Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
PUTUSAN-putusan Mahkamah Konstitusi dinilai banyak yang tidak konsisten. Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menyatakan, apabila MK menemukan permohonan perkara yang pernah sama, seharusnya lembaga tersebut menolak sebagai bentuk konsistensi atas putusannya.
"Alasan living consitution tidak selalu jadi alasan mahkamah, saya kira tidak tepat diigunakan dalam memutus perkara. Karena living constitution itu biasanya digunakan atau diadopsi untuk membentuk konstitusi atau membentuk UU," jelas Ismail di Jakarta, Minggu (18/8).
Menurutnya tidaklah elok jika living constitution berubah setiap satu atau dua tahun. Sebab perubahan norma itu membutuhkan waktu yang sejatinya tidak sebentar.
"Tentu membutuhkan waktu yang panjang, tidak satu atau dua tahun kemudian inkonsisten," ujarnya.
Inkonsistensi MK dalam memutus perkara itu dapat dilihat dari temuan yang didapatkan oleh Setara, seperti gugatan Pasal 449 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu pada 2014 dan 2019 soal pengumuman hasi survei atau jajak pendapat.
"Putusan 24/PUU-XII/2014 itu dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun norma tersebut diambil kembali oleh pembentuk UU menjadi norma hukum dalam UU 7/2017 tentang pemilu," imbuh Ismail.
"Kemudian putusannya berubah, dilihat dari putusan 24/PUU-XVII/2019. Norma itu dinyatakan konstitusional atau tidak bertentangan dengan UUD," jelasnya.
Baca juga: Dalam Setahun, Putusan MK Hanya 8 Bernada Negatif
Berkaitan dengan proses revisi UU MK, Setara, kata Ismail, berada dalam posisi mendukung soal revisi UU tentang MK. Menurutnya, terdapat isu krusial yang perlu untuk segera direalisasikan.
"Utamanya soal pengawasan mahkamah, soal penguatan kode etik, kelembagaan penegak etika dan yang paling penting adalah hukum acara," jelasnya.
Lebih jauh, Ismail menyatakan, Setara acap kali merekomendasikan revisi hukum acara MK yang berkaitan dengan batasan waktu. Batasan waktu itu bertujuan untuk menghindari potensi munculnya kepentingan lain yang muncul dalam suatu perkara.
"Karena pembatasan waktu yang ketat ini akan memungkinkan MK baik bagi dirinya sendiri maupun pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa batasan ini saya kira potensi kasus seperti Patrialis Akbar akan terjadi," pungkasnya. (OL-8).
Penetapan kursi dan calon anggota legislatif terpilih Pileg 2024 molor setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menerima enam permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pileg 2024.
Pemohon uji materi syarat usia calon kepala daerah pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) menyayangkan permohonan serupa
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) rampung melakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pileg DPD 2024 daerah pemilihan Sumatera Barat.
Titi mengaku kecewa dengan dugaan adanya plagiasi yang dilakukan oleh anak kedua dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) tersebut.
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa hakim konstitusi Anwar Usman tidak akan terlibat dalam pemeriksaan maupun pengambilan keputusan perkara uji materi syarat usia calon kepala daerah.
Dua orang mahasiswa pemohon perkara uji materi syarat usia calon kepala daerah meminta hakim konstitusi Anwar Usman tidak diikutsertakan dalam pemeriksaan maupun pengambilan keputusan
WAKIL Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid merespons polemik partainya dengan PBNU. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dan Sekjen PBNU Saifullah Yusuf
KONTROVERSI Tapera berujung dengan diajukannya permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mantan Presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri dinilai konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.
PERUBAHAN revisi Undang-Undang Wantimpres menjadi nomenklatur Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dinilai bertentangan dengan konstitusi dan semangat reformasi.
Pakar hukum tata negara Feri Amsari secara tegas menyampaikan bahwa ide untuk memunculkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) jelas melawan konstitusi.
ANGGOTA Badan Legislasi (Baleg DPR RI) Fraksi NasDem Rico Sia menerangkan parpolnya mendorong Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved