Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Yuk Kenali 9 Profil Hakim Konstitusi

Meilani Teniwut
15/6/2023 08:20
Yuk Kenali 9 Profil Hakim Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki 9 orang hakim. Yuk kenalan dengan mereka.(MI/Susanto)

HAKIM konstitusi adalah jabatan yang menjalankan wewenang Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Oleh karena itu figur hakim konstitusi menentukan pelaksanaan wewenang MK yang salah satu fungsinya adalah sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution).

Dalam pasal 24C ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menentukan MK mempunyai sembilan anggota hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung (MA), DPR, dan Presiden. Pada 16 Agustus 2008, hakim konstitusi periode pertama akan mengakhiri masa baktinya setelah menjalankan tugas konstitusional selama lima tahun sejak 2003.

Lantas, siapa saja yah 9 profil tersebut? Mari disimak.

Baca juga: Begini Prosedur Pengajuan Perkara di Mahkamah Konstitusi

1. Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H. (KETUA)

Anwar Usman, saat ini menduduki posisi sebagai sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi ke-6. Pria kelahiran Bima 31 Desember 1956 itu sempat menjabat sebagai Wakil Ketua MK ke-5. Anwar Usman memulai karier sebagai seorang guru honorer pada 1975. 

Baca juga: 9 Hakim MK Putuskan Gugatan Sistem Proporsional Pemilu Kamis 15 Juni 2023

Karier pertama ayah tiga anak ini sebagai guru honorer di Sekolah Dasar Kalibaru, Jakarta, tahun 1976. Tiga tahun berselang, Anwar diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) sebagai guru agama Islam di SDN Kebon Jeruk. Profesinya sebagai guru agama diteruskan hingga tahun 1985. Di tahun yang sama, dia mencoba peruntungan mengikuti tes calon hakim. Ia lulus dan beralih profesi menjadi calon hakim di Pengadilan Negeri Bogor, Jawa Barat.

Perjalanan karier Anwar tidak sebatas itu, ia diangkat menjadi hakim di Pengadilan Negeri Atambua, tahun 1989. Adik ipar Presiden Joko Widodo itu juga pernah menduduki jabatan sebagai hakim agung mulai tahun 1997-2003 kemudian berlanjut dengan pengangkatan menjadi Kepala Biro Kepegawaian MA, tahun 2003-2006.

Kariernya terus bergerak saat dia menjadi hakim konstitusi pada 2011. Saat pergantian pimpinan, Anwar terpilih menjadi Wakil Ketua MK pada 12 Januari 2015. Ia menuntaskannya hingga 2017.  Pada 2018, ia kembali terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi 2018-2020. Bahkan saat ini dirinya terpilih menjadi ketua MK Periode tahun 2023-2028.

2. Prof. Dr. Saldi Isra, S.H. (WAKIL)

Saldi Isra, merupakan seorang pakar hukum tata negara sebelum menjadi hakim konstitusi terpilih. Pria yang saat ini  menjabat sebagai wakil ketua MK itu lahir di Paninggahan, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada 20 Agustus 1968. Setelah dua kali gagal seleksi masuk perguruan tinggi negeri pada 1988 dan 1989, Saldi akhirnya diterima di Fakultas Hukum Universitas Andalas tahun 1990.

Selama masa kuliah, Saldi menonjol dalam prestasi akademik dan aktivitas mahasiswa. Ia menjadi mahasiswa berprestasi tingkat nasional dan Ketua I Senat Mahasiswa FH Unand. Tamat dari kampus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,86 dan wisuda dengan predikat Summa Cum Laude. Saldi sempat mengajar di Universitas Bung Hatta sebelum memutuskan mengabdi di almamater sebagai dosen.

Saldi aktif menulis ulasan hukum tata negara dan antikorupsi di berbagai media nasional. Tak heran pendapatnya sering dikutip wartawan. Pada 2001, Saldi menyelesaikan studi dan meraih gelar Master of Public Administration di Universitas Malaya, Malaysia. Delapan tahun kemudian, pada 2009, ia menyelesaikan pendidikan Doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Setahun kemudian, Saldi akhirnya meraih gelar profesor, guru besar hukum tata negara Fakultas Hukum Unand.

Selama menjadi akademisi, Saldi tetap konsisten menjadi pemerhati hukum tata negara dan gerakan antikorupsi di Indonesia, baik melalui opini dan pendapat di media massa atau sejumlah buku. Ketika di kampus pun Saldi ikut mendirikan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang konsen pada isu-isu ketatanegaraan dan sempat jadi direktur di sana.

Saldi Isra berulang kali diminta menjadi tim seleksi komisi negara, antara lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Pada 2017, mantan Ketua MK periode 2008-2013, Mohammad Mahfud MD mendorong Saldi untuk mendaftar dalam proses hakim konstitusi pada 2017 yang dibuka Presiden Joko Widodo. 

Saldi dipilih Presiden dan menyisihkan dua tokoh lain yang direkomendasikan panitia seleksi hakim MK. Sejak menjadi hakim, Saldi Isra membatasi diri dari berbagai aktivitas sebelumnya dan berkonsentrasi menjadi hakim konstitusi sesuai dengan kode etik hakim yang ketat. 

3. Prof. Dr. Arief Hidayat S.H., M.S.

Arief Hidayat lahir di Semarang, Jawa Tengah, 3 Febuari 1956. Ayah dari dua orang anak ini merupakan ahli hukum Indonesia. Dia seorang akademisi murni yang menghabiskan pengabdiannya di dunia kampus.

Masa sekolah SD, SMP, dan SMA-nya diselesaikan di Semarang. Kemudian, Arief melanjutkan pendidikan S1-nya di Falkultas Hukum Universitas Diponogoro (Undip), Semarang, tahun 1980. Empat tahun berselang, ia kembali melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana Ilmu Hukum di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur.

Arief mengawali kariernya setelah menggondol sarjana hukum menjadi staf pengajar di Falkultas Hukum Undip. Selama berkarier ia lebih banyak menghabiskan waktu dalam dunia pendidikan sebagai pengajar. Tahun 2006 pun Arief melanjutkan pendidikan doktornya di Universitas Diponogoro bidang Ilmu Hukum.

Karier Arief sebagai pengajar terus menanjak dan menjad guru besar Falkultas Hukum Undip. Pada 4 Maret 2013, Arief terpilih sebagai hakim konstitusi untuk waktu lima tahun.

Dia menggantikan kursi hakim Mahfud MD. Dalam pemilihan pimpinan, dia terpilih sebagai wakil ketua. Puncaknya, pada 2015, Arief terpilih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2015-2017, menggantikan Hamdan Zoelva yang sudah habis masa jabatannya.

4. Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H

Guntur Hamzah merupakan pria kelahiran Makassar 8 Januari 1965. Sebelum menjadi hakim konstitusi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal MK RI.

Dia menempuh pendidikan S1 Hukum Tata Negara di Universitas Hasanuddin, Makassar dan lulus pada 1988. Kemudian S2 Hukum Tata Negara di Universitas Padjadjaran, Bandung, pada 1995. Lalu, dia mendapatkan gelar doktor di bidang ilmu hukum di Universitas Airlangga, Surabaya, dengan predikat cum laude.

Dia tercatat dua kali mendapatkan penghargaan. Pada 2009 dengan penghargaan Satya Lencana Karya Satya dan pada 2013 penghargaan Satya Lencana Karya Satya.

Sayangnya ia pernah tersandung skandal perubahan kalimat dalam vonis MK. Guntur meminta perubahan frasa dalam vonis gugatan terkait pergantian Aswanto selaku Hakim Konstitusi oleh DPR. Dalam sidang vonis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung MK, Senin (20/3/2023), Guntur terbukti melanggar kode etik dan asas integritas. Meski begitu, ia hanya dijatuhi vonis teguran tertulis.

5. Dr. Manahan M. P. Sitompul, S.H., M. Hum

Manahan Malontinge Pardamean Sitompul lahir di Tarutung, 8 Desember 1953. Dia terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015. Hakim MK usulan MA ini menjabat selama dua periode yakni 28 April 2015 s/d 28 April 2020 dan periode 2 pada 30 April 2020 s/d 08 Desember 2023.

Manahan menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Internasional Universitas Sumatra Utara (USU) tahun 1982. Lalu lanjut S2 Program Magister jurusan Hukum Bisnis USU tahun 2001. Pendidikan hukum jenjang S3 Manahan mengambil Program Doktor Jurusan Hukum Bisnis USU tahun 2009.

Karier hakimnya dimulai sejak dilantik di Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe tahun 1986. Ia sempat berpindah ke beberapa tempat di Sumatra Utara sambil menyelesaikan kuliah S2 hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.

Pada 2013, Manahan mengikuti tes calon hakim agung, namun gagal pada tahap akhir fit and proper test di DPR. Di tahun yang sama, ia dipanggil MA untuk fit and proper test menjadi pimpinan Pengadilan Tinggi (PT) dan berhasil sehingga ditempatkan sebagai Wakil Ketua PT di Pangkalpinang, Bangka Belitung.

“Baru pada 2015, saya memberanikan diri untuk mengajukan diri sebagai hakim konstitusi dan ternyata lulus untuk menggantikan senior saya, Bapak Alim,” kata Manahan dikutip dari situs MKRI.

6. Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H.

Daniel merupakan hakim MK usulan Presiden Jokowi. Dia menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah menyelesaikan masa tugasnya pada 7 Januari 2020. Daniel menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.

Pria kelahiran Kupang, 15 Desember 1964, menempuh pendidikan S1 Ilmu Hukum Tata Negara (HTN) UNDANA Kupang pada 1990. Program S2 Ilmu HTN Universitas Indonesia tahun 1995 dan S3 Ilmu HTN Universitas Indonesia tahun 2005.

Dikutip dari situs MKRI, perjalanan hidup Daniel tidak bisa dipisahkan dari dunia aktivis. Ia tercatat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang sejak terdaftar menjadi mahasiswa pada 1985. Selanjutnya, Daniel juga terlibat aktif di beberapa lembaga, antara lain Sekretaris II Yayasan Kesehatan PGI Cikini, serta Pengurus Harian Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia. Anggota Komisi Hukum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Sekretaris Advokasi Gereja Protestan di Indonesia (GPI) serta konsultasi hukum di GPIB Paulus. 

Untuk menjaga independensi dan ketidakberpihakan, Daniel sudah mengajukan permohonan pengunduran diri sejak dilantik sebagai hakim di MK. Daniel tercatat pernah menjadi dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia dan dosen tetap di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya dengan jabatan fungsional sebagai Asisten Ahli. 

7. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum. 

Enny Nurbaningsih lahir, pada 27 Juni 1962. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi mulai 13 Agustus 2018. Sebelumnya, Enny merupakan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional dan akademisi yang mengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Enny juga berhasil meraih gelar doktor pada program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan tesis berjudul "Aktualisasi Pengaturan Wewenang Mengatur Urusan Daerah dalam Peraturan Daerah". 

Selain itu, Enny juga memiliki rekam jejak karir yang beragam di bidang hukum. Di antaranya Staf Ahli Hukum DPRD Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, Sekretaris Umum Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Legal consultant di Swisscontact, dan penasihat pada Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah.

Ia juga berkarir sebagai Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Enny juga pernah meraih penghargaan tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya 10 tahun. 

8. Dr. Suhartoyo S.H., M.H.

Suhartoyo lahir pada 15 Oktober 1959. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 7 Januari 2015. Sebelum berkarier sebagai hakim konstitusi, Suhartoyo merupakan seorang hakim karier di lingkungan Peradilan Umum, dengan penugasan terakhir di Pengadilan Tinggi Denpasar.

9. Dr. Wahiduddin Adams, SH. MA

Wahiduddin Adams, lahir 17 Januari 1954, adalah seorang birokrat dan hakim Indonesia. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi mulai 21 Maret 2014. Sebelumnya ia adalah seorang birokrat di Kementerian Hukum dan HAM, menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dari 2010 - 2014.

Wahid boleh dikatakan seorang perantau sukses dari desa kecil. Anak pertama dari pasangan H Adam Sulaiman dan Hj Rofiah Gani ini menghabiskan masa kecilnya di Sakatiga, sebuah desa kecil di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Sedari kecil, Wahid sudah ditanamkan pendidikan agama yang kuat oleh orang tuanya. Bagaimana tidak, selepas sekolah dasar, Wahid yang berusia 12 tahun melanjutkan pendidikannya di madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah.

Ia juga mengenyam ilmu Peradilan Islam, Fakultas Syariah di Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Bak haus akan ilmu, Wahid tidak menghentikan pendidikannya sampai di situ. Ia melanjutkan sekolahnya sampai meraih gelar doktor di universitas yang sama. Wahid bahkan memparipurnakan pendidikannya dengan mengambil program S1 di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah demi meraih gelar SH (sarjana hukum) tahun 2005 setelah ia meraih gelar doktor. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya