Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Mengatasi Krisis di Dunia Pers dengan Mempertahankan Kualitas

Thomas Harming Suwarta
30/6/2020 11:22
Mengatasi Krisis di Dunia Pers dengan Mempertahankan Kualitas
Journalist on Duty(Instagram @mediaindonesia)

JURNALISTIK atau pers masa kini diakui tengah berada dalam pusaran krisis karena berkembangnya berbagai platform media sosial. 

Bergesernya audiens dari pers atau jurnalistik sebagai sumber berita utama ke media sosial diakui menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh per situ sendiri dengan terus mempertahankan kualitas.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pers Hendry CH Bangun saat berbincang bersama Jurnalis Senior Media Indonesia Sabam Sinaga dalam program Journalist on Duty Media Indonesia melalui siaran langsung Instagram Media Indonesia, Senin malam (29/6). 

“Pada prinsipnya jurnalisme itu tidak pernah mati. Soalnya apakah kita mau merawatnya atau tidak. Dengan cara apa, ya kita harus memperbaiki diri dengan mempertahankan kualitas. Itu yang paling penting,” kata Hendry.

Dia ambil contoh di Eropa Utara sudah mulai terjadi pergeseran kembali ke media konvensional seperti Koran karena masyarakat sudah mulai jengah dengan banyak berita atau isu yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan yang beredar di media sosial. 

“Jadi mereka sekarang jadi kembali berlangganan koran karena mereka yakin ini dikelola dengan baik, sumber infomasinya bisa dipercaya daripada mereka dipusingkan dengan isu-isu yang tidak jelas kebenaranya,” lanjut Hendry.

Diakui Hendy bahwa masyarakat saat ini memang mengalami pergeseran dalam mengonsumsi berita yang lebih cenderung mendapatkannya dari media sosial. 

Dari hasil penelitian Dewan Pers 2019 lalu, kata dia, masyarakat saat ini mendapatkan informasi pertama-tama dari media siber/online, lalu dari Whatsapp Group, ketiga Instragram, keempat dari Facebook dan Twitter, dan kelima dari televisi dan keenam dari media cetak/Koran. 

“Walaupun diakui juga oleh masyarakat bahwa mereka tetap melakukan pengecekan kebenarannya baik melalui media siber, maupun telvisi dan Koran. Jadi ini sebenarnya jadi peluang buat pers karena dianggap memberikan informasi yang betul-betul valid tidak seperti isu-isu yang berkembang begitu saja di media sosial,” kata Hendry.

Baca juga: Menkominfo Ingatkan Disinfodemic Covid-19 pada Jurnalisme Online

Maka itu kata dia, jika ingin pers tetap eksis di zaman sekarang, maka tidak ada jalan lain yang harus dilakukan selain dari mempertahankan kualitas penyajian informasi bagi publik. 

“Selain itu tentu saja pers juga harus melakukan blending dengan teknologi informasi dan media sosial tentunya. Tapi yang utama adalah kualitas harus kita jaga dan rawat,” ungkapnya.

Namun repotnya kata dia pers sekarang juga mengalami kendala dari internal sendiri terutama karena wartawan sering menyajikan informasi yang seragam. 

“Kalau dulu wartawan 5 orang datang meliput ke tempat yang sama maka akan keluar lima berita yang berbeda. Kalau sekarang 100 orang wartawan atau media datang meliput ke suatau tempat maka akan keluar satu berita yang seragam. Ini cara kerja yang tidak tepat. Maka perlu juga SDM wartawan yang mampu menggali informasi secara baik,” kata Hendry.

Dia berharap agar pers di Indonesia bisa kembali memperbaiki diri dengan merawat kualitas. 

“Wartawan harus kreatif, tidak malas. Karena kalau media mainstream saja kualitasnya tidak baik maka per situ akan terus terpuruk. INgat bahwa jurnalisme itu tidak akan pernah mati, tergantung kita mau merawatnya atau tidak,” pungkas Hendry. (A-2)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Media Indonesia (@mediaindonesia) on

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya