Berpacu Melawan Terorisme

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
03/4/2021 05:00
Berpacu Melawan Terorisme
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SEABAD yang silam, sejarawan sekaligus penulis fiksi ilmiah asal Inggris, Herbert George Wells, telah 'menujum' munculnya pertarungan dalam sejarah manusia. Lewat buku The Outline of History, ia menulis kalimat masyhur: Human history becomes more and more a race between education and catastrophe (sejarah manusia kian menjadi ajang perlombaan antara pendidikan dan malapetaka).

Saat pendidikan bekerja sekuat tenaga, ada saja yang merusaknya dengan melahirkan malapetaka. Ketika 'tangan-tangan' pendidikan tengah memupuk generasi, sang perusak datang silih berganti laiknya tunas-tunas baru yang dipersiapkan setelah induknya mati.

Seperti itu pula gambaran arena adu cepat penganjur toleransi, program deradikalisasi, juga suara riuh pengutuk teror dengan para penebar kebencian, pendidik jihad palsu, serta perusak mental milenial. Bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan aksi seorang teroris menembaki polisi di Markas Besar Polri ialah bentuk nyata bahwa arena seperti gambaran HG Wells itu memang ada.

Karena itu, kutukan terhadap perilaku 'jihad' sesat tersebut tidak cukup. Kutukan umumnya berusia pendek, sedangkan para teroris selalu menanamkan ingatan jahat di pikiran orang-orang dari zaman ke zaman, pula lintas generasi dan lintas gender. Dua aksi kejahatan kemanusiaan terakhir dilakukan dua perempuan, dua-duanya berusia di kisaran 25-an tahun.

Jika pendidikan kerap mendapat halangan saat kemiskinan materi terjadi, terorisme justru tumbuh subur di lahan kemiskinan. Kemiskinan material bisa mendekatkan seseorang pada kekufuran dan kegelapan.

Kemiskinan material, apatah lagi kemiskinan struktural, melahirkan mental yang rapuh. Dalam kerapuhan mental itulah terorisme bekerja. Mental yang rapuh melahirkan sikap yang kerdil, sempit nalar, walhasil menciptakan manusia 'bersumbu pendek'.

Seluruh ruang jiwa mereka disesaki klaim kebenaran dan terlalu sempit untuk bisa menerima perbedaan. Kehadiran yang berbeda dipandang dengan kecurigaan permusuhan yang harus disingkirkan dengan pengucilan, penyerangan, bahkan pemusnahan.

Dalam kekerdilan mental, orang juga akan menutup sisi positif pengalaman hidupnya. Ia akan mengutuki masa lalu, tak bisa melihat kebaikan hari ini. Karena tak bisa melihat kebaikan hari ini, dalam benaknya juga tak ada harapan kebahagiaan hidup mendatang di dunia.

Karena itu, dalam 'dunia tanpa harapan kebahagiaan' itulah, ia berharap bisa meraih kebahagiaan di akhirat dengan segera mengakhiri hidupnya: bunuh diri dengan embel-embel jihad. Orang bermental kerdil memang berani mati, tapi ia takut hidup. Dalam doktrin terorisme, mereka mati untuk menjemput kebahagiaan 'sejati', yakni surga, dengan jalan pintas.

Padahal, tak ada jalan pintas menuju surga. Dalam ajaran agama Islam, misalnya, janji surgawi hanya bisa diraih lewat keberanian hidup, beramal kebajikan, menjadi khairunnas anfauhum linnas (sebaik-baik manusia dengan cara menjadi yang bermanfaat bagi manusia lainnya), mengatasi rintangan dan tantangan zaman.

Kebencian terhadap perbedaan dan jalan pintas menuju surga tadi menyatu dalam aksi teror bom bunuh diri. Mereka meneriakkan kredo 'hidup mulia atau mati syahid'. Namun, faktanya, 'hidup tak mulia, mati pun sia-sia karena menghadirkan malapetaka'.

Kebencian pada hidup membuatnya tak bisa menemukan hidup mulia, sedangkan cara mengakhiri hidup dengan bom bunuh diri juga bukan syahid karena kesyahidan sejati mewariskan kebaikan bagi manusia lainnya. Mati karena berjuang untuk negara melawan penjajah ialah syahid karena ia melahirkan jembatan emas, yakni kemerdekaan negara.

Betapa pun kita benci terorisme, sekali lagi, solusinya tidak cukup sekadar kutukan. Kita perlu menumpas akar terorisme dengan meningkatkan kualitas dan kecerdasan hidup secara berkeadilan.

Sumber-sumber yang memicu kian dekatnya orang pada kekufuran, seperti kemiskinan material, kemiskinan struktural, kemiskinan mental, dan kemiskinan literasi harus diakhiri. Perlombaan harus dimenangi pendidikan agar malapetaka bisa kita enyahkan.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima