Rumah Sakit Asing bukan Ancaman

18/7/2025 05:00

DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua. Ia bisa membawa manfaat luar biasa, tapi di saat bersamaan, malah bisa menghadirkan mudarat jika tidak dikelola secara bijaksana.

Bermanfaat karena rakyat yang sedang mencari kesembuhan tidak perlu lagi jauh-jauh ke luar negeri. Mereka cukup berobat di negeri sendiri karena rumah sakit asing yang dituju sudah tersedia di Indonesia.

Negara juga mendapat manfaat ketika warganya memilih berobat di dalam negeri, yakni devisa negara tidak berhamburan ke pihak asing. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno mengatakan hampir satu juta orang Indonesia berobat ke luar negeri setiap tahun.

Akibatnya, devisa RI yang pergi ke mancanegara mendekati Rp200 triliun setiap tahun karena tingginya angka WNI yang berobat ke luar negeri, seperti ke Singapura, Malaysia, Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa.

Keuntungan lain dari beroperasinya rumah sakit asing ialah lahirnya persaingan sehat menuju perbaikan. Rumah sakit di dalam negeri diharapkan bakal terlecut untuk berbenah, baik dari segi teknologi, fasilitas, pelayanan, maupun kompetensi tenaga medis.

Benang merahnya ialah Indonesia mendapat manfaat sebesar-besarnya dengan kehadiran rumah sakit asing. Oleh karena itu, kita mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan rumah sakit dan klinik dari luar negeri boleh membuka cabang di Indonesia.

Hal itu disampaikan Prabowo Ketika bertemu dengan Presiden Dewan Eropa Antonio Costa di Brussels, Belgia, Minggu (13/7) waktu setempat. Prabowo juga mengundang rumah sakit-rumah sakit Eropa untuk dapat membuka cabang di Tanah Air setelah perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif (CEPA) Indonesia dan Uni Eropa ditandatangani.

Kendati demikian, kita juga mengingatkan pemerintah untuk benar-benar mengelola isu ini secara bijak, berhati-hati, dan cermat. Salah satu penyebab gandrungnya WNI berobat ke luar negeri, misalnya ke Penang, Malaysia, ialah faktor layanan yang lebih baik.

Tentu harus dicari penyebab kenapa persepsi itu muncul di masyarakat. Apakah karena Kementerian Kesehatan selaku leading sector kurang bekerja maksimal ataukah ada faktor lain? Kalau akar permasalahannya tidak dibenahi, sulit untuk berharap rumah sakit lokal melakukan pembenahan secara radikal.

Pemerintah juga didorong benar-benar ketat dalam kebijakan liberalisasi rumah sakit ini. Jangan sampai rumah sakit asing membeludak dan malah membuat yang lokal gulung tikar. Harus kita ingatkan agar kehadiran rumah sakit asing tidak menjadi ancaman apalagi sampai memicu kepanikan.

Di atas semua itu, negara harus berpihak kepada warganya, memastikan bahwa setiap orang di Republik ini, baik kaya maupun miskin, memiliki akses yang adil terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.

 



Berita Lainnya