Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KOORDINATOR Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menilai lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan berpotensi menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan.
Dalam Perpres 59/2024 juga mengakomodir aturan mengenai Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Menurutnya dalam proses penerapannya perlu banyak pertimbangan dari pemerintah yang akan berdampak pada pelayanan.
"Iuran bakal diatur di peraturan menteri kesehatan kan nggak mungkin dalam satu ruang perawatan tapi diisi berbagai kelas tapi iurannya ada yang lebih tinggi dan rendah," kata Timboel saat dihubungi, Senin (13/5).
Baca juga : Perpres 59/2024 Dorong Program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)
Sehingga akan sulit diterima oleh peserta BPJS yang membayar lebih tinggi dan mendapatkan fasilitas pelayanan non medis yang sama. Maka iuran kelas I dan II akan turun sementara iuran peserta kelas III akan naik.
"Ini juga berisiko pada pendapatan iuran di BPJS Kesehatan berkurang karena orang-orang lebih memilih menjadi kelas III padahal fasilitasnya sama. Sehingga ketika KRIS ditetapkan iurannya berpotensi naik di atas Rp35 ribu," ujar dia.
"Jadi ada potensi kenaikan tarif untuk kelas III. Sementara kelas I dan II justru turun jadi disamaratakan tidak ada kelas," tambahnya.
Baca juga : Kelas Rawat Inap Standar Jangan Dibahas Tertutup
Selain itu, dengan adanya KRIS maka kelas pelayanan akan hilang dan diganti satu standar dengan 4 tempat tidur dan akan diatur dalam permenkes. Jika ruang perawatan jadi satu maka kaitannya dengan kejomplangan pembayaran iuran.
Perpres 59/2024 juga perlu dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan Pasal 18 mengatakan KRIS untuk rumah sakit swasta keterisiannya minimal 40% dan rumah sakit pemerintah 60%. Maka berpotensi pembatasan akses peserta JKN kepada ruang perawatan.
"Dengan adanya PP 47/2021 menghambat akses kesehatan. Sehingga dengan KRIS akan melegitimasi pembatasan akses ruang perawatan. Perpres itu juga akan mempersulit dan akan jadi persoalan berikutnya di peserta JKN," pungkasnya. (Z-8)
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menjelaskan penetapan Kelas Rawa Inap Standar (KRIS) meminta pemerintah hati-hati dalam menetapkan KRIS. Masyarakat harus memperoleh layanan kesehatan
KETUA Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir memberikan sejumlah catatan berdasarkan temuan lapangan soal penerapan kelas rawat inap standar (KRIS).
SEJUMLAH rumah sakit tidak akan mengikuti program kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan.
Implementasi kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan tidak akan membuat rumah sakit (RS) kehilangan jumlah tempat tidur.
MASIH ada pro dan kontra berbagai rumah sakit swasta di Indonesia terkait penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) bagi peserta BPJS Kesehatan.
LAYANAN Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) akan diberlakukan per tanggal 30 Juni 2025. KRIS akan dihadirkan untuk menggantikan sistem kelas yang selama ini digunakan oleh BPJS Kesehatan.
PENERAPAN kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan akan dilaksanakan menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
KEPALA Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menyebut seluruh rumah sakit umum daerah (RSUD) mulai menyesuaikan jumlah tempat tidur per ruang rawat inap sesuai sistem KRIS
Hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan JKN serta pengawasan eksternal BPJS Kesehatan oleh DJSN menjadi rujukan dalam perumusan perbaikan tatakelola JKN.
Kemenkes dan BPJS Kesehatan seharusnya fokus saja pada peningkatan manfaat layanan seperti memastikan pasien JKN dan keluarganya tidak mencari-cari ruang perawatan sendiri.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menekankan bahwa layanan kesehatan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap tidak berubah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved