Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Siapa Tahan Jadi Oposisi?

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
23/2/2024 05:00
Siapa Tahan Jadi Oposisi?
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

KATA jembatan tak terlalu asing digunakan dalam politik, juga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Salah satunya datang dari Nikita Sergeyevich Khrushchev, politikus yang pernah memimpin Uni Soviet pada masa-masa awal Perang Dingin.

Kata Khrushchev, “Politicians are the same all over. They promise to build a bridge even where there is no river.” Kalau dibahasaindonesiakan kira-kira artinya, “Para politikus itu sama saja. Mereka berjanji akan membangun jembatan walaupun tidak terdapat sungai.”

Jembatan yang dimaksud Khrushchev kiranya berkonotasi negatif. Ia ingin menggambarkan bahwa janji politik ialah dagangan utama politikus dalam berkompetisi. Janji-janji yang terkadang tak masuk akal seperti membuat jembatan meski tak ada kali. Yang penting ia bisa memikat hati rakyat, tak peduli apakah janji itu mengada-ada atau apa adanya.

Istilah jembatan dipakai pula oleh Martin Luther King, aktivis hak sipil Amerika. Dia bilang, "Mari kita membangun jembatan, bukan tembok." Ungkapan ini juga disampaikan Paus Fransiskus. Saat mengenang 25 tahun runtuhnya Tembok Berlin pada 2014, Paus menyatakan, ''Kita butuh jembatan, bukan tembok.''

Makna jembatan yang dinarasikan Martin Luther King dan Paus Fransiskus jelas baik. Di mana ada jembatan, di situ ada penghubung antarmanusia, antarwarga negara. Sebaliknya, di mana ada tembok, di situ ada penutupan hati. Manusia tak boleh terpisah oleh tembok, tetapi harus selalu terhubung sehingga perlu ada jembatan.

Kini, istilah jembatan digunakan politikus yang juga Presiden RI, Jokowi. Dia mengaku ingin menjadi jembatan bagi semua kekuatan, partai-partai politik, selepas Pilpres 2024 ini. Perannya sebagai jembatan itu mulai dirintis dengan mengundang Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Minggu (18/2) malam.

Menurut Jokowi, pertemuan dengan Surya baru awal-awal. Selanjutnya, dia berkehendak menjadi penghubung bagi semuanya. Tidak jelas jembatan seperti apa yang dia maksud. Tak gamblang untuk menuju ke mana jembatan itu dia bangun.

Positif atau negatifkah jembatan Jokowi? Terlalu dini untuk menyimpulkannya. Kalau jembatan dibentangkan demi mendinginkan panasnya suasana, untuk merekatkan semangat kebangsaan yang terkotak oleh pemilu, itu ada baiknya. Sekeras apa pun berkompetisi, kita pada akhirnya memang harus menyatu kembali sebagai sesama anak negeri.

Akan tetapi, kalau jembatan dibuat untuk menyatukan seluruh kekuatan politik dalam satu kubu, ia tidaklah baik. Dalam politik, sama tak selalu bagus, berbeda kadang justru memberi warna. Apalagi dalam sistem demokrasi yang telah kita sepakati sebagai panduan bernegara sejak era reformasi.

Demokrasi memberikan tempat kepada penguasa dan oposisi, dua posisi yang jelas berbeda dengan sama terhormatnya, sama mulianya. Dalam demokrasi, oposisi ialah kebutuhan pokok yang, jika tak dipenuhi, akan menyebabkan ketidakseimbangan. Oposisi penting dan perlu. Karena itu, jangan pernah ada upaya untuk menegasi dan mengebirinya.

Memang belum ada kepastian siapa yang bakal berkuasa, siapa pula yang akan menjadi oposisi dari hasil pemilu kali ini. Hanya saja, jika tak ada sesuatu yang luar biasa, kiranya Koalisi Indonesia Maju tampil sebagai pemenang dan berhak mengendalikan kekuasaan lima tahun ke depan. Itu artinya, Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, dan Partai Demokrat akan menjadi partai penguasa.

Jika tak ada perubahan, partai-partai pengusung Anies dan Ganjar bakal menjadi oposisi di parlemen. Ada PDIP tentu saja, ada juga NasDem, PKS, dan PKB. Dari hasil hitung cepat, mereka lolos ke Senayan, sedangkan PPP masih menunggu peruntungan. Sekali lagi kalau tidak ada perubahan, kalau tidak ada godaan, kalau tidak ada yang tergoda untuk menyeberang ke koalisi sebelah.

Siapa tahan menjadi oposisi? Pertanyaan itu belakangan mengedepan. Menjadi oposisi memang tak enak. Menjadi partai penguasa sungguh mengasyikkan. Karena itu, tak mengherankan jika ada partai yang kalah dalam pilpres kemudian berubah pendirian, bergabung dengan pemenang.

Pada Pilpres 2014, misalnya, Partai Golkar mengusung Prabowo-Hatta dan kalah. Akan tetapi, di kemudian hari, Golkar yang memang tak punya tradisi menjadi partai oposisi menanggalkan baju oposisi mereka.

Pada Pilpres 2019, Gerindra mengusung ketua umum mereka, Prabowo yang berpasangan dengan Sandiaga Uno, dan kalah. Akan tetapi, di hari kemudian, mereka pindah haluan ke pemerintahan Jokowi. Demikian halnya dengan PAN. Mereka meninggalkan Demokrat dan PKS. Oposisi pun ada, tapi tiada. Ada tidak menggenapkan, tiada tak mengganjilkan. Mereka tak punya daya sebagai penyeimbang karena kecilnya kekuatan. Apalagi kini, setelah Demokrat masuk kabinet Jokowi dan AHY akhirnya jadi menteri.

Pertanyaannya, siapa lagi nanti yang kegerahan berpakaian oposisi lalu melepasnya dan meniti jembatan Jokowi? Kursi kekuasaan memang menggoda. Kita, setidaknya saya, cuma bisa mengingatkan bahwa seperti yang dikatakan ilmuwan politik Ian Shapiro bahwa pemerintahan demokrasi tidak bisa berkembang secara dinamis tanpa oposisi.



Berita Lainnya
  • Kaya sebelum Tua

    01/8/2024 05:00

    JUDUL di atas ialah ungkapan harapan. Meski demikian, sejauh ini yang terjadi justru memperlihatkan tanda-tanda sebaliknya.

  • Kisah kian Resah Kelas Menengah

    31/7/2024 05:00

    ULISAN ini merupakan episode ke sekian yang membahas kelas menengah. Saya bilang ke sekian karena saya belum sempat menghitungnya kembali.

  • Tambang Berkemajuan

    30/7/2024 05:00

    DALAM Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada 1922, pendiri persyarikatan KH Ahmad Dahlan menyampaikan pidato yang menggetarkan berjudul Tali Pengikat Hidup.

  • Pensiunan Agung

    29/7/2024 05:00

    “APALAH arti sebuah nama,” kata pujangga Inggris William Shakespeare. Akan tetapi, dalam sistem ketatanegaraan negeri ini, nama punya arti. Perubahan nama justru memantik kontroversi.

  • Resah Gongahwah

    27/7/2024 05:00

    SEJUMLAH teman, beberapa tahun lalu, mengidentifikasikan diri sebagai kelas menengah. Puncak kelas menengah, malah.

  • Jangan Panggil Dia Profesor

    26/7/2024 05:00

    WHAT'S in a name? Apalah arti sebuah nama? Begitu William Shakespeare bilang. Apalah arti sebuah gelar? Begitu kira-kira Fathul Wahid berujar.  

  • Antara Miskin dan Bahagia

    25/7/2024 05:00

    SEORANG perempuan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tega membunuh temannya, sesama ibu rumah tangga, hanya gara-gara tak diberi pinjaman uang sebesar Rp1 juta

  • Horor Guru Honor

    24/7/2024 05:00

    SUATU kali, kolumnis beken Mahbub Djunaidi amat risau dengan banyaknya penghalusan bahasa yang tidak hanya digunakan para pejabat, tapi juga dipakai wartawan di sejumlah koran

  • Welcome Kamala Harris

    23/7/2024 05:00

    Perempuan pertama yang menjadi wapres dalam sejarah AS itu memiliki rekam jejak yang kinclong.

  • Lucu-Lucu Mobil Dinas

    22/7/2024 05:00

    HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

  • Ma’ Olle Salamet Tengka Salana

    20/7/2024 05:00

    ADA sebuah pantun unik berbahasa Madura yang menggambarkan persatuan. Disebut unik karena meskipun berbahasa Madura, pantun itu tidak ditemukan di 'Pulau Garam' itu

  • Menyoal Rencana Asuransi Mobil Motor

    19/7/2024 05:00

    TEMAN saya yang satu ini kembali uring-uringan. Ia kesal, marah, geram setelah membaca sebuah artikel lewat telepon pintarnya

  • Kamar Reyot Senator

    18/7/2024 05:00

    DEWAN Perwakilan Daerah (DPD), bersama otonomi daerah, sejatinya merupakan anak kandung reformasi. Keduanya amat krusial bagi upaya pemerataan pembangunan nasional.

  • Jiwa Besar

    17/7/2024 05:00

    BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar.

  • Kemerdekaan Hakim Eman

    16/7/2024 05:00

    Hakim Eman diketahui rajin menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

  • Dokter di Balik Harga Obat Mahal

    15/7/2024 05:00

    INDUSTRI farmasi tumbuh subur, tetapi harga obat selangit. Argumentasi usang terkait dengan harga yang mahal ialah 95% bahan baku obat masih impor.