Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
ANGGOTA Panitia Seleksi Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Hendardi mempersoalkan KPK yang menggelar jumpa pers terkait status mantan Deputi Bidang Penindakan KPK Firli Bahuri yang kini mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Menurutnya, pengumuman kasus dugaan pelanggaran etik tersebut cenderung bertendensi membunuh karakter.
"Kesimpulan dari semuanya ialah status dugaan pelanggaran etik itu belum berkekuatan hukum tetap. Cara begini ingin terlihat ingin menyudutkan dan membunuh karakter sesorang," kata Hendardi di Jakarta, Kamis (12/9).
Ia menegaskan, sikap KPK itu tidak akan mengubah proses yang telah dilalui di pansel. Hendardi mengatakan saat proses seleksi masih berada di pansel, KPK telah menyerahkan catatan terhadap Firli. Namun, imbuh Hendardi, KPK menyatakan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli belum berkekuatan hukum.
"Direktur di KPK bilang prosesnya ada sidang dewan pertimbangan etik dan disitulah diputuskan. Tapi belum pernah ada sidang tersebut dan Firli sudah ditarik kembali ke kepolisian," imbuh Hendardi.
Baca juga: Capim KPK Firli Bahuri Merasa Disudutkan Terkait TGB
Ia menyayangkan sikap KPK yang kemudian menggelar jumpa pers perihal status Firli. Di mata Hendardi, KPK seolah bermain politik.
"Kalau KPK bikin konferensi pers (soal Firli) akhirnya saya melihat KPK bermain politik. Saya juga kesal sebenarnya sama DPR kadang suka ngucek-ngucek KPK tapi kadang-kadang KPK main politik juga kalau begini namanya," tukasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang bersama Penasihat KPK Tsani Annafari, dan juru bicara KPK Febri Diansyah menggelar konferensi pers terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli.
Ia diketahui bertemu dengan Gubernur NTB TGB Zainul Majdi sebanyak dua kali pada 2018. Padahal saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kasus divestasi Newmont yang menyeret nama TGB.
Firli juga terekam melakukan pertemuan dengan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Barullah pada Agustus 2018. Kala itu Barullah diperiksa sebagai saksi dalam kasus mafia anggaran. Firli juga disebut bertemu dengan pimpinan partai politik.
Saut menyatakan polisi berpangkat Irjen tersebut diberhentikan secara hormat dari KPK meski ada dugaan pelanggaran etik berat. Pemberhentian secara hormat diputuskan karena Firli dibutuhkan kembali oleh kepolisian. Sehingga, proses yang dijalani untuk menentukan status Firli tidak berlanjut.
"Kalau yang bersangkutan tetap di sini (KPK) pasti prosesnya berlanjut. Tapi dia harus kembali karena dibutuhkan instansi asalnya (kepolisian) dan KPK praktis tidak bisa menghalangi kariernya," jelas Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9). (OL-8)
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia di 2024 tercatat sebesar 3,85 dari skala 0 sampai 5. Angka itu lebih rendah dibandingkan capaian 2023 yang mencapai 3,92.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah didengungkan.
Boyamin mengatakan Alex merupakan salah satu pimpinan yang menyepakati revisi undang-undang KPK saat fit and proper test di DPR.
Pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengenai perlunya perombakan besar dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 memunculkan kontroversi.
KETERPURUKAN citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian tak tertolong. Rentetan problematika terus silih berganti.
Ia menegaskan, tes wawasan kebangsaan merupakan keputusan kolegial pimpinan KPK yang turut dihadiri dewas.
Tjahjo menyebut wajar saja ada kalangan yang setuju dan tidak setuju terkait tes wawasan kebangsaan itu.
Febri Diansyah menjabat Juru Bicara KPK sejak 2016 hingga 2019. Saat pergantian kepemimpinan KPK pada akhir tahun lalu, Febri tak lagi menjabat juru bicara.
UU KPK yang baru tersebut dinilai tidak konstitusional baik secara formal maupun materiil.
Masifnya penangkapan yang dilakukan KPK tidak sebanding dengan besarnya pengembalian aset negara dibandingkan kepolisian dan kejaksaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved