Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
HARGA minyak naik moderat dalam sesi yang fluktuatif pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), ketika kekhawatiran tentang prospek konsumsi global mengimbangi perjuangan produsen-produsen besar OPEC untuk memompa pasokan yang cukup guna memenuhi meningkatnya permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November memangkas kenaikan awal dan hanya naik 44 sen menjadi 74,36 dolar AS per barel, setelah turun hampir dua persen pada Senin (20/9/2021).
Kontrak minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober yang berakhir pada Selasa (21/9/2021), naik 27 sen menjadi ditutup di 70,56 dolar AS per barel, setelah anjlok 2,3 persen di sesi sebelumnya. Sementara kontrak November yang lebih aktif naik 35 sen menjadi 70,49 dolar AS per barel.
Kontrak Brent dan WTI November sebelumnya mencapai tertinggi sesi masing-masing 75,18 dolar AS per barel dan 71,48 dolar AS per barel.
"Tampaknya menjadi perdagangan yang sangat gelisah hari ini," kata Phil Flynn, analis senior di grup Price Futures di Chicago. "Ini sedikit kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang dampak potensial dari permintaan ke depan."
Kantor berita TASS mengatakan Rusia percaya permintaan minyak global mungkin tidak pulih ke puncaknya pada 2019 sebelum pandemi, karena keseimbangan energi bergeser.
Namun, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia (OPEC+) berjuang untuk memompa cukup minyak pada Agustus guna memenuhi konsumsi saat ini karena dunia pulih dari pandemi virus corona.
Beberapa negara tampaknya telah menghasilkan kurang dari yang diharapkan sebagai bagian dari perjanjian OPEC+, menunjukkan kesenjangan pasokan bisa meningkat.
Investor di seluruh aset keuangan telah diguncang oleh dampak dari krisis China Evergrande yang telah merusak nilai aset di pasar berisiko seperti ekuitas.
"Pedagang khawatir hal itu dapat memicu efek domino di perusahaan-perusahaan besar yang didorong oleh utang China, dan efek bearish bergulir untuk harga-harga saham dan komoditas," kata Nishant Bhushan, analis pasar minyak di Rystad Energy.
“Namun, mengingat bahwa semua bank besar China dan lembaga pemberi pinjaman dikendalikan oleh pemerintah, ada secercah harapan di pasar bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan mampu menyerap gelombang kejut dari Evergrande.”
Selain itu, Federal Reserve AS diperkirakan akan mulai memperketat kebijakan moneter, yang dapat mengurangi toleransi investor terhadap aset-aset berisiko seperti minyak. Pembuat kebijakan Fed memulai pertemuan dua hari, Selasa (21/9/2021).
Baca Juga: Emas Naik lagi 14,4 dolar Imbas Kasus Evergrande
Produksi minyak AS masih belum pulih dari badai yang melanda kawasan Pantai Teluk. Royal Dutch Shell, produsen minyak terbesar Teluk Meksiko AS, mengatakan pada Senin (20/9/2021) bahwa kerusakan fasilitas transfer lepas pantai dari Badai Ida akan memangkas produksi hingga awal tahun depan.
Sekitar 18 persen dari minyak Teluk AS dan 27 persen dari produksi gas alamnya masih offline pada Senin (20/9/2021), lebih dari tiga minggu setelah Badai Ida.
Persediaan minyak mentah, bensin, dan sulingan AS turun pekan lalu, menurut sumber pasar, mengutip angka American Petroleum Institute (API) pada Selasa (21/9/2021), karena banyak kilang dan fasilitas pengeboran lepas pantai tetap tutup setelah Badai Ida.
Stok minyak mentah turun 6,1 juta barel untuk pekan yang berakhir 17 September. Persediaan bensin turun 432.000 barel dan stok sulingan turun 2,7 juta barel, data menunjukkan, menurut sumber, yang berbicara dengan syarat anonim.
Data resmi pemerintah AS akan dirilis pada Rabu waktu setempat. (Ant/OL-13)
THE Federal Reserve (Fed) mengeluarkan revisi proyeksi terbaru. Menurut proyeksi terbaru ini, The Fed mengakomodasi penurunan suku bunga sekali dan mengakui bahwa inflasi menjadi sticky.
Tidak ada disrupsi atas tewasnya presiden Iran sehingga dampak terhadap harga minyak masih relatif minimum.
Rencana kerja Pemprov DKI tahun ini turut memperhitungkan terjadinya berbagai gejolak global seperti konflik Iran dan Israel.
Associate dari Indef sekaligus dosen Universitas Bakrie, Asmiati Malik, berasumsi bahwa perang antara Iran-Israel tidak akan berakhir dalam jangka pendek.
Saat ini konflik di Timur Tengah semakin memanas, tidak hanya antara Palestina dengan Israel. Kini konflik di Timur Tengah bertambah meluas antara Iran dan Israel.
Penyerangan Israel ke Iran dinilai berdampak naiknya dolar AS, harga emas dunia, dan harga minyak dunia, serta melemahnya rupiah terhadap dolar AS.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved