ditinggalkan negara-negara tetangganya yang berkembang. Munculnya pandemi, ditambah dengan berbagai musibah yang sedang kita alami, membuat ramalan Kraar mendekati kenyataan.

Lalu, apa hubungan berbagai julukan tersebut dengan kenyataan kekinian? Tanpa bermaksud menggencarkan pesimisme, tulisan ini kembali mengajak Anda untuk mengedepankan evaluasi berbasiskan kenyataan bahwa masih ada lapisan anak bangsa ini yang bersifat lembek. Ada yang tak henti-hentinya menyalakan harapan lazimnya 'bangsa besar', tapi masih adanya 'kaum ngeyel' membuat harapan itu tak bisa cepat diwujudkan.

Kalau kita saksikan apa yang terjadi di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, misalnya, kita melihat potret getir bagaimana kengeyelan saat libur Lebaran 2021, berujung petaka ledakan kasus covid-19. Lonjakan kasus covid-19 secara eksponensial tak terkendali sejak sepekan setelah Idul Fitri. Longgarnya protokol kesehatan jadi bom waktu yang meledak saat warga kian abai dan meremehkan pandemi.

Gambaran kengeyelan itu dilukiskani Arifin, Kepala Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. ”Protokol kesehatan digampangkan warga. Seminggu terakhir ini (pekan lalu), ada 25 orang positif covid-19 dan lima di antaranya meninggal. Kami kesusahan mengedukasi warga dan butuh bantuan satgas kabupaten,” ujar Arifin.

Menurut dia, banyak warga terpengaruh informasi-informasi yang beredar liar di media sosial dan aplikasi percakapan di ponsel.

Warga umumnya berasumsi jika orang sakit dibawa ke rumah sakit pasti bakal 'dicovidkan'. Mereka juga tidak mau dites usap karena diyakini hasilnya pasti positif covid-19. Akhirnya,  warga memilih tetap di rumah dan menangani sendiri gejala-gejala yang ada, dengan membeli obat-obat di warung.

Kebanyakan mereka sulit diberi tahu, bahkan tak jarang mesti berdebat panjang. Beberapa di antaranya akhirnya menerima dan menyadari covid-19 itu memang nyata, tetapi harus merasakan terkena dulu. Menurut data Pemerintah Kabupaten Kudus, sebelum Lebaran, kasus aktif tertinggi di Kudus yakni 499 kejadian, tercatat pada 18 Januari 2021. Saat itu, tren kenaikan juga sedang terjadi di daerah lain, baik di Jateng maupun nasional. 

Kemudian, secara perlahan kasus covid-19 di Kudus menurun hingga menyentuh titik terendah, yakni 60 kasus aktif pada 11 April 2021. Sayangnya, penurunan kasus dan dimulainya program vaksinasi, justru membuat warga mengabaikan protokol kesehatan karena situasi dinilai aman. Gotong-royong lewat gerakan Jogo Tonggo alias saling menjaga lingkungan sekitar, kian mengendur.

Kendati ada larangan mudik dari pemerintah pusat, pergerakan orang di sekitar Kudus serta sejumlah kabupaten di sekitarnya tak terhindarkan. Begitu juga saling kunjung antartetangga saat Bakda Kupat (Lebaran Ketupat) di hari ketujuh bulan Syawal dan ziarah makam plus halalbihalal yang riskan akan penularan covid-19 jika protokol kesehatan tak diterapkan, membuat ledakan kasus kian nyata. Kendati jumlah pengunjung ziarah telah dibatasi, misalnya, pergerakan massa sulit terbendung. Pengawasan agar tidak terjadi kerumunan dan diterapkannya protokol kesehatan tak berjalan optimal.

Dampaknya, sejumlah kluster keluarga atau rumah tangga di Kudus pun bermunculan. Bahkan muncul varian delta dari India, yang tingkat penyebarannya supercepat. Keterisian tempat tidur ruang isolasi dan ruang perawatan intensif terus meningkat. Lonjakan kasus tak berhenti. Apabila sebelumnya hanya 100-150 kasus aktif, pada 20 Mei terdapat 307 kasus aktif di Kudus. Angka pun terus melonjak hingga terdapat 1.764 kasus aktif, pekan lalu, atau tertinggi di Jateng. 

Penambahan kasus positif harian meningkat dari 121 positif kasus per hari pada 24 Mei menjadi 360 kasus positif per hari pada 7 Juni. Begitulah harga sangat mahal yang harus dibayar akibat terus-menerus mempertahankan kengeyelan. Beragam kearifan sebagai bangsa seperti tak menemukan jejaknya saat pandemi.

Gejala 'ngeyel permanen' ini bukan cuma monopoli Kudus. Di berbagai tempat di Tanah Air, sikap serupa masih juga ditemui. Apalagi, data BNPB bulan lalu menunjukkan masih ada sekitar 17% masyarakat tak percaya covid-19. Kita ingin mematahkan pernyataan Gunnar Myrdal, juga prediksi Louis Kraar. Kita ingin pernyataan Bung Karno lah yang benar. Tapi, kalau ngeyel terus dipelihara, kapan ungkapan Sang Proklamator itu jadi kenyataan?



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima