Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ORANG yang diklasifikasikan sebagai kelebihan berat badan meskipun tidak obesitas tidak memiliki risiko kematian yang lebih tinggi. Ini menurut studi baru, Rabu (5/7), yang menggarisbawahi pembatasan indeks massa tubuh (BMI) sebagai metrik medis standar.
Temuan yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE itu muncul saat populasi di negara kaya dan miskin menjadi lebih padat. Di Amerika Serikat, lebih dari 70% orang dewasa dinyatakan kelebihan berat badan atau obesitas.
BMI, yang pertama kali dijelaskan oleh seorang matematikawan Belgia pada abad ke-19, dihitung dengan membagi berat badan seseorang dengan kuadrat tinggi badannya. Hal ini semakin dilihat sebagai instrumen kasar untuk mengukur kesehatan individu.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim terhadap Pangan Tingkatkan Risiko Gagal Panen
Penulis utama, Aayush Visaria, dari Rutgers University mengatakan kepada AFP, "Saya pikir hal nyata yang orang harus dapatkan dari ini yaitu BMI bukanlah indikator kesehatan yang bagus." Mengukur lingkar pinggang atau melakukan jenis pemindaian yang memvisualisasikan kepadatan tulang, lemak tubuh, dan massa otot juga harus digunakan untuk interpretasi lebih holistik.
Memiliki kelebihan lemak masih meningkatkan risiko berbagai kondisi termasuk penyakit jantung, stroke, dan diabetes. "Saya telah melihat pasien dengan BMI yang persis sama, tetapi dengan implikasi metabolisme dan kesehatan yang sangat berbeda. Jadi saya ingin menyelidiki ini lebih lanjut," tambah Visaria, seorang dokter.
Baca juga: Varian Gen terkait Multiple Sclerosis yang Parah Ditemukan
Studi yang lebih lama tentang hubungan antara berat badan dan angka kematian meberikan hasil yang tidak konsisten dan tidak pasti. Sebagian besar hanya berfokus pada orang dewasa kulit putih non-Hispanik.
Dalam karya barunya, Visaria dan rekan penulisnya Soko Setoguchi mengambil data lebih dari 550.000 orang dewasa Amerika dari Survei Wawancara Kesehatan Nasional 1999-2018 dan Indeks Kematian Nasional AS 2019. Mereka menghitung BMI berdasarkan tinggi dan berat badan peserta yang dilaporkan sendiri serta mengumpulkan data tentang demografi, faktor sosial-perilaku seperti merokok dan aktivitas fisik, kondisi kesehatan yang mendasarinya, dan akses ke layanan kesehatan.
Lebih dari 75.000 orang yang termasuk dalam penelitian meninggal selama periode penelitian. Setelah disesuaikan dengan variabel lain, hasilnya menunjukkan bahwa orang dengan BMI antara 25 dan 30, yang tergolong kelebihan berat badan, tidak memiliki peningkatan risiko kematian dibandingkan orang dengan BMI antara 22,5 dan 24,9.
Namun, risiko kematian meningkat tajam di antara orang-orang yang BMI-nya di bawah 20. Mereka yang BMI-nya lebih besar atau sama dengan 30 didefinisikan sebagai obesitas.
Misalnya, seseorang dengan obesitas derajat ketiga didefinisikan sebagai BMI 40 atau lebih, tetapi tidak pernah merokok dan tidak punya riwayat penyakit kardiovaskular atau kanker nonkulit, lebih dari dua kali lebih mungkin meninggal dibandingkan rekan setara dengan BMI yang didefinisikan sebagai rata-rata.
Usia rata-rata peserta ialah 46 tahun. Separuhnya perempuan dan 69% ialah kulit putih non-Hispanik. Dari mereka yang dimasukkan, 35% memiliki BMI antara 25 dan 30 dan 27,2% memiliki BMI di atas atau sama dengan 30.
"Ini studi besar dengan sampel representatif yang bagus," kata George Savva, ahli biostatistik di Quadram Institute di Inggris, kepada AFP. "Para penulis, sejauh yang saya lihat, telah melakukan pekerjaan yang baik dalam menganalisis hubungan kematian dengan basis berat."
Dia menambahkan, mungkin saja penyakit yang dikaitkan dengan berat badan lebih tinggi dikelola lebih baik daripada sebelumnya, misalnya tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi. "Jadi Anda akan mengharapkan hubungan antara berat badan dan kematian berubah dari waktu ke waktu yang berpotensi menunjukkan hal ini," kata Savva. (AFP/Z-2)
Berikut daftar makanan yang mengandung protein yang tinggi.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi orang dewasa, tetapi juga dapat mempengaruhi anak-anak.
Pada dasarnya jika metabolisme tubuh rendah, akan sulit untuk menurunkan berat badan. Lalu bagaimana cara menurunkan berat badan dengan meningkatkan metabolisme tubuh?
Minuman herbal ini dipercaya menurunkan berat badan anda. Meski begitu minuman herbal juga memiliki efek samping.
Co Founder Yellow Fit Kitchen, Gregorius Ruben, mengungkapkan beberapa tantangan yang membuat diet sulit dilakukan, sehingga tidak sedikit orang yang gagal melakukannya.
Mengonsumsi terlalu banyak gula bisa menimbulkan beragam masalah. Mulai dari berat badan yang bertambah hingga persoalan kesehatan lain seperti obesitas dan kerusakan gigi.
Kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia.
Seseorang yang memilih tidak berolahraga rutin karena merasa sudah mendapatkan perasaan letih dari aktivitas pekerjaannya justru rentan terkena berbagai penyakit.
Dengan bedah robotik, operasi penyakit kandungan seperti kista dan miom menjadi lebih efektif. Waktu pemulihan pasien pun lebih cepat.
Orang yang berisiko mengalami varises ialah lansia, orang dengan obesitas, ibu hamil, dan orang yang memiliki kebiasaan berdiri atau duduk dalam jangka waktu yang terlalu lama.
Masalah obesitas semakin meresahkan masyarakat Indonesia, dengan data terbaru dari WHO menunjukkan peningkatan yang signifikan, terutama pada wanita.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved