Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PELAKU usaha properti di Provinsi Aceh mendesak agar perbankan konvensional diizinkan kembali beroperasi di wilayah tersebut. Mereka menilai bahwa perbankan syariah saat ini belum dapat mendukung secara optimal pembiayaan untuk pembangunan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Aceh.
Pengamat Ekonomi Aceh Rustam Effendi menjelaskan bahwa bank konvensional memilih untuk meninggalkan Aceh setelah terbitnya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Ini merupakan penjabaran dari Pasal 21 ayat 1 Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariah Islam.
"Qanun LKS tidak secara otomatis mengusir bank konvensional dari Aceh, melainkan mengharuskan mereka untuk membuka Unit Usaha Syariah (UUS)," ungkap Rustam, Senin (22/7).
Baca juga : 497 Rumah Subdisi Dibangun di Soreang Bandung
Menurut Rustam, hengkangnya bank konvensional menyebabkan jumlah kantor cabang perbankan di Aceh turun drastis dari 76 menjadi 52 cabang.
"Akibatnya, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran terbuka di Aceh meningkat secara signifikan, menciptakan efek domino yang besar. Pemerintah Aceh harus mempertimbangkan hal ini dengan serius agar tidak menimbulkan kegaduhan ekonomi lebih lanjut," tambahnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh mencatat pertumbuhan ekonomi Aceh triwulan I-2024 sebesar 4,82 persen (year on year), namun mengalami kontraksi 6,44% (quarter to quarter) dibandingkan triwulan IV-2023. Kontraksi terdalam terjadi pada sektor jasa konstruksi dengan penurunan 19,61 persen.
Baca juga : Kepastian Kuota FLPP 2024 Jadi Tantangan Pemerintahan Prabowo-Gibran
Sementara itu, kontribusi Aceh terhadap perekonomian Sumatera pada triwulan I-2024 sebesar 4,98%, menempatkannya di urutan ke-8 dari 10 provinsi di pulau tersebut. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang mengalami pertumbuhan ekonomi di rentang 4,2% hingga 4,3%.
Rustam menambahkan, aset perbankan syariah kurang dari 10% dari total aset seluruh perbankan di Indonesia. Ironisnya, Aceh yang sedang mengalami darurat ekonomi justru menggantungkan nasib pada bank syariah yang kontribusinya secara nasional relatif kecil.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Aceh, Zulkifli HM Juned, menyatakan, nasib pengembang di Aceh tidak seberuntung pelaku usaha di daerah lain karena tidak adanya dukungan pembiayaan dari bank pelaksana selain perbankan syariah.
Baca juga : Pemerintah DIY Dorong Program KPR Sejahtera FLPP untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
"Jumlah bank pelaksana yang melayani skema pembiayaan untuk pengembangan rumah bersubsidi di Aceh sangat terbatas, hanya bank syariah," ujar Zulkifli.
Ketidakhadiran bank konvensional memicu kesulitan bagi developer dalam memperoleh pembiayaan untuk proyek hunian bersubsidi. "
Tidak hanya itu, masyarakat di Aceh juga menghadapi kesulitan dalam mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi," tambah Zulkifli.
Baca juga : Pemerintah Minta Penyaluran 166 Ribu Rumah Bersubsidi Tepat Sasaran
Untuk mengatasi keterbatasan ini, pengembang anggota REI Aceh mulai mengalihkan pengajuan pembiayaan kredit modal kerja ke bank konvensional di Provinsi Sumatera Utara.
"Dari 150 perusahaan anggota REI Aceh, ada puluhan developer yang sudah mengurus pembiayaan kredit modal kerja dari bank konvensional di Medan. Hal ini karena perbankan syariah di Aceh belum dapat melayani pendanaan kredit usaha yang diajukan developer," jelasnya.
Pengembang rumah bersubsidi di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar harus membuat permohonan kredit modal kerja ke bank konvensional di Sumatera Utara karena ketiga bank syariah di Aceh—Bank BTN Syariah, Bank Syariah Indonesia (BSI), dan Bank Aceh Syariah—tidak dapat meloloskan pengajuan dukungan pembiayaan akibat regulasi dan limitasi.
Zulkifli meminta agar eksekutif dan legislatif Aceh melakukan evaluasi terhadap aturan untuk memungkinkan bank konvensional kembali beroperasi di Aceh.
Sebagai solusi jangka pendek, ia berharap bank syariah di Aceh dapat lebih mengoptimalkan pelayanan, terutama dalam hal kualitas dan kuantitas pembiayaan untuk pelaku usaha properti serta penyaluran KPR khusus MBR.
Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Daerah (BPOD) REI Aceh Muhammad Nofal, juga mengungkapkan dampak serius dari penutupan bank konvensional terhadap sektor usaha di Aceh.
“Penutupan bank konvensional berdampak besar pada dunia usaha di Aceh, menyebabkan tingginya angka pengangguran. Para tokoh masyarakat Aceh diminta untuk realistis dalam menghadapi masalah ini, yang berdampak langsung pada kesempatan kerja dan masa depan anak-anak Aceh,” tegas Nofal. (Z-10)
pemerintah harus segera menambah kuota Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk 2024.
RSIJ Sukapura merupakan fasilitas kesehatan dengan kapasitas 185 bed, layanan IGD, rawat inap, rawat jalan, hemodialisis, dan bank darah.
Rumah subsidi disediakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah di sejumlah wilayah di Jawa Tengah.
Sebanyak 497 unit rumah subsidi berkualitas dibangun di wilayah Soreng Bandung untuk membantu program satu juta rumah milik pemerintah.
KREDIT perumahan rakyat (KPR) subsidi tumbuh cukup tinggi di tahun ini. Namun, kuota KPR subsidi diprediksi akan segera habis di Agustus nanti.
BP Tapera menyelenggarakan evaluasi kinerja bank penyalur Pembiayaan Tapera Periode 1 dan FLPP Periode Q-2 Tahun 2024 pada 22-23 Juli 2024 di Jakarta.
Kepastian kuota tambahan FLPP juga berhubungan dengan kepercayaan publik terhadap program pemerintahan mendatang.
Fasilitas pembiayaan perumahan yang diberikan pemerintah bagi MBR rupanya sudah ada sejak lama misalnya FLPP, lalu apa bedanya dengan Tapera
Direktur Ekonomi Digital dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) Nailul Huda berpendapat bahwa kontribusi iuran Tapera mungkin belum cukup efektif dalam mengatasi
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved