Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PESINETRON Aliando Syarief mengungkapkan dirinya didiagnosis menderita obsessive compulsive disorder (OCD) selama beberapa tahun. Gangguan mental itu membuat dirinya tak bisa beraktivitas secara normal. Aliando mengaku gejala penyakit OCD yang dialaminya tergolong ekstrem sehingga perlu pengobatan menyeluruh. Kondisi tersebut memaksa dirinya mulai jarang tampil di layar kaca.
Spesialis kedokteran jiwa, dr Zulvia Oktanida Syarif, menjelaskan OCD ialah sejenis gangguan mental yang ditandai dengan adanya gejalan obsesi (pikiran yang terjadi berulang) dan kompulsi (tindakan yang berulang). Namun, belum diketahui penyebab pastinya.
"Orang dengan OCD memiliki gejala obsesi, kompulsi, atau keduanya. Gejala-gejala ini dapat mengganggu semua aspek kehidupan, seperti pekerjaan, sekolah, dan hubungan pribadi," kata Zulvia dalam diskusi virtual dilansir pada Minggu (13/2).
Baca juga : Menkes: 1 dari 10 Orang di Indonesia Idap Gangguan Kesehatan Jiwa
Obsesi merupakan pikiran yang berulang, dorongan, atau gambaran mental yang menyebabkan kecemasan. Sementara itu, kompulsi ialah perilaku berulang seseorang dengan OCD merasakan dorongan untuk melakukan dalam menanggapi pemikiran obsesif.
Kompulsi umum, termasuk pembersihan berlebihan atau mencuci tangan, memesan, dan mengatur sesuatu dengan cara yang khusus dan tepat. Pengidap juga bisa berulang kali memeriksa berbagai macam hal seperti memeriksa pintu apakah sudah terkunci.
Gejala bisa datang dan pergi, mereda seiring waktu, atau memburuk. Meskipun sebagian orang dewasa dengan OCD menyadari apa yang mereka lakukan tidak masuk akal, ada orang dewasa dan sebagian besar anak yang tidak menyadari bahwa perilaku mereka di luar kebiasaan. Orangtua atau guru biasanya mengenali gejala OCD pada anak-anak.
Baca juga : Satu dari Tiga Remaja Indonesia Punya Masalah Kesehatan Mental
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya OCD pada seseorang. Salah satunya ialah muncul stresor pada penderita OCD. Stresor merupakan faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respons stres. "Stresor ini berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial," ujarnya.
Dia menjelaskan OCD dapat muncul di usia 10 tahun hingga 24 tahun bahkan bisa dari dari SD atau SMP. Kondisi itu sangat mengganggu aktivitas bagi penderitanya. Bahkan, ketika stresor tersebut muncul saat dewasa dapat membuat kondisi penderitanya semakin berat.
"Menurut penelitian, faktor risiko OCD yang berasal dari faktor biologis ialah adanya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak. Faktor lain ialah faktor genetik, pola asuh, perkembangan anak, dan faktor stresor sosial," sebutnya.
Baca juga : Inilah Psikiater Pencipta Modul Terapi Musik Pertama untuk ODGJ
Zulvia menjelaskan penanganan pada penderita OCD harus komprehensif atau menyeluruh dengan pemberian obat untuk menyeimbangkan neurotransmiter di otak yang menyebabkan adanya obsesi dan kompulsi.
"Penanganan kedua dengan psikoterapi yang merupakan suatu jenis terapi di mana penderita akan dibantu oleh terapis untuk mengatasi obsesi dan kompulsi. Salah satu jenis dari terapi tersebut adalah CBT atau terapi perilaku kognitif," paparnya.
Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan obsesif-kompulsif. Namun, mendapatkan pengobatan sesegera mungkin bisa membantu mencegah OCD memburuk dan mengganggu kegiatan dan rutinitas pengidap sehari-hari. (H-2)
Prevalensi depresi tertinggi terjadi pada kelompok usia 15-24 tahun dengan sebanyak 2 persen yang didominasi dari latar belakang ekonomi bawah.
DINAS Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Yogyakarta mencapai 1.239 penderita pada 2023, termasuk warga luar wilayah.
Kader diajak memahami dampak stigma yang menyebabkan ODGJ dan keluarganya merasa malu, mengalami diskriminasi, dan enggan berinteraksi dengan masyarakat.
Pada orang dengan hoarding disorder, penimbunan sering kali dilakukan secara acak dan sembarangan. Mereka merasa aman saat bisa menumpuk sampah karena merasa sayang saat membuangnya.
ORANG dengan gangguan kepribadian narsisistik dapat mengalami komplikasi berupa gangguan kejiwaan, seperti depresi. Hal itu diungkap oleh dokter spesialis kesehatan jiwa
Masalah kesehatan mental kini sudah mendunia. Diperkirakan satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki akan mengalami depresi berat dalam hidupnya.
Penelitian yang dilakukan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Jateng, banyak di antara siswa atau siswi jenjang SMA sederajat mengalami gejala gangguan mental.
PERMASALAHAN judi online tidak hanya terkait perspektif ekonomi. Masalah ini juga terkait perspektif kesehatan mental hingga problem sosial.
Mindfulness ternyata berhubungan dengan peningkatan regulasi emosi, perhatian, dan pengendalian diri.
Meskipun orangtua mungkin merasa telah memberikan dukungan yang memadai, sering kali terdapat kesenjangan antara persepsi mereka dan kenyataan yang dirasakan oleh anak-anak mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved