Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Trump Melakukan Kunjungan Singkat Ke Irak

Tesa Oktiana Surbakti
27/12/2018 14:00
Trump Melakukan Kunjungan Singkat Ke Irak
(SAUL LOEB/AFP)

DONALD Trump melakukan kunjungan singkat ke Irak, yang merupakan kali pertama sejak terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Kunjungan ke zona konflik menunjukkan komitmen penarikan pasukan militer, sekaligus menyatakan berakhirnya peran AS sebagai polisi global.

Didampingi istrinya, Melania Trump, dia mendarat di Pangkalan Udara Al-Asad, Irak Barat, sekitar pukul 7.16 malam waktu setempat. 

Trump menjalani penerbangan yang disebutnya penuh kerahasiaan dan tekanan melalui pesawat Air Force One yang gelap gulita. Menurut Trump, penerbangan ke Irak berbeda dari pengalamannya sejauh ini.

"Kami harus melalui penerbangan yang gelap gulita. Semua jendela tertutup, tanpa cahaya," ungkap Trump.

Begitu sampai di lokasi, Trump menemui sekitar 100 personel pasukan militer yang sebagian besar merupakan pasukan khusus. Dia pun mengadakan pertemuan terpisah dengan para pemimpin militer, sebelum akhirnya pergi dalam beberapa jam kemudian. 

Sementara itu, agenda pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Irak, Adel Abdel Mahdi, terpaksa dibatalkan. Selanjutnya, kedua pemimpin negara berkomunikasi melalui panggilan telepon.

Juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengungkapkan dalam panggilan tersebut, Trump sempat mengundang Abdel Mahdi mengunjungi Washington. Dalam video yang dipublikasikan Gedung Putih, Trump terlihat tersenyum saat berjabat dengan personel yang berpakaian kamuflase. Dia kemudian membubuhkan tanda tangan, dan berfoto di pangkalan militer Irak.

Kunjungan Presiden AS ke zona perang untuk menemui pasukan AS, menjadi tradisi yang berlangsung selama bertahun-tahun, setelah serangan teroris 11 September 2001. Trump menuai banyak kritik lantaran menolak berkunjung dalam dua tahun pertama masa kepresidenannya. 

 

Baca juga: Rusia - Turki Berkoornasi Mengenai Kegiatan di Suriah

 

Akan tetapi, spekulasi terus berkembang bahwa ia akhirnya mengambil keputusan kontroversial untuk menarik pasukan militer AS sepenuhnya di Suriah, dan sebagian di Afghanistan.

Di pangkalan militer Irak, Trump berupaya mempertahankan kebijakan "America first" yang mencakup penarikan diri dari aliansi multinasional. Khususnya mengenai perspektif warga AS bahwa perang di Timur Tengah tidak memiliki akhir. 

"Sangat tidak adil, ketika bebannya ada pada pundak kita. Kami tidak ingin dimanfaatkan lagi oleh negara-negara yang menggunakan kekuatan militer yang luar biasa untuk melindungi mereka. Apalagi mereka tidak membayar untuk itu. Kami berada di negara-negara yang kebanyakan belum banyak dikenal. Terus terang, hal ini sungguh konyol," papar Trump.

Kepada pewarta, Trump mengatakan dirinya menolak permintaan para jenderal untuk memperluas penempatan pasukan di Suriah. Diketahui, sebanyak 2.000 pasukan militer AS yang bergabung dengan pasukan asing lainnya, membantu pejuang lokal memerangi kelompok militan Negara Islam (ISIS). 

"Kamu tidak memiliki waktu lagi. Karena kamu sudah punya cukup waktu," ucap Trump menirukan pernyataannya kepada petinggi militer AS.

Penarikan pasukan militer secara tiba-tiba, memantik polemik yang tercermin dari pengunduran diri Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis. Dalam surat pengunduran dirinya yang disusun dengan kalimat tak biasa, Mattis terkesan mencela kebijakan Trump. Terutama saat dia menekankan pandangannya yang kuat tentang memperlakukan sekutu dengan hormat. 

Dia juga memperjelas mengenai aktor jahat dan pesaing strategis. Tidak berhenti sampai di situ, Trump juga menerima kritik dari Prancis dan negara mitra lainnya. Tokoh senior dari partainya sendiri, Partai Republik, bahkan melemparkan kritik terhadap keputusan Trump.

Kelompok militan Negara Islam (ISIS) yang pernah menguasai sejumlah wilayah di Irak dan Suriah, saat ini tengah bersembunyi. Pada Rabu lalu, Trump menyatakan pihaknya telah melumpuhkan ISIS, meskipun tampaknya dia membentengi taruhannya, seiring meluasnya kritikan mengenai deklarasi kemenangan yang terlalu dini. Apalagi Trump menambahkan bahwa Irak kemungkinan digunakan sebagai pangkalan militer pada masa mendatang. 

"Jika kami ingin melakukan sesuatu di Suriah," tukasnya.

Selain menyoroti peran AS dalam aspek militer dan finansial, Trump mengatakan Turki dan Arab Saudi sepakat untuk mengambil peran di Suriah. Trump juga mengatakan adanya potensi untuk kembali dan memberikan bantuan. 

Di Afghanistan, Trump berencana menarik sekitar setengah dari total 14.000 personel militer yang berjuang dalam perang melawan gerilyawan Taliban. Namun, perang tersebut dinilai menyerupai jalan buntu.

Perjalanan singkat Trump ke Irak tampaknya akan mengakhiri kecaman atas kegagalan Trump dalam menemui pasukan militer di lapangan. Mengingat, dia kerap menggembar-gemborkan dukungan untuk militer saat berkampanye. 

Sikap itu menimbulkan sejumlah gelombang pasang masalah politik dalam negeri, termasuk penutupan pemerintah AS yang disebabkan perselisihan Trump dengan Kongres AS. Dalam hal ini, mengenai anggaran untuk proyek tembok perbatasan AS-Meksiko. Tekanan juga semakin meningkat dari serangkaian penyelidikan kriminal terhadap keuangan Trump dan hubungan dengan Rusia. (AFP/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya