Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Jika tidak Bisa Buktikan, Gugatan BPN Dianggap Konyol

Insi Nantika Jelita
14/6/2019 20:55
Jika tidak Bisa Buktikan, Gugatan BPN Dianggap Konyol
Komisioner KPU RI, Hasyim Asy'ari,(MOHAMAD IRFAN )

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) menilai banyaknya sederet gugatan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi dalam sidang perdana sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden 2019 menjadi tidak jelas.

Salah satu gugatannya, BPN menuding ada 22 juta data pemilih siluman yang digunakan untuk menggelembungkan suara paslon 01. Adapun 22 juta data siluman itu berasal dari 17,5 juta DPT yang dianggap invalid, lalu ditambah 5,7 juta data pemilih dalam daftar pemilih kusus (DPK) yang ditambahkan pada saat hari H pemungutan suara.

"Kalau kita simak dokumen perbaikan tadi dalam pandangan kami tidak jelas. Ada tuduhan suara siluman. Pemilunya serentak, tapi sementara ini kalau kami baca gugatan pemilu DPR itu enggak ada ya menuduhkan jutaan pemilih siluman itu. Kalau banyak dalil, tapi tidak bisa membuktikan kan konyol," ucap Komisioner KPU RI, Hasyim Asy'ari, usai sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Kantor MK, Jakarta, Jumat (14/6).


Baca juga: Pengamat: Pelanggaran TSM Harus Ada Korelasi dengan Hasil Suara


Kubu 02 dalam gugatanya menyatakan perolehan suara Pilpres yang benar ialah paslon Jokowi-Ma'ruf Amin mendapatkan 63.573.169 suara atau 48% dan paslon Prabowo-Sandiaga Uno meraih 68.650.239 suara atau 52%. Menanggapi hal tersebut, Hasyim meminta pihak Prabowo mengungkapkan materi dan buktinya secara jelas dan detail.

"Petitum itu kan permohonan, maka boleh-boleh saja, tapi pertanyaannya atas dasar apa?Misalkan klaim hasil penghitungan KPU sekian kemudian (dianggap) pemohon (beda) di satu provinsi. Nah itu selisih di mana? Apakah di tingkat rekapitulasi provinsi? Atau di TPS. TPS mana? Belum jelas juga locus atau tempat kejadian dimana," tandas Hasyim. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya