Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
Inisiatif Pertamina untuk melakukan pendataan kendaraan yang mengkonsumsi produk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan pertalite melalui digitalisasi dinilai sebagai langkah antisipatif dalam membatasi penjualan BBM bersubsidi.
Upaya pembatasan dengan mengharuskan masyarakat melakukan registrasi melalui aplikasi diharapkan dapat menekan konsumsi BBM subsidi yang ditengarai bakal melebih kuota.
“Mereka (Pertamina) baru membangun database monitoring yang diharapkan terbentuk kesadaran masyarakat mampu yang seharusnya malu jika mengonsumsi BBM bersubsidi,” kata Abra Talattov, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) seperti dikutip di Jakarta, Rabu (13/7).
Abra mengungkapkan, apabila tidak ada pembatasan pembelian BBM bersubsidi, potensi terjadinya overkuota sangat besar. Berdasarkan kalkulasi Abra, untuk solar hingga akhir tahun nanti ada potensi over kuota sekitar 15% dari kuota 14,91 juta KL menjadi 17,2 juta KL. Sementara itu, pertalite berpotensi over sekitar 24% dari alokasi 23,05 juta KL, menjadi sekitar 28 juta KL.
“Itu kalau tidak ada pembatasan dan tidak ada tambahan kuota. Ini siapa yang harus menanggung selisih harga dan potensi kerugian? Badan usaha yang menanggung?,” kata Abra.
Menurut dia, ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh pemerintah apabila konsumsi BBM penugasan jenis pertalite melebihi kuota. Hal ini otomatis akan menambah pengeluaran pada APBN karena barang penugasan tersebut harus mendapatkan kompensasi.
”Makanya sebetulnya terobosan pendataan yang dilakukan Pertamina adalah untuk mengantisipasi apabila nanti pada Oktober-November 2022, kuota BBM susbsidi-penugasan sudah terlampaui,” ujar dia.
Abra menyarankan pemerintah segera mengambil keputusan, menambah kuota atau dengan pembatasan pembelian. Saat ini ‘bola’ terkait upaya penyaluran subsidi ada di tangan pemerintah. Dengan demikian, harus ada kepastian bagaimana keingin pemerintah dalam menjaga stabilitas harga energi dan menjaga inflasi.
“Apakah all out menambah kuota BBM subsidi atau memang balanss, tetap memberikan subsidi kompensasi dibarengi pengendalian BBM subsidi,” katanya.
Terkait platform digital untuk melakukan registrasi pengguna BBM subsidi, lanjut Abra, hal ini dilakukan agar paling tidak bisa sedikit memberikan pesan kepada masyarakat bahwa pemerintah memiliki keinginan melakukan pengendalian subsidi bbm bersubsidi. “Tapi harusnya bisa lebih fundamental harus ada kebijakan solid dan tegas,” katanya.
Abra mengungkapkan, agar subsidi BBM tepat sasaran harus ada reformasi subsidi menjadi bersifat tertutup sehingga sasarannya langsung kepada individu atau rumah tangga.
Subsidi Membesar
Secara terpisah, Yayan Satyakti, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), mengungkapkan apabila pemerintah masih menganggarkan subsidi, artinya pemerintah siap dengan biaya yang memang akan semakin besar.
“Jika saya lihat, pemerintah dan DPR masih tetap akan mempertahankan subsidi BBM untuk menjaga konsumsi dan dan popularitas politik hingga pemerintah Jokowi berakhir,” katanya.
Yayan menilai pemerintah sangat mementingkan stabilitas konsumsi. Jika pun ekonomi jatuh atau kolaps, model subsidi ini akan selalu dijaga oleh pemerintah guna mengiringi dampak countercyclical pada sisi konsumsi.
“Kita memang akan membakar BBM yang lebih banyak dan subsidi lebih banyak, tetapi itu akan menahan konsumsi dan mengangkat supply menjadi lebih besar,” ujar dia.
Akan tetapi, lanjut Yayan, kebijakan mempertahankan subsidi harus dikombinasikan dengan kebijakan moneter dari BI yang juga harus menjaga nilai tukar dan inflasi. “Saya kira mempertahankan konsumsi (kontribusi konsumsi 50-55% dari GDP) saat ini lebih baik dari pada turun karena jika turun produktivitas akan turun,” ujarnya.
Yayan melanjutkan, apabila melihat harga keekonomian pertamax yang di kisaran Rp18.000-19.000 dan pertalite di Rp16.000- 17.000, kondisi beban subsidi saat ini berat. Apalagi nilai kurs tukar dollar terhadap rupiah saat ini mencapai Rp15.0000 per dolar AS.(*)
Jika subsidi BPJS Kesehatan dipangkas demi Makan Bergizi Gratis, perbaikan kinerja keuangan yang sedang dilakukan BPJS Kesehatan juga berpotensi terganggu.
Disperindag Jabar masih menunggu salinan aturan terkait kenaikan HET MinyaKita.
PT Pertamina melalui anak usahanya Pertamina Patra Niaga akan mengikuti arahan pemerintah terkait pembatasan BBM bersubsidi.
Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan pemerintah bakal membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi mulai 17 Agustus 2024.
RENCANA pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 17 Agustus mendatang akan menambah beban masyarakat kelas menengah.
IAW berharap dalam rotasi di tubuh Polri saat ini mampu menciptakan citra polisi yang lebih baik lagi.
Saat ini, terpantau pelayanan solar subsidi di Kabupaten Sikka berjalan normal tidak mengalami kendala maupun antrian yang mengular.
Alangkah baiknya jika pengaturan pembelian BBM subsidi juga dilaksanakan segera sehingga volume BBM subsidi bisa berkurang dan masyarakat dari kalangan mampu akan membeli BBM nonsubsidi.
Mulai 1 Agustus 2024, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia mengalami penyesuaian yang cukup signifikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya pemalsuan dokumen dalam pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero).
PERTAMINA (Persero) kembali membuka Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2024 dan siap menerima karya jurnalistik terbaik dari insan media Indonesia
PT Pertamina Hulu Rokan Zona 4 Limau Field berkomitmen mendukung inisiatif-inisiatif kreatif yang lahir dari warga yang juga para pelaku UMKM di sekitar perusahaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved