Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
20/7/2024 05:00
Ma’ Olle Salamet Tengka Salana
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu. Bahkan, penyair asal Sumenep, Madura, Zawawi Imran, dibuat melongo karena menemukan pantun itu 'hidup' justru di Jember, bukan di Madura. Orang Madura sekalipun tidak tahu pantun itu.

Bunyi pantun itu begini: 'Namen magik tombu sokon. Tabing kerrep benyak kalana. Mompong gik odik koddhu parokon. Ma’ olle salamet tengka salana'.

Jika diterjemahkan secara bebas, arti dari pantun tersebut ialah 'Menanam biji asam tumbuh sukun. Gedek rapat banyak kalajengkingnya. Selagi hidup harus rukun. Agar selamat tingkah lakunya'.

Jelas bahwa maksud dari larik-larik pantun Madura itu ialah tidak ada rumus pertengkaran dalam kearifan Indonesia. Ada banyak kearifan lokal, apakah itu sastra, upacara, tradisi, atau simbol-simbol yang selalu mempertautkan antara perjalanan kehidupan dan kerukunan. Bila muncul amuk, berarti ada yang salah dari 'sel-sel kehidupan' dalam tubuh mereka.

Pertengkaran, bahkan amuk, umumnya muncul karena perlakuan ketidakadilan atau provokasi politik. Itu pun setelah berkali-kali dihindari. Ada rumus ngalah, ngalih, baru ngamuk dalam kearifan Jawa.

Kebanyakan orang Jawa akan mengalah saat pertama diganggu atau diprovokasi. Bila tetap diganggu, ia akan ngalih atau pindah. Namun, bila sudah pindah, kok terus-terusan diganggu, baru ia akan mengamuk sebab itu sudah bukan lagi pergaulan kehidupan, melainkan serangan dan menginjak-injak kehormatan atau merampas keadilan.

Karena itu, kerukunan dan keadilan ialah satu tarikan napas. Memperjuangkan keadilan dengan cara menjadi anti terhadap golongan tertentu itu tidak dibenarkan dalam rumus kearifan Indonesia. Persatuan dan keadilan tidak bisa saling meniadakan. Demi persatuan, kita tidak boleh merusak keadilan dan demi keadilan, kita tidak boleh mengorbankan persatuan.

Berbagai amuk massa kerap muncul bila ada ketidakadilan hidup. Kekerasan kerap dipicu perlakuan tidak adil dalam akses ekonomi, yang mengarah ke kesenjangan. Kasus kerusuhan di Malaysia yang terjadi pada 1960, contohnya. Salah satu penyebab terjadinya kerusuhan itu ialah faktor kesenjangan.

Karena itu, sebagai salah satu usaha untuk mempersempit kesenjangan tersebut pemerintah Malaysia mengeluarkan kebijakan new economic policy (kebijakan ekonomi baru), yaitu memberikan affirmative action (perlakuan khusus) kepada golongan Melayu dengan harapan integrasi persatuan Malaysia jauh lebih baik. Jadi didasarkan atas pembelahan ras, golongan Melayu, bumi putra diberi perlakuan khusus ketimbang golongan Tionghoa.

Setelah puluhan tahun pemerintah Malaysia mengeluarkan kebijakan ekonomi baru itu, barulah kesenjangan sosial di Malaysia menciut. Namun, harapan Melayu dan Tionghoa di Malaysia untuk menjadi lebih rukun dan akrab tetap susah, bahkan semakin hari semakin jauh karena pembelahan perlakuan khusus atas dasar pembedaan ras.

Dari kasus itu kita belajar bahwa kita boleh memperjuangkan dengan cara memberikan perlakuan khusus, tapi jangan dilakukan di atas pembelahan agama atau etnis. Mestinya, siapa pun yang miskin, siapa pun yang terbelakang, apa pun agamanya, apa pun rasnya, harus diberi perlakuan khusus oleh negara.

Unsur negara mesti hadir untuk membentuk kerukunan permanen, bukan kerukunan semu. Modal sosial kearifan Indonesia, yakni kerukunan, akan 'habis' bila tidak dirawat, alih-alih digerus. Pertengkaran mesti dicegah sejak di hulu. Embrio ketidakadilan, kesenjangan ekonomi, intoleransi, mestinya tidak diberi ruang.

Saya gembira bahwa hasil survei Badan Litbang dan Diklat Kemenag pada 2023 menunjukkan indeks kerukunan umat meningkat mencapai 76,02 poin. Sementara itu, pada 2022, indeks tersebut berada pada angka 73,09 poin. Pemerintah menargetkan indeks kerukunan umat beragama bisa mencapai angka 78 pada lima tahun mendatang.

Namun, saya mesti akui bahwa embrio pertengkaran tidak serta-merta mati karena ada faktor lain yang belum mencapai target, bahkan tidak kunjung diselesaikan secara menyeluruh. Itulah kesenjangan ekonomi. Kesenjangan yang cenderung muncul (terlihat dari berhenti bahkan naiknya rasio Gini) jelas kabar menyedihkan bagi beragam upaya merawat modal sosial kerukunan.

Bila kesenjangan ekonomi tidak kunjung diperbaiki secara signifikan, saya khawatir kearifan kerukunan sebagaimana tersimbolkan dalam pantun, syair, tari, upacara, dan seterusnya tinggal sejarah. Bila tenunan kerukunan terkoyak, butuh waktu lama bagi kita untuk menyulamnya kembali satu per satu. Padahal, kita ingin ma’ olle salamet tengka salana, ingin selamat tingkah polah kita.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.