Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
BULAN puasa telah tiba. Setiap muslim pasti senang dan gembira dengan hadirnya Ramadan yang penuh rahmat dan ampunan itu. Kegembiraan atas kehadiran bulan suci bahkan digambarkan secara khusus oleh Nabi Muhammad dengan menyebut dalam sebuah hadis, "Barang siapa bergembira dengan kehadiran Ramadan maka Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka."
Namun, bukan cuma yang menjalankan puasa yang menyambut hadirnya Ramadan dengan sukacita. Mereka yang tidak puasa pun 'kecipratan' berkah Ramadan. Mereka ikut merasakan denyut kegembiraan itu. Terutama para pelaku ekonomi, khususnya sektor penyedia barang konsumsi.
Kegembiraan muslim pada bulan suci merembet ke seluruh aktivitas kehidupan. Tidak jarang, perilaku muslim menjadi tidak wajar karena saking gembiranya menyambut puasa. Dalam urusan kebutuhan konsumsi sehari-hari, misalnya, puasa yang menurut ajarannya mesti mengurangi kuantitas konsumsi malah menyajikan fakta sebaliknya. Secara umum, tingkat konsumsi masyarakat muslim pada bulan puasa cenderung meningkat jika dibandingkan dengan bulan-bulan lain.
Berbagai kajian menunjukkan rata-rata konsumsi rumah tangga meningkat antara 30% dan 60% selama bulan puasa. Komponen penunjang peningkatan itu termasuk anggaran untuk belanja makan sahur dan berbuka. Ramadan juga kerap dijadikan berbagai institusi untuk menggelar buka puasa bersama, malah ada yang menggelar sahur bareng. Itu semua meningkatkan belanja, menaikkan konsumsi.
Penyedia konten pemasaran, Inmobi, pernah mengeluarkan hasil riset mereka terkait dengan tren belanja kebutuhan Ramadan pada 2023. Hasil survei belanja kebutuhan Ramadan menunjukkan sebagian besar masyarakat, sekitar 60%, menghabiskan setidaknya Rp3 juta untuk belanja Ramadan pada 2023. Jumlah itu naik bila dibandingkan dengan Ramadan 1443 H (2022) yang menunjukkan 52% responden membelanjakan uang mereka untuk kepentingan Ramadan sebesar Rp3 juta.
Lo, kok, bisa? Salah seorang penceramah Tarawih di sebuah masjid di Bogor mengisahkan, pada Ramadan ini umat berlomba memberikan yang terbaik. Mereka berikhtiar memberikan suguhan yang lain daripada biasanya untuk menu buka puasa dan sahur. Tidak sedikit yang beralasan, sajian di meja makan saat berbuka harus istimewa. Itu merupakan bentuk 'penggantian' atas jerih payah menahan lapar dahaga selama 12 jam lebih dari waktu subuh hingga matahari terbenam.
Dalam bahasa lain, aksi semacam itu serupa 'balas dendam' atas kekosongan perut di siang hari. Padahal, pada hari-hari biasa, untuk makan malam cukup dengan nasi dan lauk pauk secukupnya. Namun, untuk berbuka puasa, dipilih lauk-pauk yang lebih berkelas daripada biasa. Selain itu, makanan pendamping menu utama mesti tersedia dengan berbagai variannya.
Sikap seperti itu jadi pemandangan umum dan lazim. Dampaknya, permintaan akan barang-barang konsumsi, terutama makanan dan minuman, meningkat drastis. Di sisi lain, suplai barang konsumsi kerap tidak memadai. Alhasil, harga kebutuhan pangan strategis naik di mana-mana. Harga beras yang sempat turun kini mulai naik lagi. Harga daging ayam, daging sapi, telur, juga sayuran terus merangkak.
Bagi negeri yang menggantungkan konsumsi sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi seperti Indonesia, naiknya konsumsi pasti disyukuri. Itulah salah satu hikmah hadirnya Ramadan. Namun, pertumbuhan ekonomi yang selalu menggantungkan pada sektor konsumsi sesungguhnya merupakan bentuk pertumbuhan yang tidak berkualitas dan rentan rontok. Begitu konsumsi tinggi, dibarengi kenaikan harga yang tak terkendali, justru bisa jadi bumerang.
Dalam lebih dari satu dekade, sektor konsumsi rumah tangga berkontribusi terhadap lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi kita. Pada 2023, misalnya, data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan tertinggi terjadi pada pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT), yakni 4,82%. Kontribusinya mencapai 53,18% terhadap pertumbuhan PDB nasional.
Namun, apa boleh buat, rumah tangga memang selalu menjadi 'tangan penolong' ketika negeri ini butuh penguatan ekonomi. Apa daya, sektor-sektor lain seperti manufaktur justru sedang goyah. Karena itu, naiknya belanja pada bulan puasa sepertinya masih harus disyukuri. Etika berkonsumsi yang diajarkan Islam dalam menjalani ibadah puasa sepertinya belum bisa dijalankan secara penuh tahun ini dan beberapa tahun mendatang.
Dalam ajaran Islam, konsumsi hendaknya dilakukan dalam koridor maslahat, bukan utilitas (kepuasan). Selain itu, tidak dibenarkan konsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Selain itu, konsumsi dilakukan dengan memperhatikan pihak lain yang tidak mampu. Ketiga prinsip itu berkait berkelindan. Intinya ialah menahan diri, mengontrol diri.
Namun, itu berbeda dengan prinsip negeri ini yang justru lagi butuh jorjoran konsumsi untuk mendongkrak ekonomi. Kampanye jorjoran untuk belanja itu kian dianggap mendapatkan justifikasinya saat melihat Jepang yang terkena resesi karena rakyat mereka malas belanja dan gemar menabung.
Akhirnya, ambil saja jalan agak ke tengah: berbelanjalah selama Ramadan, tapi tetap kendalikan diri.
JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.
ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.
DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.
“APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.
SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.
WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.
SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta
SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran
Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.
HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.
ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu
TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.
BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.
Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved