Memurnikan Dokter

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media group
23/4/2020 05:30
Memurnikan Dokter
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media group(MI/Ebet)

PROFESI dokter pernah dianggap mulia karena terkandung tugas suci di dalamnya. Imhetop sang dokter pertama yang dikenal dalam sejarah dianggap sebagai Tuhan oleh rakyat Mesir.

Waktu terus berjalan. Zaman keemasan dokter terkikis pada pertengahan abad ke-19. Status sosial dan peran suci dokter mulai mendapat ancaman.

Ancaman itu datang dari pengobatan alternatif yang dipraktikkan dukun, tabib, dan paranormal. Gema ancaman kian bergaung seirama dengan munculnya teori baru dalam bidang medis. Teori itu menyebutkan penyakit tidak saja disebabkan hal-hal ilmiah, tetapi juga oleh hal-hal nonilmiah termasuk supranatural.

Pergeseran peran profesi dokter yang disebutkan di atas bisa dibaca dalam buku yang ditulis dr Iqbal Mochtar berjudul Dokter juga Manusia. Ada bagian dalam buku itu yang menyoroti pergeseran sangat jauh profesi ini menjadi komersial. Pasien bukan lagi objek mengumpulkan amal, melainkan pundi uang.

Kiranya tidak berlebihan untuk menyebutkan pandemi covid-19 menjadi momentum memurnikan profesi dokter. Jujur dikatakan bahwa dokter, bersama tenaga kesehatan lainnya, berada di garis terdepan. Mereka harus bergulat dengan penyakit yang belum ada obatnya ini dengan alat pengaman diri seadanya.

Bayang-bayang kematian pasien dan ketakutan tertular terus menghantui para dokter. Sudah ada yang terpapar covid-19, bahkan ada di antara mereka yang meninggal. Dalam profesi itu bersemayam trust, kredibilitas, dan respek.

Pandemi covid-19 sekaligus meneguhkan bahwa hanya profesi dokter yang mampu menyelamatkan nyawa pasien. Bukan dukun, tabib, dan paranormal. Belum ada pasien covid-19 mendatangi pengobatan alternatif yang buka praktik di mana-mana.

Tugas berat negara pascacovid-19 ialah terus merawat dan menyalakan kemurnian profesi dokter sehingga tidak liar menjadi komersial. Karena itu, negara harus memastikan dua undang-undang terkait dokter tetap tegak lurus.

Pertama, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Tujuan pendidikan kedokteran ialah menghasilkan dokter dan dokter gigi berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya menolong, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, dan berorientasi pada keselamatan pasien.

Kedua, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien; mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter dan dokter gigi; dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Sialnya, fakta empiris ialah menjadi dokter, dan seterusnya dokter spesialis, bahkan superspesialis, terang memerlukan investasi, membutuhkan uang tidak sedikit. Menjadi dokter bukan lagi semata panggilan untuk menyelamatkan dan memperkaya kehidupan dan kemanusiaan, melainkan juga sebuah perhitungan perihal return on investment.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai universitas swasta, biaya pendidikan sampai tamat sarjana bisa mencapai sekitar Rp750 juta. Belum lagi pendidikan lanjutan untuk mengambil spesialis yang butuh biaya selangit.

Setamat dari pendidikan, dokter bicara modal kembali. Caranya, dokter tidak cukup praktik di satu tempat, di satu rumah sakit. Makin langka keahlian, makin populer reputasi, dokter itu semakin berpraktik di banyak tempat. Di sini, pasien bukan lagi manusia sakit, melainkan manusia yang menghasilkan pundi-pundi uang untuk mengembalikan modal pendidikan dan ditambah lagi biaya panjat sosial.

Profesi dokter telanjur dianggap menaikkan status sosial alias panjat sosial. Karena itulah, meski berbiaya selangit, anak-anak milenial berlomba-lomba masuk Fakultas Kedokteran. Sekitar 12 ribu dokter dihasilkan setiap tahun.

Jumlah dokter saat ini memang melebihi kebutuhan, tetapi sebarannya timpang. Kekurangan dokter terjadi di wilayah, seperti NTT, Papua, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Banyak menumpuk di kota besar, Jakarta, Medan, dan lainnya.

Dokter menumpuk di kota-kota besar untuk mencari uang. Seorang dokter bisa berpraktik di banyak tempat. Ia hilir mudik, dari pagi hingga malam, sehingga praktis tidak bisa lagi memberikan pelayanan terbaik kepada setiap pasiennya. Tidak punya waktu membaca literatur terkini. Lebih konyol lagi, dokter cenderung kehilangan kemampuan mendengarkan keluhan pasien, buat diagnosis tergesa-gesa, timbullah malapraktik.

Saatnya negara mengintervensi pendidikan kedokteran dengan menggelontorkan uang agar biaya pendidikan menjadi murah. Rakyat merindukan dokter yang tetap setia mengemban tugas suci kemanusiaan.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima