Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KEPALA Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebut terdapat kesenjangan yang cukup lebar antarnegara dalam mewujudkan cita-cita laut yang aman untuk seluruh dunia. Kesenjangan tersebut terbagi dalam dua hal yaitu teknis dan nonteknis, namun saling berhubungan dan berkaitan erat.
Hal tersebut disampaikan Dwikorita saat menjadi pembicara kunci pada sesi 3 plenary, Safe and Predicted Ocean, dalam UN Ocean Decade Conference di Barcelona, Spanyol, baru-baru ini. Dalam kesempatan tersebut Dwikorita memaparkan presentasinya di depan perwakilan negara-negara dunia berjudul Gaps and Strategies for Safe and Predicted Ocean.
“Kesenjangan ini harus kita persempit. Ini pekerjaan rumah seluruh negara-negara di dunia,” ungkapnya.
Baca juga : Waspada Cuaca Ekstrem, BMKG Imbau Pemudik Aktif Pantau Informasi Cuaca Sebelum Mudik Lebaran
Dwikorita menerangkan, kesenjangan yang dia maksud yaitu pertama dalam hal kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan, banyak negara yang gagal menerapkan pertukaran data antarlembaga maupun antarnegara, serta tidak adanya kerangka hukum untuk Multi-Hazard Early Warning Systems (MHEWS). Kedua yaitu terkait prasarana pengamatan dan sistem pemantauan karena jaringan observasi yang dimiliki masih manual, serta terbatasnya anggaran untuk otomatisasi pemantauan dan transmisi data.
Selanjutnya, kesenjangan ketiga yaitu terkait prakiraan dan prediksi numerik yang belum dapat dilakukan karena keterbatasan kapasitas SDM dan ketersediaan sarana prasarananya. Keempat, dalam hal peramalan berbasis dampak, banyak negara dalam prakiraan dan peringatan yang dikeluarkan tidak memiliki informasi mengenai potensi bahaya dan kerentanan wilayahnya. Kemudian, kelima dalam hal pengamatan data, yakni kurangnya data observasi khususnya di lautan. Dan terakhir, yakni terkait layanan peringatan dan multi-hazard early warning systems, banyak negara tidak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk memperkirakan bahaya kumulatif dan dampaknya yang berjenjang.
“Dari aspek nonteknis, saya melihat perlunya untuk memastikan bahwa early warning dapat menyentuh dan dipahami hingga ke last mile,” ujarnya.
Baca juga : BMKG: Musim Kemarau di Indonesia Diprediksi Mundur
Strategi Atasi Kesenjangan
Lebih lanjut Dwikorita mengatakan terdapat sejumlah strategi yang dapat dilakukan untuk mempersempit jurang kesenjangan tersebut. Di antaranya yaitu dengan membangun aliansi jaringan dengan berbagai pihak mulai dari akademisi, lembaga penelitian, antarpemerintah, maupun kemitraan pemerintah dan swasta. Strategi selanjutnya yaitu dengan memperkuat konteks lokal bagi komunitas di daerah terpencil, serta perlibatan sektor swasta untuk mempercepat tercapainya early warning system for all (EW4ALL) secara cepat, tepat, akurat, mudah dipahami dan direspons, serta luas jangkauannya.
Dalam kesempatan tersebut Dwikorita juga menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi kesenjangan dalam aspek teknis dan nonteknis. Pada aspek teknis, ia menyodorkan solusi dengan target memberikan peringatan yang tepat waktu, dapat diandalkan, akurat, dapat dipahami, dan dapat ditindaklanjuti. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan pengamatan yang sistematis dan berkesinambungan, memperkuat sistem berbasis komunitas lokal yang ada serta sistem terintegrasi (berbasis kolaboratif) dan pertukaran data.
“Sedangkan untuk kesenjangan nonteknis, solusinya dengan target untuk memastikan respons dini dapat dilakukan oleh masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan komunikasi risiko melalui pendidikan komunitas, meningkatkan literasi kebencanaan masyarakat, dialog, kemitraan pemerintah-swasta, dan sebagainya,” pungkas Dwikorita. (RO/B-1)
Pindah ke Pulau Jawa, di wilayah Yogyakarta diprakirakan akan berawan. Sedangkan untuk wilayah Serang, Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya berpotensi hujan ringan.
STASIUN Meteorologi Maritim Belawan, Sumatra Utara (Sumut), menyebutkan gelombang setinggi 2,0 meter hingga 2,5 meter diprakirakan berpeluang terjadi perairan Sumatra.
Suhu udara umumnya berkisar antara 16 hingga 35 derajat Celcius dan kelembaban berkisar antara 47% hingga 99%.
Dalam tiga hari ke depan, mulai Rabu (31/7), tinggi gelombang laut terutama di perairan selatan Bali berpotensi mencapai 3 meter.
Pengamatan cuaca pukul 05.30 WIB melihat adanya perubahan cuaca Rabu (31/7) ini, yakni potensi hujan ringan hingga sedang terjadi di sebagian besar daerah daerah di kawasan pegunungan
BMKG juga mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyoroti urgensi peringatan dini sebagai sarana penting dalam melindungi masyarakat dari bencana alam.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menghibau pemudik berhati-hati dan waspada akan potensi cuaca ekstrem saat mudik lebaran.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim kemarau 2024 akan mundur di sebagian besar wilayah Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan angin kencang masih akan terjadi selama Maret-April.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved