Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DIREKTUR Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muti Arintawati menanggapi keputusan pemerintah untuk menunda kewajiban sertifiat halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).
Menurutnya, keputusan pemerintah ini pasti akan melegakan banyak pihak yang concern dengan nasib UMK. Melihat jumlah pelaku usaha dan sisa waktu penerapan wajib halal Oktober 2024, harus diakui UMK akan sulit memenuhi tenggat waktu, sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis mereka.
“Meski begitu, penundaan ini tentunya tidak menjadikan UMK bisa berleha-leha. Untuk sampai ke Oktober 2026, perlu dibuat program dan target antara yang diterapkan secara tegas. Sehingga, pelaku usaha tidak menunda-nunda pengurusan sertifikat halal dan menunggu akhir masa penahapan. Hal ini tentu memerlukan sosialisasi secara masif,” ungkap Muti, Sabtu (18/5).
Baca juga : PPUMI Gelar Webinar dan Workshop Pentingnya Sertifikasi Halal Bagi UMKM
Dilansir dari dari laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH sejak 2019 baru mencapai 4.418.343 produk per 15 Mei 2024. Sementara itu, target BPJPH 10 juta produk yang tersertifikasi, sehingga total capaian baru terealisasi 44,18%. Sedangkan total jumlah UMK yang ada sekitar 28 juta unit usaha.
LPPOM sendiri menekankan prioritas target kategori wajib halal hendaknya tidak hanya menimbang skala usahanya semata, melainkan juga fokus ke tingkat kekritisan produknya.
Jika produk kritis tersebut merupakan bahan baku untuk membuat produk lain, maka luasnya cakupan penggunaan bahan ini juga perlu jadi perhatian.
Baca juga : BPJPH Edukasi Proses Sertifikasi Halal Pelaku UMK
“Kita perlu melihat secara jeli akar masalah yang ada. Yang disoroti hendaknya tidak sekadar skala usaha di sektor UMK, melainkan perlunya fokus ke pelaku usaha yang memasok bahan yang tergolong kritis dan dipakai di industri lain, terlepas dari skala bisnis pelaku usahanya. Hal ini karena pasokan bahan dan jasa terkait makanan minuman tidak hanya dari pelaku usaha besar, namun juga dapat berasal dari pelaku usaha yang masuk dalam kategori kecil dan mikro,” terang Muti.
Terkait daging, misalnya. Ketersediaan produk sembelihan yang dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan/Unggas (RPH/U)menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Pasalnya, daging dan turunannya digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk usaha kuliner.
Di sisi lain, tidak semua produk sembelihan dihasilkan pelaku usaha menengah dan besar. Banyak daging yang dipasok rumah potong yang tergolong UMK, termasuk yang dihasilkan Tempat Penyembelihan Unggas (TPU) yang ada di pasar dan pemukiman.
Baca juga : Penyangga Ekonomi, UMKM Didorong Lakukan Sertifikasi Halal
Kelonggaran UMK tanpa disertai komitmen halal yang serius akan memperlama ketersediaan daging halal, yang akhirnya menghambat usaha lain yang menggunakan daging yang dibeli dari dari pelaku usaha UKM.
Selain itu, produk kemas ulang ukuran kecil untuk bumbu dan bahan kue (termasuk untuk bahan impor) banyak juga dilakukan oleh UMKM. Adapula jasa terkait makanan dan minuman yang juga banyak dioperasikan oleh UMKM, seperti penjualan dan penggilingan daging.
“Ketersediaan bahan dan jasa yang halal, akan memudahkan pelaku UMKM dalam membuat produk akhir makanan dan minuman yang halal. Ini seperti efek domino. Jika persoalan di hulu selesai, maka sebagian besar persoalan kehalalan produk di Indonesia juga akan rampung. Proses sertifikasi halal produk juga akan lebih mudah dan jaminan kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Muti.
Baca juga : Dukung Ekonomi Nasional, UMKM Didorong Lakukan Sertifikasi Halal
Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk tetap fokus pada penyelesaian permasalahan halal di sektor hulu terlebih dahulu, baik yang diproduksi oleh perusahaan besar, menengah maupun UMK.
Sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), LPPOM siap mendorong pemerintah dalam menyukseskan implementasi regulasi wajib halal yang dicanangkan Pemerintah demi terwujudnya cita-cita Indonesia menjadi pusat halal dunia. Aksi nyata LPPOM dalam mendorong hal tersebut diwujudkan dalam berbagai program.
Salah satunya, pelaksanaan program Festival Syawal sebagai bentuk kepedulian LPPOM kepada UKM. Tahun ini, LPPOM telah memberikan fasilitasi sertifikasi halal reguler secara mandiri kepada sejumlah 125 UKM, 85 UKM di antaranya berasal dari 5 Destinasi Super Prioritas (DSP). Sebanyak 42 UKM di Labuan Bajo, 10 UKM di wilayah Danau Toba, 8 UKM di wilayah Borobudur, 6 UKM di wilayah Likupang, dan 20 UKM di wilayah Mandalika. Sebanyak 40 lainnya tersebar di berbagai Provinsi di Indonesia.
“Jumlah ini memang sangat kecil dibanding target dan jumlah UKM yang tersebar di Indonesia. Namun, melalui Festival Syawal, kami yakin LPPOM mampu menjadi katalisator yang akan mempercepat proses pertumbuhan industri halal di Indonesia,” tandasnya. (Z-1)
Berdasarkan riset, kehalalalan itu jadi utama, baru rasa, dan harga. Jika sudah ada sertifikat halal, rasanya enak, dan harganya terjangkau, konsumen akan makin banyak dan tidak sangsi lag
Program e-learning dirancang untuk memberikan pengetahuan tambahan di luar kompetensi dasar sebagai seorang penyelia halal, auditor halal, dan juru sembelih halal.
Gangguan pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya berdampak terhambatnya proses sertifikasi halal pelaku usaha mikro kecil
Dengan menurunkan petugas ke lokasi pelaku usaha, ada beberapa kemudahan. Di antaranya, mereka mendapatkan informasi dan layanan sertifikasi halal secara langsung.
Sertifikasi halal merupakan kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal.
Di Kalsel terdata 255.000 pelaku usaha kecil dan menengah di berbagai bidang dan baru sekitar 8.000 yang sudah mengantongi sertifikat halal.
LPPOM memfasilitasi sertifikasi halal bagi 744 usaha mikro dan kecil (UMK) di Indonesia, dengan fokus utama pada lima Destinasi Super Prioritas.Â
LPPOM MUI menyikapi wajib halal pada Oktober 2024 sebagai tantangan yang harus dihadapi. Berbagai upaya dilakukan, salah satunya penguatan seluruh kantor perwakilan di 34 provinsi
Pelantikan ini menandai babak baru bagi DPW IAEI Malaysia dalam berkontribusi pada pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved