Perwakilan Ular

Gaudensius Suhardi, Dewan Redaksi Media Group
06/7/2020 05:00
Perwakilan Ular
(MI/EBET)

“LIDAH lebih tajam dari pedang. Karena itu, jangan omong sembarangan, bikin luka dan sengsara. Mendingan diam karena diam itu emas. Sebab, hanya tong kosong yang nyaring bunyinya,” tulis Mahbub Djunaidi dalam kolomnya Sekitar Peran Mulut.

Eloknya para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari pusat sampai daerah mampu menjaga dan merawat lidah sebab lidah mereka menjadi sumber penyalahgunaan kekuasaan, abuse of power.

Penyalahgunaan kekuasaan oleh anggota DPR ditulis Subarto Zaini dalam buku Leadership in Action. “Saya banyak mendengar tentang kritik dan kata-kata kasar di luar batas kesopanan yang dilakukan anggota DPR bukan hanya terjadi kali ini. Banyak pejabat, baik dirjen maupun direksi BMUN, bahkan menteri sekalipun menjadi bulan-bulanan anggota DPR.”

Subarto Zaini membeber drama yang terjadi dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dan direksi PT Pertamina, Selasa, 10 Februari 2009. Dalam rapat tersebut, seorang anggota DPR menyampaikan kritik dan menggugat direksi Pertamina dengan bahasa yang arogan, kasar, tidak sopan, tanpa tata krama.

Buku ini menganalisis tindakan anggota DPR di luar adab kesopanan dan tata krama. Di antaranya banyak anggota DPR yang tidak memiliki kompetensi yang cukup untuk dapat berdialog dengan pejabat pemerintah secara bermartabat.

Karena tidak memiliki kompetensi, untuk menunjukkan supremasinya, anggota DPR harus melakukan cara yang garang dan kasar. Mereka ingin memamerkan bahwa mereka lebih berkuasa dalam forum dengar pendapat ketimbang pejabat pemerintah. 

Persoalan kompetensi terulang dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Holding Industri Pertambangan BUMN, MIND ID, Selasa (30/6).  Dalam rapat itu terjadi insiden pengusiran Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak oleh anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir. Pengusiran itu disertai sumpah serapah, “Kurang ajar Anda!”

Pangkal kemarahan sederhana, dikira berutang di pasar modal itu menggadaikan aset. “Dipikir berutang itu pasti pakai jaminan sehingga berisiko jaminannya nanti disita. Ada salah paham tentang konsep di pasar modal, memang belum banyak orang paham,” komentar Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee.

Seusai marah-marah, rapat diskors, dan Nasir langsung pergi. Ia tidak berada di ruang pada saat rapat dilanjutkan lagi. Pada saat itulah sejumlah anggota DPR lainnya meminta dilibatkan dalam penyerahan program tanggung jawab sosial perusahaan.

Tabiat anggota DPR habis bertanya langsung kabur itulah yang memicu kekecewaan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Kekecewaan itu ia tumpahkan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada Kamis (11/6).

“Kita saling menghormatilah. Bisa enggak? Kalau mau benar-benar bicara yang baik, kalau habis ngomong panjang, ya jangan ditinggal pergi. Ini rapat resmi. Rapat lembaga negara. Semua pejabat negara dan lembaga negara punya etika,” kata Muhadjir. 

DPR punya kode etik yang wajib dipatuhi setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR. Kode etik menyatakan bahwa selama rapat berlangsung setiap anggota bersikap sopan santun, bersungguh-sungguh menjaga ketertiban, dan mematuhi segala tata cara rapat.

Tanpa dituntun kode etik, anggota DPR berpotensi menjadi apa yang dikatakan Aldous Huxley sebagai pedagang politik. Lembaga DPR pun dijadikan sebagai medan transaksi dan komersialisasi politik. Tidak hanya kode etik, anggota DPR juga dituntun sumpah/janji yang sudah diucapkan.

Sumpah sudah diucapkan, kode etik menjadi penuntun, tapi mengapa anggota DPR yang tugasnya itu bersidang dan berbicara tetap tidak mampu menjaga lidah? Sampailah kita pada konsep Immanuel Kant, bahwa ada dua watak binatang terselip di setiap insan politik, merpati dan ular.

Artikel Etika dan Moralitas Politik Anggota Dewan yang ditulis Nur Rohim Yunus menarik. Menjabarkan konsep Kant, ia menulis bahwa politisi memiliki watak merpati yang lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Namun, ia juga punya watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya memangsa merpati. Celakanya, yang sering menonjol dalam diri politisi ialah sisi ular ketimbang watak merpati.

Sisi ular itulah yang bisa disimpulkan dari seorang pimpinan DPRD di sebuah daerah yang mengandalkan otot daripada otak pada saat bereaksi atas postingan seorang mahasiswa. Tanpa risih ia menumpahkan semua caci maki dan kata-kata tak patut diucapkan.
 
Saatnya politisi di lembaga perwakilan dari pusat sampai daerah menampilkan watak merpati. Saatnya pula berhenti membenci dan mulai menebar kasih, sebab kata Goethe, “Kita dibentuk dan dituntun oleh apa yang kita cintai.” Karena itu, para wakil rakyat harus mampu dan mau mengendalikan watak ularnya agar tidak menjelma menjadi perwakilan ular.



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima