Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
HUTAN tidak hanya kayu. Para petani di pinggiran hutan di Kalimantan Selatan sudah membuktikannya
Mereka tidak menggasak kayu untuk dijual. Para petani menanami kawasan hutan dengan tanaman lain atau hasil hutan bukan kayu alias HHBK.
Dari pinggiran hutan, mereka mampu menambah kocek dari panen madu alam, kopi lokal, gula merah, beras merah, dan minyak kemiri. “Selain itu, ada juga olahan jamur, minyak sereh, minyak buah ulin, kayu manis, jamu-jamuan, tikar lampit, serta kursi rotan,” kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan, Warsita.
Hutan di Kalsel dikenal memiliki sumber daya keanekaragaman hayati yang sangat potensial dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan serta pendapatan daerah. Salah satu strategi pemanfaatan kawasan hutan yang mengedepankan konsep pelestarian lingkungan ialah pengembangan HHBK.
“Salah satu konsep utama dari Revolusi Hijau adalah menyejahterakan masyarakat sekitar hutan. Selain produk hutan berupa kayu, Pemprov Kalsel saat ini gencar mengembangkan produk HHBK,” kata Irvan, Kepala Seksi Pemasaran dan Pengolahan Hasil Hutan, Dinas Kehutanan Kalsel.
Wilayah hutan di provinsi ini yang mencapai luas 1,7 juta hektare memiliki beragam jenis hasil hutan bukan kayu. Selain sudah digeluti masyarakat lokal secara turun-temurun, pemerintah daerah juga ikut mengembangkannya.
Untuk mempermudah pemasaran produk HHBK yang dihasilkan masyarakat dari beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Irvan menyatakan pemerintah provinsi sudah membangun Pusat Pemasaran Hasil Hutan. Selain itu, tambah Warsita, berbagai produk HHBK mulai dipasarkan secara daring, seperti di
Shopee dan Bukalapak. “Ini juga merupakan bagian penting dari revolusi industri 4.0. Memiliki market e-comerce sudah menjadi kewajiban para produsen dalam memasarkan produk, termasuk dari sektor kehutanan,” jelasnya.
Warsita juga menyatakan pemasaran beberapa produk HHBK asal KalimantanSelatan sudah merambah pasar nasional dan internasional.
Pembangunan kehutanan di Kalimantan Selatan dalam waktu dekat juga akan diramaikan dengan kehadiran e-Service. Aplikasi ini memungkinkan masyarakat untuk mengetahui data seputar kehutanan, dari jasa lingkungan, destinasi wisata, hingga produk hasil hutan bukan kayu. “Dari aplikasi itu, warga mudah mencari tahu hasil hutan seperti tanaman sengon dan berapa produksinya. Atau soal destinasi wisata yang bisa dikunjungi, juga produk hasil hutan seperti gula merah dan madu,” ujar Plt Kepala Dinas Kehutanan Fatimatuzzahra.
Perhutanan sosial
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menargetkan pembangunan perhutanan sosial seluas 170.000 hektare atau 10% dari luas kawasan hutan yang mencapai 1,7 juta hektare. Program yang dikomandani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, sekaligus menciptakan model pelestarian hutan yang efektif.
Di Kalsel, sejak 2018 sudah ada 274 kelompok masyarakat yang memperoleh izin perhutanan sosial. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Penyuluhan,
dan Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan, Gde Arya Subhakti, menyatakan perhutanan sosial memiliki lima skema, yaitu hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan, dan hutan adat.
Program ini merupakan pengejawantahan paradigma bahwa pembangunan dapat dilaksanakan oleh masyarakat pinggiran atau masyarakat sekitar hutan.
Pemerintah memberikan akses legal bagi masyarakat dalam mengelola hutan untuk peningkatan kesejahteraan mereka.
“Perhutanan sosial sejatinya merupakan program hutan untuk rakyat agar terwujud masyarakat yang mandiri secara ekonomi,” ujar Gde.
Kisah sukses perhutanan sosial juga sudah banyak terjadi di provinsi ini. Salah satunya perhutanan sosial di Desa Haruyan Dayak, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah.
Desa itu berhasil mengembangkan beragam potensi hutan berupa madu kelulut, kemiri, pisang, kayu manis, dan sengon. “Beragam potensi hutan telah berhasil dikembangkan masyarakat Desa Haruyan Dayak. Bagi masyarakat desa, perhutanan sosial ini sangat membantu kesejahteraan mereka,” kata M Yusri, pendamping Lembaga Pengelola Hutan Desa di Haruyan Dayak.
Program perhutanan sosial lainnya yang cukup berhasil ialah pengembangan kopi Aranio, kopi lokal di Desa Tiwingan Baru, Kabupaten Banjar. Di daerah yang sama juga ada produk madu serta serai wangi di Desa Alimpung, sebuah pulau kecil di dalam kawasan Waduk Riam Kanan. (N-2)
Masyarakat diberikan hak untuk mengelola kawasan hutan sebagaimana perizinan yang diberikan kepada swasta.
Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) merupakan salah satu rencana kebijakan yang strategis dalam kerangka menguatkan agenda tujuan dari perhutanan sosial di tanah Jawa.
Prof.San Afri menjelaskan bahwa program KHDPK melaksanakan, pertama, penanaman ulang lahan kritis, rusak, gundul dan tidak produktif akibat pengelolaan sebelumnya.
Kebijakan KHDPK diambil untuk mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa. Di samping itu, agar Perhutani dapat lebih fokus pada bisnis usahanya.
Pemerintah ingin mengentaskan kemiskinan di desa-desa di dalam maupun sekitar hutan.
Selain itu, pemerintah menerapkan moratorium penerbitan izin baru di hutan alam primer dan gambut, serta moratorium izin baru perkebunan sawit selama tiga tahun sejak November 2018.
SEKRETARIS Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mendorong pemerintah secara kolaboratif menciptakan kebijakan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.
Target KEM adalah untuk membuka pendanaan 200 juta USD bagi 100 usaha lestari yang terkoneksi dengan 100 kabupaten yang berkomitmen menjadi lestari.
Satelligence sudah memetakan tren deforestasi yang terkait dengan ekspansi perkebunan kelapa sawit dengan cara mengombinasikan kecanggihan teknologi dan verifikasi lapangan.
Pelaku usaha kehutanan siap melaksanakan rencana operasional Forestry and Other Land Use (FOLU) NET SINK Indonesia 2030 yang telah diluncurkan KLHK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved