Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Peningkatan Akses dan Ketersediaan Obat Masih Hadapi Kendala

Eni Kartinah
07/2/2022 15:34
Peningkatan Akses dan Ketersediaan Obat Masih Hadapi Kendala
Apoteker memperlihatkan salah satu obat covid-19 di salah satu apotek di Manado, Sulawesi Utara.(ANTARA FOTO/Adwit B Pramono)

INDONESIA telah diakui sebagai salah satu negara dengan cakupan vaksinasi yang memuaskan.

Dengan jumlah cakupan vaksinasi  covid-19 yang mencapai 166,65 Juta orang sebanyak 281.574.183 dosis, negara ini telah menempati urutan ke-4 usai Tiongkok, India, dan Amerika Serikat (AS).

Target WHO tentunya berhasil terlampaui berkat kolaborasi pentahelix lintas pemangku kepentingan dan kerjasama multilateral dengan beragam perusahaan farmasi.

“Pada saat kita hampir menuju akhir krisis kesehatan, kasus-kasus omikron telah dilaporkan hadir di Indonesia dan sejumlah negara tetangga,” kata Banarsono Trimandojo, Lead of JKN Drug Enlistment Task Force, International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) dalam keterangan pers, Senin (7/2)

“Distribusi vaksin covid -19, peningkatan akses, dan ketersediaan obat-obatan penting, baik untuk program JKN dan program kesehatan nasional lainnya merupakan faktor -faktor krusial bagi Indonesia guna menciptakan sistem kesehatan yang kokoh di masa depan,” jelas Banarsono.

Selama krisis kesehatan dua tahun ke belakang, pemerintah Indonesia telah secara seksama menyesuaikan cara kerja dan mengkaji sejumlah kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang pada berbagai sektor, tak terkecuali sektor kesehatan.

“Langkah ini ditempuh guna menciptakan sistem dan kualitas layanan kesehatan di masa depan yang adaptif dan konstruktif,” katanya.

Salah satu instrumen regulasi tersebut adalah Peraturan Presiden (Perpres) No 12 Tahun 2021 yang bertujuan mengatur aktivitas pengadaan barang dan jasa.

Di dalamnya terdapat enam prinsip yang menjadi acuan beragam pemangku kepentingan sebagaimana tercantum dalam peraturan presiden pendahulunya - Pasal 6 Perpres 16 / 2018, yakni: efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel dalam proses pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.

 Sebagai salah satu instrumen kebijakan penting, Perpres No 12 Tahun 2021 merupakan salah satu manifesto misi pemerintah Indonesia guna memberikan kemudahan berbisnis sebagaimana tercermin dari semangat UU Ciptaker.

“Hal ini dapat kita amati dari salah satu perubahan mendasar pada Perpres No. 12 Tahun 2021 yaitu menghapus proses tender dan negosiasi kemudian menggantinya menjadi proses “verifikasi” yang hanya merujuk pada persyaratan teknis oleh Kementerian Kesehatan,” ujar Banarsono.

 Artinya, hal ini akan mempercepat proses tender yang dilakukan oleh institusi pemerintahan dalam membeli barang dan jasa. Perubahan penting lainnya dari Perpres No. 12 Tahun 2021 adalah masing -masing satuan kerja pemerintah dalam hal ini fasilitas dan pelayanan kesehatan (rumah sakit dan Puskesmas) dengan status Badan Layanan Umum, dinas kesehatan, hingga institusi di pemerintah pusat memiliki kewenangan dalam melakukan negosiasi langsung dengan pihak penyedia obat di e-katalog.

Sejumlah perubahan di atas, tentunya akan menciptakan sejumlah implikasi dan pengaruh implementasi di lapangan hingga berdampak bagi akses dan ketersediaan kualitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat secara umum.

Adanya perubahan sistem negosiasi oleh penyedia layanan kesehatan menciptakan sejumlah tantangan dan implikasi, khususnya pada prinsip akuntabilitas dan transparansi selama kegiatan pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.

Banarsono menjelaskan bahwa pertama, saat ini terjadi multitafsir tentang implementasi regulasi, yaitu pemahaman antara ‘Harga Eceran Tertinggi’ (HET) dengan ‘Harga Perkiraan Sendiri’ (HPS) dalam sistem pengadaan obat di e-katalog digunakan secara bersamaan, sehingga memunculkan pengertian yang berbeda mengenai penetapan harga obat dalam katalog obat.

“Padahal, obat merupakan komoditas kemanusiaan yang strategis guna peningkatan kualitas kesehatan masyarakat secara umum, artinya tidak dapat disamakan dengan barang dan jasa lainnya, contohnya infrastruktur dan perbankan,” katanya.

Seyogianya, aplikasi kebijakan pengadaan barang dan jasa dapat menyediakan syarat khusus dan pengecualian bagi obat karena dapat berdampak secara langsung bagi kualitas pembangunan manusia bahkan nyawa dari segi pengaturan.

Kedua, dalam implementasinya, Perpres No 12 / 2021 memunculkan tantangan dengan kebijakan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), sebagai institusi yang memiliki otoritas dalam mengelola e-katalog pemerintah.

Dalam kebijakan LKPP, disebutkan bahwa HET akan menciptakan perbedaan harga dengan HPS yang mana adalah acuan satuan kerja dalam melakukan negosiasi dengan penyedia di e-katalog.

“Dengan demikian, akan tercipta ketidakpastian bagi kedua belah pihak – satuan kerja pelayanan kesehatan dan perusahaan farmasi, yang memengaruhi proses pengadaan obat,” katanya.

Adanya tantangan selama pengadaan obat oleh para penyedia layanan kesehatan tentunya akan secara tidak langsung berimbas pada rantai pasokan dan ketersediaan obat yang akan dirasakan oleh masyarakat secara umum.

Tidak hanya itu , adanya variasi harga hasil negosiasi oleh satuan kerja penyedia fasilitas pelayanan kesehatan berpotensi menciptakan fraud selama proses klaim di BPJS Kesehatan setelahnya.

Terakhir, Perpres ini bisa menjadi titik balik krusial bagi ketersediaan obat -obatan di seluruh Indonesia.

“Bayangkan jika setiap satuan kerja penyedia layanan kesehatan memiliki otoritas untuk menyediakan obat dengan ketentuan mereka masing -masing,” ujarnta.

“Tendensi kesenjangan harga dan ketersediaan rantai pasokan, secara langsung akan berdampak pada perawatan pasien, khususnya mereka yang membutuhkan penanganan kritis. Hal ini tentunya akan memperluas jarak kemampuan beli pasien,” paparnya.

Obat - obatan adalah hak dasar kemanusiaan yang harganya tidak tergantikan atau bisa mengorbankan nyawa jika tertunda atau ditolak.

Sejumlah rekomendasi guna percepatan ketersediaan obat dan peningkatan layanan kesehatan di masa depan memastikan perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi secara baik dan efektif dalam sebuah sistem pengadaan publik oleh pemerintah, khususnya terkait penyediaan obat-obatan dan alat kesehatan di lapangan adalah hal yang sangat krusial.

Apabila selama proses tersebut mengalami gangguan dan hambatan penerapan, maka hak mendasar masyarakat Indonesia untuk menerima obat-obatan dan perawatan kesehatan sangatlah terganggu hingga mengancam nyawa bagi sebagian pasien yang memerlukan tindakan cepat tanggap.

“Selain itu, inefisiensi dan hambatan dalam rantai pasokan obat – obatan oleh penyedia fasilitas kesehatan jelas akan mengganggu pemerintah Indonesia dalam menerapkan kebijakan jaminan kesehatan masyaraka,” katanya.

Menurut Banarsono, pemerintah Indonesia perlu memperkuat aspek transparansi dan klarifikasi dalam penetapan harga atau harga referensi serta kebijakan kategorisasi lainnya, khususnya pada obat –obatan, baik obat untuk covid-19  maupun non-covid-19, hingga obat-obatan esensial untuk penyakit kronis.

Sebagai mitra strategis pemerintah dalam penguatan infrastruktur kesehatan, International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), yang merupakan organisasi beragam perusahaan farmasi multinasional sangatlah siap terlibat dalam proses peningkatan dalam pelaksanaan teknis dari Perpres 12/2021, terutama dalam memberi kepastian tentang ketersediaan obat dalam rantai pasokan.

“Selain itu, IPMG juga mengusulkan agar pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran guna menerangkan jenis- jenis obat yang telah memiliki fixed price, termasuk obat program rujuk balik, obat penyakit kronis, dan perawatan kemoterapi yang menentukan kelangsungan nyawa pasien,” paparnya. (Nik/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya