Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pahami Gempa Bumi, Kenali Bedanya Prediksi dan Prekursor

Ferdian Ananda Majni
05/6/2021 23:15
Pahami Gempa Bumi, Kenali Bedanya Prediksi dan Prekursor
Ilustrasi gempa(MI/Susanto)

BERBAGAI macam upaya dilakukan dalam usaha mengurangi korban akibat bencana gempa bumi, antara lain lewat kajian prediksi gempa.

Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono menerangkan, ada dua istilah dalam kajian informasi awal sebelum kejadian gempa, yakni prediksi dan prekursor.

"Prediksi gempa merupakan kajian untuk menjawab penyediaan informasi parameter gempa saat belum terjadi gempa, yang meliputi kapan gempa akan terjadi (aspek waktu), lokasi pusat gempa dan parameter sumber dan mekanisme sumber gempa," kata Rahmat dalam keterangannya Sabtu (5/6).

Sedangkan yang disebut prekursor gempa adalah kajian/riset yang mempelajari perubahan fisis yang terjadi di alam, yang dapat dijadikan sebagai petunjuk awal sebelum kejadian gempa.

"BMKG sebagai instansi yang mempunyai tanggungjawab penuh dari aspek informasi gempa, selain melakukan tugas dan fungsi monitoring, pengelolaan dan diseminasi juga melakukan tahapan riset yang dimulai dari lingkup riset yang bersifat internal serta lingkup para pakar dan riset yang langsung dirilis untuk langsung dimanfaatkan oleh publik," jelasnya.

Magnet bumi
Rahmat menyampaikan sejak 1980 lalu BMKG telah melakukan riset dan mengembangkan melalui berbagai metoda dan pemasangan peralatan, seperti antara lain metoda statistik, metoda seismic gap dari data-data gempa yang telah lalu, metoda dengan data Radon, metoda dengan data suhu tanah, metoda dengan data magnet bumi, dan metoda dengan data TEC (Total Electron Content).

Dari berbagai riset dan pengembangan oleh BMKG tersebut, imbuhnya, yang cukup menjanjikan adalah metoda dengan data magnet bumi atau BMKG menyebut dengan Precursor Gempabumi dengan metode magnet bumi.

Dijelaskannya, prekursor gempa dengan metode magnet bumi mulai dikembangkan di 2011, bekerja sama dengan Universitas Kyushu Jepang, mulai merancang kegiatan. Dan tahun 2012, Universitas Kyushu Jepang memasang Fluxgate Geomagnet di 3 lokasi di Pulau Sumatra.

"Tahun 2014 parameter Prekursor gempa bumi dibuat dengan tiga parameter yaitu, Kapan?, Dimana ? dan Berapa Kuat Potensi nya? Mulai tahun 2016 BMKG mulai melakukan kajian rutin dan terukur. Tahun 2017 menambah peralatan pemantau magnet bumi (Fluxgate geomagnet) untuk precursor gempabumi," paparnya.

BMKG juga telah berhasil menganalisis precursor gempa dengan metode magnet bumi yang menghasilkan data kapan gempabumi akan terjadi, dengan range 1 – 30 hari ke depan. "Di mana area gempa bumi akan terjadi dengan area duga aktif yang terbatas (tidak luas). Begitu juga berapa besar kekuatan gempabumi (magnitudo) akan terjadi," katanya.

Menurut Rahmat, analisis dan laporan precursor umumnya dibuat mingguan, tetapi informasinya masih terbatas untuk internal BMKG dikarenakan tingkat akurasinya untuk gempa besar masih kurang baik sedangkan untuk gempa dengan magnitudo sekitar 5 mulai ada peningkatan akurasi.

"Metoda ini terus dikembangkan dan sampai sekarang terus dimonitor dan dievaluasi tingkat akurasinya," lanjutnya.

Ia mengatakan, sistem prakiraan (precursor) gempabumi ini lebih dahulu dan lebih maju bila dibandingkan dengan sistem yg dikembangkan oleh beberapa lembaga riset karena dalam prediksi gempa dengan metoda magnet prekursor ini tidak hanya durasi waktunya yg dibatasi, namun juga area yang diduga akan terjadi gempa juga dibatasi.

Adapun parameter prekursor Gempa yang dikembangkan BMKG mencakup, pertama, kapan rentang waktu potensi gempa akan release (< 1 bulan), yang dihitung dari awal anomali muncul sampai 1 bulan ke depan.

Kedua, dimana zona duga aktif gempa, dengan mempertimbangkan sumber gempa baik zona subduksi maupun zona sesar permukaan, sehingga area prediksi semakin dapat di klaster. Ketiga, berapa kuat prediksi potensi magnitudo gempa?

Diungkapkan Rahmat, saat ini prekursor yang dikembangkan oleh BMKG belum mampu secara baik atau akurat untuk gempa gempa dengan magnitudo/kekuatan yang besar M>6.5. Tetapi untuk gempa bumi dengan magnitudo M=5 - M=6 tingkat akurasi prekursor gempabumi dengan metoda magnet bumi yang dikembangkan BMKG, akurasinya cukup baik, yaitu sekitar 60 %-70 %.

"Apalagi kalau magnitudonya lebih kecil dari M=5 akurasinya sampai diatas 80%-90%. Karena sebagian besar gempa-gempa dengan magnitudo 5 ini tidak berdampak merusak atau bahkan tidak berdampak dirasakan, maka BMKG terus mengembangkan agar prekursor ini mampu untuk memperkirakan gempa-gempa dengan magnitude di atas 6," terangnya.

Ke depan, BMKG berencana akan mengembangkan precursor gempabumi ini dengan menyatukan berbagai metode untuk memkonfirmasi parameter prekursor gempa yang telah dikembangkan yaitu Seismic Vp/Vs, histori gempa, Radon, suhu tanah, dan TEC (Total Electron Content).

Riset bersama
Mulai tahun ini, BMKG akan melakukan riset bersama LIPI untuk mengkaji prekursor gempabumi yang memfokuskan pada potensi gempa-gempa merusak. Dari hasil kajian sebelumnya yang telah dilakukan oleh BMKG maka untuk data Radon, suhu air tanah memiliki karakteristik yang mampu memantau anomali < 100 km (sangat lokal).

"Ini efektif jika dipasang dekat dengan sesar aktif permukaan. Sedang untuk TEC memiliki wilayah anomali yang sangat luas, maka metode tersebut cocok untuk konfirmasi data dari parameter prekursor gempa dari magnet bumi," lanjutnya.

BMKG sangat mengapresiasi para pakar dan lembaga riset untuk mengembangkan kajian prediksi gempa seperti yang dikembangkan oleh beberapa kampus. BMKG, kata Rahmat, berharap kampus dan lembaga riset terus meningkatkan dan mengembangkan metoda dan analisis datanya dengan batasan magnitudo yang besar dan area yang sempit.

"Sebab kalau batasannya area yang sangat luas dengan magnitudo yang kecil tentunya metoda ini masih sangat lemah jika dipandang dari segi ilmiahnya," tukas Rahmat.

Ia menambahkan, batasan magnitudo yang dapat diprediksi mulai dari magnitudo M=4.5 keatas dan zona yang diprediksi sangat luas. Dari Aceh sampai NTT dengan hanya menggunakan data Radon yang terpasang di Yogyakarta, karena radius gas Radon sangat terbatas.

Seperti kita ketahui bahwa untuk gempa gempa dengan magnitudo M=4.5, setiap hari terjadi di wilayah Indonesia dan kekuatan gempa ini tidak berdampak merusak atau sebagian besar malah tidak dirasakan oleh masyarakat, sehingga tanpa adanya anomali Radon pun setiap hari pasti terjadi gempa dengan magnitudo kecil-kecil ini.

Kalaupun alat yang dikembangkan ini batasan minimal magnitudonya M4.5, sahutnya, BMKG berharap areanya dapat dibatasi pada zona tertentu, misalnya akan terjadi gempa dalam 3 hari kedepan pada wilayah Yogyakarta atau Jawa Tengah, sesuai jangkauan radius gas Radonnya itu sendiri. Tidak seperti yang saat ini dilakukan wilayahnya dari Aceh sampai NTT apalagi sampai Papua, sebuah wilayah yg sangat luas untuk kepastian terjadinya gempa. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya