Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pola Makar Usang, Indikasikan Pelaku Tidak Berubah

M. Ilham Ramadhan Avisena
11/6/2019 18:47
Pola Makar Usang, Indikasikan Pelaku Tidak Berubah
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

KETUA Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi merasa heran dengan pola sama yang dipakai oleh para terduga pelaku makar.

"Pola itu yang kemudian saya kira agak unik sebenarnya. Mungkin karena diantara mereka adalah orang-orang lama yang secara prinsipil tidak update soal pola manuver politik dan sebagainya," terang Muradi saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (11/6).

Nama-nama yang kerap muncul dan dijadikan sebagai tersangka, kata Muradi, dapat ditebak secara kasat mata olehnya bahwa pola yang digunakan tidak akan berbeda dengan upaya-upaya menggulingkan pemerintahan di era saat dan sesudah reformasi.

Dari pola yang usang itu, Muradi menyimpulkan dua kemungkinan, "yang pertama adalah ini memang orang-orang lama yang tidak update soal gerakan politik yang bersifat makar. Kedua, mereka memang sekedar melakukan perlawanan kecil," tuturnya.

Baca juga: BPN Prabowo-Sandi akan Beri Bantuan Hukum Tersangka Makar

Ia pun menyinggung upaya makar pada 2016 silam yang ketika itu dijuluki dengan sebutan 212, rakyat terlatih (Ratih) tahun 1998 dimana Muradi turun langsung ke lapangan. Dari situ Ia menekankan tidak ada perubahan pola yang dipakai oleh para pelaku.

Ia menilai, upaya yang dilakukan oleh pelaku hanya dikategorikan sebatas perlawanan kepada pemerintahan semata. Selain mudah ditebak, pelaku juga dinilai tidak belajar dari pengalaman sebelumnya.

"Kivlan Zein bukan orang baru. Tapi dia tidak belajar dari sejarah, dia tidak belajar dari situasi yang sudah berkembang jauh," imbuhnya.

"Polanya kan sama, misal tiba-tiba nanti menjelang sidang MK, mereka akan melakukan pola yang sama melalui pengerahan massa. Perhatikan ketika di 212, dari mulai 2016, saya ada di lapangan dan itu polanya mirip, menggunakan mesjid, pesantren dan segala macam, itu kan secara prinsipil perlawanan seperti itu sudah bisa mudah untuk dipatahkan," sambung Muradi.

Lebih jauh, Ia mengungkapkan setidaknya tiga hal mengapa upaya makar itu gagal. Menurutnya, hal mendasar pertama ialah karena kesolidan mereka sudah meluntur lantaran beberapa tokoh sudah berada di sisi pemerintah.

Kemudian, gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tidak ofensif menjadi alasan selanjutnya. Atas gayanya itu, Jokowi mampu meloloskan diri dari jebakan untuk masuk ke dalam pola makar tersebut.

"Ketiga, massa yang dikerahkan ini bukan massa yang heterogen. Ini homogen sekali, dari satu sentimen yang sama," tandas Muradi. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya