Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) perubahan keempat tentang Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera dibawa ke paripurna untuk disahkan menjadi UU. Kesepakatan itu terjadi antara Komisi III DPR dan pemerintah di rapat kerja dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono buka suara terkait hal tersebut. Fajar mengatakan pihaknya tak ingin berkomentar banyak soal rencana revisi UU MK.
“Kami enggak komentar ya. Itu wewenang pembentuk undang-undang. Saat ini MK fokus menyelesaikan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024,” ucap Fajar kepada Media Indonesia, Selasa (14/5).
Baca juga : Pakar: Revisi UU MK Upaya Menyingkirkan Hakim Tertentu
Diketahui, dalam perubahan keempat RUU MK, ada beberapa poin yang dihapus seperti poin ‘d’ di Pasal 23 terkait aturan pemberhentian hakim. Poin itu awalnya menyebutkan hakim MK bisa diberhentikan salah satunya karean habis masa jabatan.
Namun, di RUU yang baru, sebab pemberhentian karena habis masa jabatan itu dihapus. Gantinya, DPR dan pemerintah sepakat menambah pasal 23A terkait evaluasi hakim.
Poin lain yang juga diubah ialah soal aturan pemberhentian hakim karena terlibat kasus pidana. Di naskah awal, hakim konstitusi diberhentikan salah satunya karena dijatuhi pidana dengan hukuman penjara lima tahun.
Baca juga : Revisi UU MK Harus Penuhi Ketentuan UU
Dalam naskah yang baru, ketentuannya diubah menjadi hakim MK bisa langsung diberhentikan jika telah dijatuhi pidana tanpa mencantumkan syarat ancaman hukuman penjaranya.
Terkait evaluasi hakim MK juga disisipkan dalam Pasal 23A. Pasal itu menyebutkan hakim MK maksimal hanya dapat menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun.
“Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setelah lima tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul yang berwenang untuk mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 23A.
Baca juga : MK Tolak Gugatan Batas Usia Minimal Hakim Konstitusi Tetap 55 Tahun
Artinya, jika dalam evaluasi itu lembaga pengusul tidak menyetujui hakim untuk melanjutkan jabatannya, lembaga pengusul harus mengajukan calon hakim baru.
Poin lain yang diubah yakni soal susunan anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang harus juga diisi dari unsur DPR dan presiden.
Sebelumnya, susunan anggota MKMK berjumlah lima orang yang terdiri dari satu orang hakim MK, satu anggota praktisi hukum, dua anggota yang terdiri salah satu atau keduanya merupakan pakar hukum, dan satu tokoh masyarakat.
Baca juga : Usai Dimarahi Hakim MK, KPU Klaim Serius Tanggapi Permohonan Sengketa Hasil Pileg
Di RUU MK yang baru, kini anggota MK menjadi satu orang dari hakim MK, satu anggota usulan MK, satu anggota usulan MA, satu anggota usulan DPR dan satu anggota usulan presiden.
Poin terakhir yang diubah dalam perubahan keempat RUU MK yaitu Pasal 87. Pasal tersebut megntur soal masa jabatan hakim yang saat ini tengah menjabat.
Pasal tersebut menyebutkan hakim konstitusi yang telah menjabat lima tahun dan kurang dari 10 tahun hanya dapat melanjutkan masa jabatannya terhitung sejak tanggal penetapan dirinya sebagai hakim MK dan dengan syarat disetujui lembaga pengusul.
Untuk hakim MK yang telah menjabat lebih dari 10 tahun, akan berakhir masa jabatannya setelah berusia 70 tahun atau batas usia pensiun. Itu berlaku jika mendapat persetujuan dari lembaga pengusul. (Dis/Z-7)
PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al Hamdi mengatakan pelanggaran netralitas dalam pemilihan pemimpin sulit untuk dihilangkan.
Jajaran penyelenggara pemilu, yakni KPU, Bawaslu dan DKPP diingatkan untuk bersikap netral pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024
Secara bertahap beberapa layanan publik pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 telah pulih.
Sentra Gakkumdu juga diminta tidak hanya berfokus pada penindakan tindak pidana Pilkada, tetapi juga mengantisipasi pencegahan kecurangan Pilkada 2024
Selain untuk mengantisipasi serangan peretas, penguatan PDN berfungsi untuk menunjang kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat.
Satuan Tugas Penagihan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) telah menyita aset dengan nilai total Rp 38,2 triliun sejak pembentukannya pada 2021.
Pelibatan masyarakat sangat penting, apalagi dalam revisi UU TNI. Sebab, ada kekhawatiran munculnya dwifungsi ABRI seperti saat Orde Baru.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah didengungkan.
Puan buka suara soal revisi UU MK dan UU Penyiaran
Para ahli, akademisi serta masyarakat sipil diminta untuk mengawal dan mencegah pengesahan RUU MK. Karena revisi undang-undang tersebut lemah argumentasi asas kebutuhannya
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinilai problematik. Perubahan beleid itu merusak kebebasan pers hingga agenda-agenda demokrasi.
Para anggota Baleg mendukung bahwa sistem presidensial harus diserahkan sepenuhnya kepada presiden, khususnya soal kementerian.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved