Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KETUA Bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Barat (Jabar) KH Utawijaya Kusumah menyayangkan terjadinya fenomena ujaran kebencian dan provokasi di tengah masyarakat Indonesia yang berlindung di bawah kebebasan sebagai negara demokrasi.
Menurutnya, hal itu terjadi akibat degradasi rasa syukur sebagai anak bangsa sehingga mereka menyalahgunakan kebebasan di negara demokrasi menjadi kebebasan liar, bukan kebebasan yang bertanggung jawab.
"Akibat hilangnya rasa syukur ini, mereka memanfaatkan kebebasan sebagai negara demokrasi, tetapi cenderung sebagai kebebasan yang liar, bukan kebebasan yang bertanggung jawab," ujar Utawijaya Kusumah seperti dikutip Antara di Jakarta, Sabtu (16/1).
Lebih lanjut, Utawijaya mengatakan fenomena ujaran kebencian dan provokasi tidak terlepas dari kondisi ketika peraturan perundang-undangan yang ada sering dinafikan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian, kata dia, fenomena saling lapor, saling tuduh, dan saling gugat semakin mudah dijumpai.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Utawijaya mengimbau masyarakat memiliki kesadaran untuk menahan diri dan tidak mudah terpengaruh ujaran kebencian melalui dua tindakan.
"Pertama adalah bagaimana melakukan satu upaya jangan menjadi 'sumbu pendek', sedikit-sedikit marah. Yang kedua, negara ini dipimpin oleh pemerintahan yang perlu diikuti. Kalau ada yang kurang, ya didiskusikan, kita bicarakan, kita musyawarahkan sesuai dengan dasar negara kita, yaitu Pancasila. Ada musyawarah. Nah, itu kan kita jadi pemaaf," ujarnya.
Di samping itu, pendiri Forum Pondok Pesantren (FPP) ini pun memandang maraknya ujaran kebencian ikut pula dipengaruhi faktor kepentingan terselubung sehingga negara diwajibkan belajar dari pengalaman masa lalu, yaitu Kerajaan Majapahit.
Baca juga: Pelaku Vandalisme di TPT Siliwangi Bandung Masih Dicari
"Negara harus belajar dari sejarah masa lalu Majapahit di mana bangsa Indonesia bisa berjaya di dunia dengan tri tantu, yakni tata salira, tata negara dan tata buana. Ketiganya saling berkaitan," kata Utawijaya.
Ia menjelaskan tata salira berkaitan dengan penataan kesejahteraan lahir batin warga negara. Lalu, tata negara berkaitan dengan ratusan suku bangsa yang bersatu dalam NKRI sehingga harus menjadi kekuatan yang patut disyukuri.
Berikutnya, tata buana adalah menjaga hubungan baik dengan Tuhan serta hubungan dengan manusia dan alam yang perlu untuk saling menghormati. "Pembelajaran dari masa lalu inilah yang berguna untuk menyongsong Indonesia Emas 2045," tegasnya.
Selanjutnya, Utawijaya juga mengatakan pemerintah memiliki 3 peran dalam menghadapi fenomena ujaran kebencian. Pertama ialah sosialisasi terhadap seluruh komponen masyarakat bahwa Indonesia memiliki undang-undang tentang ujaran kebencian sehingga jika dilakukan, akan ada hukumannya.
"Kedua adalah pembinaan, yaitu melakukan pembinaan terhadap elemen organisasi masyarakat (ormas) sebagaimana ormas sendiri memiliki massa yang dapat digerakkan dan disadarkan terkait bahaya ujaran kebencian," lanjutnya.
Kemudian yang ketiga, bimbingan untuk mereka yang sudah mengujarkan kebencian agar tidak memengaruhi orang lain untuk ikut melakukan kesalahan yang sama.
Utawijaya pun mengajak para tokoh agama untuk bekerja sama membangun negara tanpa ujaran kebencian dan mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan tabayyun atau meneliti informasi yang diterima.
Dengan demikian, ujar dia, masyarakat tidak terjerumus pada ujaran kebencian dan provokasi yang justru dapat merusak persatuan dan keutuhan bangsa. (Ant/S-2)
KUALITAS demokrasi di Indonesia merosot cukup drastis, salah satunya karena kecenderungan intervensi terhadap gerakan islamisme di Indonesia.
SEKOLAH Demokrasi dan INDEF School of Political Economy merupakan momen spesial karena menggabungkan lembaga pemikir, akademisi, dan forum jurnalis di Indonesia dan Belanda.
Aksi demo mahasiswa mengkritik 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi di Patung Kuda Arjuna Wijaya berakhir ricuh dan dibubarkan paksa oleh kepolisian
Mantan Presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri dinilai konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) untuk keperluan data pemilih di Suku Anak Dalam, Jambi, Rabu (17/7).
Universitas Nusa Cendana dianggap paling menarik dan terpilih menjadi role model untuk implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Perpanjangan Operasi Madago Raya merupakan upaya Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Sulteng.
Komnas Perempuan menyayangkan keberadaan aparatur pemerintah dan penegak hukum namun terindikasi justru semakin memperkeruh keadaan dan tidak menerima penjelasan korban.
SEBANYAK 700 warga Gading Nias Residences bergabung dalam kegiatan halal bihalal yang diselenggarakan untuk menjalin hubungan yang erat dan penuh semangat.
Tampaknya, toleransi antarumat beragama di tengah kemajemukan masyarakat yang sangat kompleks di Tanah Air mendapat rekognisi dari Jerman.
Tak hanya warga beragama Kristen (Protestan dan Kotolik), tetapi umat Muslim (Islam), Hindu, dan Buddha pun berbaur membantu kesuksesan hari raya tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved