Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PAKAR hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini berpendapat perlu ada jeda lima tahun bagi mantan penyelenggara pemilu, yakni jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang ingin maju berkontestasi dalam pilkada. Pasalnya, jeda waktu yang sama juga berlaku jika ada mantan kader partai politik yang ingin mencalonkan diri sebagai penyelenggara pemilu.
"Bahwa mestinya seorang mantan penyelenggara pemilu baru bisa terlibat dalam aktivitas partisan sebagai kontestan atau pengurus partai setelah melewati jeda lima tahun sebagai penyelenggara pemilu," kata Titi kepada Media Indonesia, Selasa (9/7).
Titi menjelaskan, masa jeda itu dilakukan untuk menghindari bias dan penyalahgunaan akses serta wewenang jabatan dan kepentingan partisan dalam rangka kontestasi politik. Selain itu, hal tersebut juga diperlukan untuk menjauhkan KPU dari eksploitasi pragmatis penyelenggara untuk kepentingan politik praktis.
Baca juga : Penyelenggara Pemilu Dinilai Langgar Etika Berat jika Nyalon Pilkada
"Partai politik harus jadi bagian dari tanggung jawab menjaga kemandirian dan integritas penyelenggara pemilu, oleh karena itu mestinya partai politik tidak mencalonkan penyelenggara pemilu yang berniat maju di pilkada 2024," terangnya.
Titi berpendapat, jika partai politik sampai menominasikan penyelenggara pemilu, publik bakal berspekulasi ihwal perselingkuhan atau main mata antara partai politik dan penyelenggara pemilu pada kontestasi Pilkada 2024.
Sebelumnya, pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan penyelenggara pemilu dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pilkada 2024 selama mengundurkan diri maksimal 12 Juli mendatang. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8/2024.
"Bagi penyelenggara yang kok di tengah jalan pingin jadi kepala daerah, itu dihitungnya harus mundur, paling lambat 45 hari sebelum pendaftaran calon," terang Afif. (Tri/Z-7)
PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al Hamdi mengatakan pelanggaran netralitas dalam pemilihan pemimpin sulit untuk dihilangkan.
PEMERINTAH seharusnya menekankan netralitas di pilkada tidak hanya pada penyelenggara pemilu tapi juga kepada aparatur dan pemerintah daerah serta seluruh penjabatnya.
PEMBERHENTIAN dengan tidak hormat eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari perlu menjadi evaluasi bagi struktur dan lembaga penyelenggara pemilu secara menyeluruh.
BERKACA dari kasus mantan Ketua KPU Hasyim Asy’ari, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai perlu memiliki itikad baik untuk membenahi struktur anggota KPU
Plt KPU RI Mochammad Afifuddin menanggapi pernyataan calon wakil presiden nomor urut 3 Pilpres 2024 Mahfud Md yang meminta seluruh komisioner KPU RI saat ini untuk mundur.
Pada Agustus 2024, KPU akan melakukan rapat pleno di tingkat kelurahan, kecamatan, hingga ke tingkat kota untuk menetapkan Daftar Pemilih Sementara (DPS).
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, menegaskan bahwa jajarannya akan menjalankan tugas pada Pilkada Serentak 2024 sesuai dengan aturan.
Langkah KPU itu diharapkan mampu menaati prosedur dan lini masa yang ada.
Penetapan kursi dan calon anggota legislatif terpilih Pileg 2024 molor setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menerima enam permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pileg 2024.
Setiap pihak yang berupaya menggagalkan pelaksanaan pilkada serentak ternyata diancam dengan hukuman pidana
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved