Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
TERPERANGAH saya membaca tulisan di laman KPK. Dituliskan bahwa korupsi sumber daya alam mulai pencurian kayu sampai mengubah undang-undang demi mulusnya rencana penguasaan sumber daya melalui obral konsesi dan perizinan.
Tulisan yang diunggah pada 3 Februari 2023 itu berjudul Bagaimana Cara Sumber Daya Alam Dikorupsi. Dijelaskan pula bahwa di tataran elite, sumber daya alam sebuah negara diperjualbelikan antara penguasa dan swasta. Salah satu bentuk korupsi sumber daya alam ialah suap untuk memudahkan pemberian izin penggarapan lahan atau gratifikasi untuk mendapatkan hak istimewa.
“Korporasi yang memiliki pengaruh berkat suap atau gratifikasi ini juga berhasil mendorong pembuat kebijakan menghasilkan peraturan yang memihak mereka. Pelanggaran terjadi bahkan sejak pembentukan undang-undang dengan mengesampingkan kelestarian alam serta kesejahteraan rakyat banyak.”
Pemberian izin tambang selalu menjadi sumber masalah pada masa lalu. Fakta itu terungkap dalam penelitian KPK (2017) terkait dengan tambang batu bara. Disebutkan bahwa pemberian izin penggunaan lahan pada daerah kaya sumber daya alam kerap dikaitkan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Izin yang diberikan kepala daerah kepada pelaku usaha diduga banyak disertai dengan ada imbal jasa (kickback) dalam bentuk suap atau gratifikasi. Kondisi tersebut diperparah dari rantai pengawasan yang tidak ketat oleh penyelenggara negara.”
kesengkarutan perizinan tambang itu cerita masa lalu yang konsisten dirawat penuh kesadaran. Sama halnya dengan dugaan korupsi sumber daya alam terjadi sejak pembentukan undang-undang, anggap saja itu cerita usang yang selalu faktual dan aktual.
Tambang, dalam peraturan perundangan, dikonstruksikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara berkeadilan. Kesejahteraan itu menjadi mitos karena faktanya rakyat sekitar tambang tetap berkubang dalam kemiskinan.
Adalah benar bahwa perizinan tambang diatur sangat ketat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kewenangan pemerintah pusat dalam pengelolaan tambang, seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j, ialah melaksanakan penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) secara prioritas.
Izin usaha pertambangan khusus (IUPK), sesuai dengan ketentuan Pasal 75, diberikan kepada BUMN dan BUMD. Apabila kedua badan itu tidak berminat, baru diberikan kepada swasta melalui mekanisme lelang. Dalam UU 3/2020 sama sekali tidak ditemukan ketentuan terkait dengan pemberian IUPK kepada ormas keagamaan.
Meski tidak diatur dalam undang-undang, ajaibnya, ormas keagamaan diprioritaskan sebagai penerima penawaran WIUPK sebagaimana diatur dalam Pasal 83A Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pemberian tambang kepada ormas keagamaan sama sekali bukan untuk membenarkan tuduhan Lynn White Jr (1967). White menuduh bahwa agama berada di balik segala persoalan lingkungan yang dihadapi umat manusia saat ini sebab ajaran agama memosisikan manusia di atas makhluk-makhluk lain. Akibatnya, manusia merasa memiliki kekuasaan untuk mengeksploitasi alam.
Ulah manusia memang berada di balik krisis ekologi sebagaimana digarisbawahi Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si. “Akan tidak berguna menggambarkan gejala-gejala krisis ekologis tanpa mengenali akarnya dalam manusia. Terdapat suatu cara memahami hidup dan aktivitas manusia yang keliru dan bertentangan dengan realitas dunia hingga merugikannya.”
Elok nian bila ormas keagamaan mengutamakan tugas mereka untuk menuntun umat lebih mencintai bumi. Undang-Undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013, terakhir diubah dengan UU 2/2017, menyebutkan tujuan pembentukan ormas antara lain melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sangat jelas bahwa melestarikan bukan menambang sumber daya alam.
Kata ekologis dan sejarawan Thomas Berry, sebagai penjaga alam, tugas kita ialah beralih dari peradaban industri modern dengan dampaknya yang menghancurkan ke kehadiran yang ramah. “Kita beralih dari ekonomi ekstraktif kepada ekonomi organik yang pada hakikatnya merupakan ekonomi yang selalu memperbarui. Ini tugas yang berat dan luar biasa yang dipercayakan kepada kita sebagai penjaga alam.”
Kegagalan menjaga alam akan berujung pada kekayaan alam menjadi kutukan. Istilah kutukan sumber daya alam itu berasal dari Richard Auty untuk menggambarkan ketidakmampuan negara-negara yang kaya akan sumber daya mineral memanfaatkan kekayaan tersebut guna meningkatkan perekonomian mereka.
Kehadiran ormas agama dalam tambang bisa untuk memutus mata rantai kutukan alias karunia atau malah menebalkan kutukan itu.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved