Adu Ketajaman Mulut

Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
29/10/2018 05:30
Adu Ketajaman Mulut
()

BERDEBAT di ruang publik dalam konteks pemilihan presiden seperti kian menjadi penting. Seperti kian menjadi penting, padahal senyatanya tidak benar-benar penting karena kebanyakan rakyat yang punya hak pilih tidak menonton debat.

Berdebat sedikitnya mengandalkan dua hal pokok, yaitu mulut dan otak. Ekspresinya bermacam-macam. Pertama, yang mulutnya tajam dan pikirannya pun tajam.

Kedua, pendebat yang mulutnya tajam, tetapi pikirannya majal. Ini pendebat yang percaya betul dengan mulutnya jika dibandingkan dengan otaknya.

Ketiga, yang mulutnya biasa saja, tapi pikirannya tajam. Ini pendebat yang percaya betul dengan otaknya, tapi kurang memikat karena cenderung bicara datar.

Keempat, yang mulutnya tajam, pikirannya biasa saja. Mulutnya bisa memukau, sekalipun isinya pas-pasan.

Tentu saja, ragam pendebat dapat diperpanjang bila bahasa tubuh dimasukkan sebagai faktor yang turut bermain. Bayangkanlah kehebohan debat di televisi bila para pendebat saling membela calon presiden yang diusungnya dengan bahasa tubuh bagaikan di panggung sandiwara. Bahkan, sekalipun jarang, terkesan seperti berada di panggung tinju.

Yang hendak digarisbawahi ialah perihal pendebat yang mengandalkan ketajaman mulut, terlebih tiada disertai ketajaman pikiran. Lebih banyak adu mulut ketimbang adu gagasan.

Adu tajam-tajaman mulut berkemungkinan besar menaikkan temperatur. Debat menjadi panas. Di dalam hati yang panas rasio cenderung terlupakan.

Terlepas apakah debat publik berpengaruh atau tidak bagi pengambilan keputusan di bilik suara, kiranya debat publik dapat dimanfaatkan sebagai forum pendidikan politik bagi pemirsa yang menontonnya. Eksplisit di sini disebut pemirsa karena debat yang mengandalkan ketajaman mulut menonjol muncul di televisi.

Pendidikan kepublikan terutama dituntut memberikan pencerahan. Pencerahan kepublikan kian bertambah penting dan relevan di tengah banjir informasi yang tidak terpisahkan dengan banjir hoaks, banjir misinformasi.

Apa yang dicerahkan dalam debat publik? Jawabnya, yang suram, yang buram, bahkan yang bohong di ruang publik.

Juru debat atau juru bicara calon presiden kiranya bukan mesin, bukan robot politik yang hanya mengenal satu kata 'pokoknya'. Mereka orang-orang bermartabat, yaitu 'guru-guru' politik kepublikan (bedakan dengan pengajar) yang turut mencerahkan cakrawala anak bangsa. Di dalam banjir informasi yang juga berisi banjir misinformasi, banjir hoaks, sang guru menunjukkan mana informasi yang penting, mana yang tidak penting, mana yang benar, dan mana yang bohong.

Pencerahan demikian itu tidak terwujud bila yang dominan terjadi dalam debat publik ialah ketajaman mulut. Inilah mulut yang bahkan berani mengarang data.

Adu ketajaman mulut jelas menciptakan kegaduhan, kebisingan, dan berisik. Ruang publik penuh suara-suara sumbang yang dapat menyempitkan dan mengeruhkan hati dan pikiran.

Akan tetapi, orang waras tidak perlu terlalu risau dengan tontonan debat publik yang mengandung penyempitan dan pengeruhan itu. Ambillah remote control, lalu pencet ganti saluran televisi. Gunakanlah kebebasan dan kecerdasan menonton televisi dengan praktis dan bijaksana. Habis perkara.

Pemilu presiden jelas memilih pemimpin bangsa dan negara untuk kita semua. Debat publik dalam konteks pemilihan presiden diharapkan memberi potret besar tentang lima tahun ke depan sejak hari pencoblosan 17 April 2019.

Memberikan potret besar alias pencerahan, bukan potret tetelan atau kenyinyiran tentang hari kemarin yang dilontarkan dengan ketajaman mulut.

 



Berita Lainnya
  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima