Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Mahfud Sebut Tim PPHAM Bukan untuk Hidupkan Kelompok Komunis

Andhika Prasetyo
11/1/2023 13:04
Mahfud Sebut Tim PPHAM Bukan untuk Hidupkan Kelompok Komunis
Menko Polhukam Mahfud MD(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho G)

MENTERI Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD membantah isu yang menyebut Tim PP (PPHAM) dibentuk untuk menghidupkan kembali kelompok komunis di Indonesia.

Ia menjelaskan laporan dan rekomendasi Tim PPHAM tidak hanya berisi peristiwa 1965-1966 yang memang bersinggungan dengan PKI. Ada banyak pula kasus pelanggaran HAM berat lain yang diurus dan diminta untuk segera diselesaikan.

"Jangan sekali-kali menuduh ini mau mengkerdilkan umat Islam, mau menghidupkan lagi komunis. Justru ini banyak rekomendasi yang terkait dengan pelanggaran terhadap orang muslim di Aceh," ujar Mahfud di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1).

Setidaknya, ada tiga kasus HAM berat yang berlokasi di Aceh dan menyasar kaum muslim sebagai korban, yaitu peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis 1989, peristiwa Simpang KKA 1999 serta peristiwa Jambo Keupok 2003. Mereka dibunuh karena dianggap terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Selain itu, pelanggaran kasus HAM berat lain yang juga menyasar pemeluk Islam adalah tragedi pembantaian dukun santet pada rentang 1998-1999.

"Di Aceh itu ada tiga kasus dan korbannya itu Islam semua. Kemudian, dukun santet itu ulama semua. Ada 142 orang jadi korban. Keluarga mereka sampai sekarang masih menderita," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Baca juga: Mahfud Pastikan Pemerintah Tindaklanjuti Rekomendasi Tim PPHAM

Adapun, salah satu rekomendasi utama yang disampaikan Tim PPHAM ialah memulihkan hak-hak seluruh keluarga korban pelanggaran HAM berat secara adil dan bijaksana.

Pasalnya, hingga saat ini, masih banyak keluarga korban yang hidup dalam tekanan dan diskriminasi masyarakat lantaran stigma yang melekat pada keluarga mereka yang dibunuh di masa lalu.

"Ada beberapa orang yang masih menerima diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga yang sampai sekarang masih menjalani rehabilitasi fisik. Mereka masih menderita dan pemerintah harus turun tangan," tukasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya