Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Israel Berencana Bangun Permukiman di Bandara Jerusalem yang Ditutup

Mediaindonesia.com
26/11/2021 20:34
Israel Berencana Bangun Permukiman di Bandara Jerusalem yang Ditutup
Tembok pemisah kontroversial Israel (bawah) dan mesin (kiri) yang bekerja di landasan bekas bandara Atarot (Bandara Jerusalem).(AFP/Ahmad Gharabli.)

ISRAEL bergerak maju dengan rencana membangun permukiman Yahudi besar-besaran di lokasi bandara yang telah lama ditinggalkan. Padahal bandara itu diharapkan Palestina suatu hari akan melayani ibu kota masa depan mereka di Jerusalem Timur.

Itu merupakan salah satu dari beberapa proyek pemukiman yang maju meskipun ada kecaman oleh pemerintahan Amerika Serikat pimpinan Joe Biden. Begitu pun Palestina dan sebagian besar komunitas internasional memandang pemukiman sebagai hambatan untuk menyelesaikan konflik yang telah berusia seabad.

Pemukiman Atarot akan mencakup 9.000 rumah yang dipasarkan kepada orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks. Ini menjadikannya kota kecil berpenduduk sekitar 50.000 orang di sebelah tiga komunitas Palestina yang berpenduduk padat, menurut Hagit Ofran dari kelompok pemantau antipemukiman Israel Peace Now.

Baca juga: Pemukim Israel Serang Warga Palestina di Utara Nablus

Salah satu lingkungan Palestina, Kafr Aqab, berada di dalam batas kota Jerusalem tetapi di sisi lain terdapat penghalang pemisahan kontroversial Israel berupa tembok beton menjulang yang membentang di sepanjang tepi situs yang diusulkan. Pemukiman itu akan berada tepat di sebelah Qalandiya, pos pemeriksaan militer utama antara Jerusalem dan kota Ramallah di Tepi Barat yang diduduki. Pos ini dilalui puluhan ribu orang Palestina setiap hari.

Permukiman itu akan dibangun di atas landasan pacu bandara berusia seabad yang saat ini ditinggalkan dan ditumbuhi rumput liar dengan burung gagak bersarang di menara kontrol. "Kami berada di jantung daerah perkotaan Palestina," kata Ofran sebagaimana dikutip dari Los Angeles Times, Jumat (26/11). "Jika Israel membangun permukiman di sini, kami menghalangi karena menghambat kemungkinan negara Palestina merdeka dan perjanjian dua negara."

Israel merebut Jerusalem Timur dalam Perang Timur Tengah 1967, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan menjajahnya dalam langkah yang tidak diakui secara internasional. Palestina ingin ketiga wilayah itu membentuk negara masa depan mereka dan Jerusalem Timur menjadi ibu kota mereka.

Baca juga: Tidak Berdaya Lawan Pemukiman Israel, Palestina Minta Tolong Amerika

Israel menganggap seluruh Jerusalem sebagai ibu kotanya yang bersatu dan memandang permukiman sebagai lingkungan Yahudi yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan populasi yang tumbuh cepat dan mencegah kota itu terpecah. "Jerusalem ialah ibu kota negara Israel yang hidup, bernapas, dan berkembang," kata Wakil Wali Kota Fleur Hassan-Nahoum. "Proyek perumahan akan menyediakan ribuan rumah yang sangat dibutuhkan."

Seorang pejabat pemerintah Israel mengatakan bahwa proyek tersebut sedang dalam tahap perencanaan awal dan mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum disetujui oleh pemerintah. Pejabat itu berbicara dengan syarat anonim karena rencana tersebut masih dibahas di tingkat kota.

Ofran mengakui setidaknya membutuhkan empat tahun sebelum konstruksi dimulai, tetapi mengatakan proses perencanaan sedang berjalan dengan baik. Komite kota memberikan suara untuk mendukung proyek tersebut pada Rabu (24/11) dan komite distrik diharapkan menyetujuinya pada 6 Desember. "Begitu mereka menyetujuinya. Itu seperti bola salju," kata Ofran.

Baca juga: Erdogan Serukan Negara Muslim Hentikan Penindasan Israel terhadap Palestina

Hassan-Nahoum, wakil wali kota, mencatat bahwa Israel telah memfasilitasi pembangunan zona industri dan pusat perbelanjaan di dekatnya yang melayani warga Palestina. Meskipun demikian, jika mereka dapat bekerja dan berbelanja di Jerusalem, warga Palestina menderita krisis perumahan parah yang berakar pada sistem izin yang diskriminatif dan kurangnya ruang. 

Itu berakibat memaksa ribuan orang untuk membangun tanpa izin dengan risiko pembongkaran atau pindah ke Tepi Barat yang diduduki. Puluhan keluarga Palestina menghadapi kemungkinan penggusuran oleh organisasi pemukim yang mendorong ke lingkungan Jerusalem Timur yang padat.

Khalil Tufakji, seorang kartografer Palestina dan mantan negosiator perdamaian yang berfokus pada masalah Jerusalem, mengatakan penyelesaian rencana baru itu menjadi bagian dari proses yang lebih besar untuk mendorong warga Palestina keluar dari kota dan membawa penduduk Yahudi untuk mengubah karakternya dan mencegah partisi di masa depan. "Ini perubahan demografis mendasar yang menguntungkan Israel," katanya.

Baca juga: Saat Presiden Mesir Mursi, Warga Palestina Lebih Mudah Bepergian

Inggris membangun lapangan terbang militer pada awal 1920-an, ketika Jerusalem menjadi ibu kota administratif Mandat Inggris untuk Palestina. Yordania merebut situs tersebut bersama dengan sisa Jerusalem Timur dan Tepi Barat dalam perang 1948 seputar penciptaan Israel dan mengubahnya menjadi bandara sipil yang melayani peziarah agama dan pelancong lain.

Pada 1950-an dan 1960-an, wisatawan bisa bolak-balik antara Jerusalem dan tujuan di seluruh Eropa dan Timur Tengah, termasuk Roma, Beirut, Kairo, Damaskus di Suriah, dan bahkan kota-kota di Arab Saudi dan Iran.  Eldad Brin, seorang peneliti Israel, yang baru-baru ini menerbitkan artikel ilmiah tentang bandara itu, mengatakan fasilitas tersebut melayani 100.000 penumpang pada 1966.

Israel terus menggunakan bandara setelah perang 1967, terutama untuk penerbangan lokal dan charter karena maskapai besar menolak untuk melayani wilayah yang diduduki. Tak lama setelah intifada Palestina kedua atau pemberontakan dimulai pada 2000, bandara ditutup karena masalah keamanan. 

Baca juga: Israel Desak Turki Tutup Organisasi Hamas

Brin lebih suka melihat bandara yang ditutup diubah menjadi ruang terbuka dan pusat budaya, dengan terminal lama yang dipugar dan diubah menjadi museum. "Saya seorang romantis," katanya. "Anda memiliki area yang sangat besar ini di jantung komunitas Arab yang luas ini ketika taman dan area rekreasi hampir tidak ada. Dan Anda memiliki bangunan bersejarah yang harus didaftarkan untuk dilestarikan. Semuanya ada di sana."

Palestina berharap suatu hari dapat membuka kembali bandara internasional Jerusalem untuk negara Palestina. Namun perluasan pemukiman Israel yang terus-menerus di Jerusalem Timur dan Tepi Barat--yang sekarang menjadi rumah bagi lebih dari 700.000 pemukim Yahudi--telah membuat hampir tidak mungkin untuk membayangkan pembentukan negara Palestina yang layak bersama Israel.

Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dan partai-partai sayap kanan yang mendominasi sistem politik Israel sangat mendukung pemukiman dan menentang kenegaraan Palestina, bahkan ketika sebagian besar masyarakat internasional memandang solusi dua negara sebagai satu-satunya cara realistis untuk menyelesaikan konflik. Tidak ada negosiasi damai yang substantif selama lebih dari satu dekade. "Tidak akan ada yang namanya bandara Jerusalem untuk negara Palestina," kata Tufakji. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu
Berita Lainnya