Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
INI pernyataan sensasional. Demokrasi kita menyimpan krisis tersembunyi. Dia sesewaktu bisa meletus. Apa buktinya?
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin hasil pilihan rakyat dengan partisipasi pemilih 81%. Akan tetapi, pelantikan mereka perlu dikawal 31.000 personel gabungan Polri dan TNI.
Sebelumnya pelantikan 575 anggota DPR, yang juga hasil pilihan rakyat, perlu dikawal 16.400 personel Polri dan 7.800 personel TNI. Jelas sekali negara bersiap menggunakan otoritas penegakan keamanan dan ketertiban dengan kekerasan yang dimilikinya secara sah untuk mengawal hasil pilihan rakyatnya sendiri.
Yang 'paling lunak' ditunjukkan melalui pengaturan lalu lintas di Jalan Gatot Subroto yang melibatkan 195 personel. Yang tampak 'keras' gulungan berlapis-lapis kawat berduri dan pasukan bersenjata. Yang paling tegas, dalam rangka pelantikan presiden-wakil presiden hasil pilihan rakyat, Polri tidak memberi izin kepada siapa pun untuk berdemonstrasi.
Apakah Polri tidak tahu bahwa demonstrasi hak untuk mengekspresikan pendapat? Polri tahu benar, seperti Polri tahu benar bedanya 'tertib' dan 'anarkistis'.
Demikianlah dengan wajah yang satu kita bergembira pelantikan presiden dan wakil presiden berjalan lancar di bawah pengawalan 'senjata keras'. Dengan wajah yang lain kita sepatutnya prihatin demokrasi kita menyimpan krisis tersembunyi yang rasanya membutuhkan 'senjata lunak' untuk menyelesaikannya.
Senjata lunak itu ialah elite negara membuka pandangan yang lebih jauh. Memenangi pemilu tidak berarti telah memenangkan hati rakyat. Pilpres telah membelah suara rakyat yang 'dikomporin' elite. Karena itu elite perlu diurus sesama elite.
Urusan sesama elite itu antara lain dibahasakan 'berkeringat' dan 'tidak berkeringat' dalam pilpres. Apakah yang tidak berkeringat dalam pilpres harus ditepikan dari kekuasaan demi tegaknya checks and balances?
Biarlah oposisi tetap menjadi oposisi. Sejujurnya saya penganut paham tersebut. Akan tetapi, senyatanya demokrasi kita menyimpan krisis tersembunyi yang sesewaktu dapat meletus.
Maka 'berkeringat' dan 'tidak berkeringat' kiranya bukan kearifan yang tahan uji. Dia neraca 'laba rugi'. Mencukupkan koalisi rupanya dipandang masih mempersempit diri dalam menegakkan pemerintahan yang lebih kuat dan stabil. Lagi pula yang keras beroposisi mulai capek dan berdarah-darah berada di luar kabinet.
Elite bertemu elite dan rakyat bertemu rakyat (maaf, elite belum tentu bertemu rakyat), 'nyambung' dalam satu substansi konstitusi, yakni memperkuat sistem presidensial dengan menghormati hak prerogatif presiden. Memilih Jokowi atau memilih Prabowo urusan 'kemarin'. Menyusun kabinet urusan 'sekarang', urusan Presiden Jokowi, presiden terpilih yang telah dilantik.
Jokowi juga presidennya Prabowo. Jokowi juga presiden seluruh pendukung dan pengikut Prabowo. Presiden punya tanggung jawab membuat polarisasi menjadi moderat. Elite penentu seyogianya ikut berperan.
Maka saya pun harus belajar untuk tidak terheran-heran bila kabinet yang merupakan produk hak prerogatif presiden itu sarat kebajikan politik untuk 'menetralkan lawan', tepatnya untuk menciptakan dukungan publik yang lebih luas demi pemerintahan yang lebih kuat. Bukan untuk 'menjinakkan lawan', apalagi untuk 'menaklukkan lawan'.
Kepada mereka yang duduk di kabinet, siapa pun mereka, apa pun partai dan asal usulnya, kiranya mereka benar-benar menjalankan tuntutan publik dan benar-benar bertanggung jawab sebagai pengelola negara.
Duduk di kabinet ialah turut berkuasa. Berkuasa bisa cepat lupa diri dalam segala hal. Sahabat sejati berani menjewer sahabat yang lupa diri. Diri sejati lebih dulu menjewer diri sendiri sebelum menjewer orang lain. Yang terbaik ialah di kabinet Jokowi jilid 2 tidak ada jewer-jeweran karena tidak ada menteri yang lupa diri.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved